Hidangan Utama 31

1.2K 137 2
                                    

Tubuhnya tersentak bangun karena mendengar lolongan serigala. Suara yang amat dekat dari tempat mereka bermalam. Diraihnya bilah pedang yang teronggok tidak jauh dari posisi tidur lantas bergegas keluar tenda.

Rupanya, lolongan tadi tidak hanya membangunkan pria berambut ikal, tetapi wanita berdandanan gipsi di tenda sebelah. Keduanya saling pandang setelah bertemu di luar.

"Mana Sabia?" Tatapannya menajam ke arah tenda khusus wanita saat hanya Zosia yang keluar.

"Kupikir, dia sudah di luar." Di tangannya, Zosia pun menggenggam sebilah pedang. Kepalanya menoleh ke sana kemari, tetapi tidak menemukan batang hidung Sabia. "Kau tidak pergi dengannya, Egan?"

"Kau lihat aku baru keluar dari tenda, 'kan?"

Zosia meringis. Jika Egan tidak pergi dengan Sabia, ada kemungkinkan kalau wanita itu ....

Lolongan serigala kembali menyentak mereka. Zosia memeriksa perlengkapan berburu yang ternyata raib.

"Sepertinya, dia pergi sendiri mencari penyakit." Zosia menunjuk tempat di mana seharusnya keranjang milik Sabia berada. "Keranjangnya hilang satu. Pisau milik Sabia juga tidak ada."

"Sial!" Egan menggeram. "Apa yang dipikirkan kepala wanita itu?"

"Dia wanita yang akan melakukan apa pun demi rasa penasarannya." Zosia menjengitkan kedua bahu.

"Aku merasakan firasat buruk, Zosi. Lolongan serigala tadi terdengar sangat dekat."

Zosia mendongak. Menatap bulan yang hampir penuh. "Tidak heran mereka berkeliaran di dekat sini. Lihatlah!"

Egan mengikuti arah telunjuk Zosia. "Kupikir, serigala lebih beringas saat menjelang bulan purnama hanyalah rumor."

"Itulah kenapa Pegunungan Utara sangat dihindari. Serigala maupun anjing hutan memang mendiami kawasan ini. Tidak ada tempat lain, selain Pegunungan Utara, yang nyaman untuk mereka jadikan sarang."

"Dan sialnya, kita berburu pada saat yang kurang tepat." Egan mencengkeram bilah pedang di tangan kanannya.

Lolongan serigala kembali terdengar. Terdengar lebih dekat dan ... lebih banyak. Egan dan Zosia saling pandang. Tanpa perlu dikomando, mereka berlarian mengikuti arah datangnya lolongan. Firasat mengatakan bahwa Sabia berada di sana, meski berharap agar wanita itu tidak terlibat masalah.

***

Di bawah hujan cahaya bulan, tubuh mungil wanita itu berlarian. Di belakangnya, dua ekor serigala sedang memburu. Napasnya mulai tersengal. Peluh membanjiri pakaian. Embusan angin dini hari tidak lagi terasa dingin. Mati-matian dia berlari menghindari terjangan dua serigala yang terus meneteskan liur.

Bantuan belum datang. Entah akan datang atau dia keburu mati diterkam dua serigala. Teman tendanya tampak sangat pulas saat dia pergi beberapa jam lalu. Si Ikal Menyebalkan? Mungkin, sama saja. Saat dia keluar, pria itu tidak ikut keluar yang artinya pulas tertidur. Cuaca yang bersahabat serta perut super kenyang tentulah membawa alam bawah sadar mereka nyaman beristirahat. Dia saja yang bodoh dan tidak sabaran. Menerjang malam. Memasuki hutan belantara tanpa punya kemampuan bertarung. Mengabaikan rumor bahwa kawasan Pegununan Utara dihuni kawanan serigala dan anjing hutan yang begitu buas.

Sangat buas sampai-sampai seluruh bulu kuduk di tubuhnya meremang. Dia bisa melihat hawa permusuhan dari manik mata mereka. Hawa membunuh. Hawa ingin memakan. Hanya kecepatan lari dan keberuntungan yang dia andalkan untuk bisa selamat melalui malam.

"Memangnya, serigala bisa sebuas itu, ya? Tidak memberiku celah sama sekali. Ck!" Dia menggerutu.

Sebatang pohon ambruk di depannya. Hampir menjegal jika saja tubuh mungil itu tak sigap melompati. Ada untungnya juga dia cukup pandai saat mempraktikan lompat galah.

Kitchen Doctor Season 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang