Sambil menggigiti kuku, Caramel mondar-mandir di dalam dapur kotor. Cemas terbayang jelas di wajah bulatnya. Sesekali melongok ke arah pintu masuk. Jelas dia sedang menunggu kemunculan seseorang. Kabar kedatangan Bangsawan Silas membuatnya khawatir. Caramel tidak mungkin memegang kendali sendirian di dapur. Kemampuan memasaknya belum sebaik Sabia dan dia sudah harus dihadapkan oleh kedatangan bangsawan paling rewel sedaratan Vlemington.
Saking sibuk dengan cemasnya, telinga Caramel tak menangkap derap yang mendekati dapur kotor. Tiga orang masuk membawa keranjang penuh buah.
"Aku pulang." Sabia meletakkan keranjang bagiannya di atas meja besar. Mengambil sebutir apel, mencucinya, lantas memakan begitu saja. Perutnya menagih untuk jam camilan.
"O, astaga! Syukurlah kau pulang tepat waktu." Caramel langsung terduduk di salah satu kursi. Menatap lega kedatangan Sabia.
Sambil masih mengunyah, Sabia ikut duduk. Menatapi kecemasan Caramel sembari mencureng. Meski sering melihat Caramel cemas, tetapi kali itu lebih-lebih cemasnya.
"Kau kenapa, sih? Kenapa kau sekhawatir itu? Aku selalu pulang tepat waktu jika sudah menyanggupi untuk memegang kendali dapur."
"Kau tahu siapa yang datang petang ini?"
Sabia menggeleng. "Aku tidak tahu siapa yang datang, tetapi aku melihat rombongan kereta kuda mewah di gerbang istana. Siapa mereka?"
"Kau masih butuh bantuanku, Sabia?" Leif menginterupsi setelah meletakkan keranjang berisi tumpukan jeruk berwarna oranye kemerahan.
Ya, oranye kemerahan. Bukan kuning apalagi hijau.
"Tidak, Leif. Terima kasih sudah membantu. Akan kubuatkan sesuatu untukmu nanti malam."
Leif mengibaskan tangan ke udara. "Tidak perlu repot-repot. Aku pergi."
Setelah saling membalas anggukan, Leif meninggalkan dapur istana. Beberapa pelayan segera mengambil alih urusan keranjang buah. Memilah mana yang bagus untuk dihidangkan langsung dan mana yang nantinya akan diolah Sabia dan Caramel sebagai bahan tambahan di dalam masakan.
Caramel hendak membuka mulut, tetapi derap yang mendatangi dapur menginterupsi omelannya. Marion dan Owen datang membawa keranjang berisi ikan air tawar. Ikan-ikan yang selama ini menghuni kolam dekat istal istana.
Setelah sekian minggu berada di sana, Sabia baru melihat ikan sebagai bahan yang akan dia olah. Bahan yang sejujurnya paling dia hindari. Tidak ikan air tawar maupun laut. Sabia tak begitu menyukainya.
Caramel langsung menghela napas. Tugas mereka akan sangat banyak malam itu.
"O, o, aku baru sadar. Sepertinya, hidangan malam ini akan lebih dari tiga menu. Ada jamuan besar?" Sabia menatapi Owen dan Marion.
Di belakang kedua pria itu, datang pula beberapa prajurit dengan peti-peti kayu yang digeletakkan di lantai dapur.
"Kita kedatangan kerabat Ratu Nimia. Bangsawan Silas." Suka hati Owen memberi tahu. "Mereka membawa beberapa bingkisan."
Sabia membulatkan mulut tanpa suara. Menatapi peti-peti kayu yang semakin menyesaki dapur. Bingkisan dari kalangan bangsawan, sepertinya, sedikit berbeda dan terlalu banyak.
"Tuan Torino Silas bilang kalau peti-peti itu berisi bahan-bahan yang biasa ada di dapur. Mereka mendapatkannya dari kerabat di lain benua. Entah apa isinya. Mereka tidak familiar." Marion menambahkan setelah menatap wajah bingung Sabia.
"Dan untuk jamuan nanti malam, mereka meminta dibuatkan hidangan dari ikan." Owen menyeringai kepada Caramel.
Gadis itu malah mendengkus melihat mimik putra sulung Raja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kitchen Doctor Season 1
FantasySebuah portal sihir muncul di kamar Sabia Nuala setelah tujuh hari kematian sang nenek. Sesuatu menarik paksa Sabia, berputar-putar dalam lorong waktu aneh, berakhir tersungkur di aula rapat Kerajaan Vlemington. Kedatangan yang disambut sorak-sorai...