Hidangan Utama 5

2.1K 215 2
                                    

Razarez membentangkan peta wilayah Kerajaan Vlemington. Malam masih belum terlalu larut saat Egan meminta pengawal pribadinya menjelaskan kondisi terbaru wilayah perbatasan.

Vlemington dalam masa sulit. Selain banyak PR di dalam kerajaan, mereka harus menghadapi perseteruan dengan kerajaan-kerajaan tetangga haus wilayah. Memanfaatkan dengan baik kondisi terpuruk Vlemington demi meluaskan wilayah masing-masing.

Terhitung telah dua kerajaan yang mengibarkan bendera perang. Sedang mengintai wilayah perbatasan timur dan utara. Vlemington masih mampu bertahan karena pasukan kavaleri maupun infanteri yang dipimpin langsung Egan Viridis bukanlah prajurit biasa. Mereka memiliki daya serang maupun daya tahan di atas rata-rata prajurit normal. Egan telah mengupayakan banyak cara untuk menggembleng langsung pasukannya.

"Namba dan Valutra masih belum mau mundur, Pangeran." Razarez menunjuk benteng timur yang berdekatan dengan Kerajaan Namba dan benteng utara yang berbatasan dengan Kerajaan Valutra.

"Mereka memang bebal. Sudah berkali-kali dikalahkan pun masih saja menyerang. Bodoh! Mereka membuang-buang nyawa." Egan mengepalkan tinju lalu menggebrak meja di mana peta Kerajaan Vlemington terhampar.

"Bukankah mereka sedikit aneh, Pangeran?"

"Maksudmu?" Egan mengerutkan dahi.

"Mereka sudah sering dikalahkan. Seharusnya, jumlah prajurit berkurang. Sekalipun mengisi ulang amunisi, mereka butuh beberapa waktu menyiapkan prajurit baru. Namun, dari satu penyerangan ke penyerangan lainnya, baik Namba maupun Valutra, mereka hanya butuh hitungan hari. Tidakkah itu ... sedikit tidak masuk akal?"

Egan terdiam. Sambil mengelus-elus dagu, tatapannya tak berpindah dari Namba dan Valutra. Dua musuh bebuyutan Vlemington yang tidak jera-jera. "Kau benar, Razarez. Pergantian prajurit mereka terlalu cepat. Sekelas Vlemington yang memiliki banyak persediaan prajurit pun butuh waktu berminggu-minggu."

"Apakah hamba harus menyelidiknya, Pangeran?"

"Kau bisa melakukannya." Egan menjengitkan bahu. "O, ya. Bagaimana kabar kakakku? Apakah dia sudah pulang dan berhasil menggeret si Caramel untuk kembali?"

"Belum, Pangeran. Pangeran Pertama belum pulang, tetapi lewat burung pengantar pesan, beliau sudah menemukan kemungkinan di mana Caramel tinggal."

"Argh, bocah tengik itu bikin gara-gara saja! Sudah tahu Vlemington sedang kacau, dia malah kabur. Sedih, sih, sedih."

"Maklumi saja, Pangeran." Razarez menggulung kembali peta Vlemington. "Kepergian Kepala Koki membuatnya sangat terpukul. Biar bagaimanapun, Kepala Koki bukan saja guru baginya. Mereka lebih terlihat seperti cucu dan kakek. Caramel sangat dekat dengan beliau."

"Aku ingin berendam. Tolong kau siapkan, Razarez."

"Baik, Pangeran."

Kamar Egan dilengkapi dengan kamar mandi pribadi. Berukuran sangat luas sehingga kolam air hangat untuk berendam bisa digunakan oleh tujuh sampai sepuluh orang, tetapi Egan tidak pernah mengundang siapa pun untuk berendam bersamanya. Dia melarang keras siapa pun memasuki kamar. Area paling pribadi miliknya. Hanya Razarez yang diizinkan masuk sesuka hati karena memang mengurusi segala keperluan pria itu.

Selesai menyiapkan kolam berendam, Razarez menyilakan Egan untuk menikmati malamnya. Membiarkan pria itu sendirian di kamar mandi sembari menyiapkan pakaian ganti.

Satu jam kemudian, Egan keluar dengan tubuh berbalut kimono. Titik-titik air meluncur dari helai rambut yang masih basah.

"Kau bisa istirahat, Razarez. Aku akan mengurus diriku sendiri."

"Anda mengusirku bukan untuk diam-diam ke dapur lalu minum arak sampai mabuk seperti beberapa waktu lalu, 'kan?"

Egan tertawa. Wajah pria itu jadi sedikit berbeda. Tidak sekeras biasanya. Ya, mungkin hanya Razarez yang dibiarkan menonton tawanya.

Kitchen Doctor Season 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang