Hidangan Utama 34

1.1K 130 3
                                    

Vlemington bersuka cita atas kelahiran putri pertama Orlean Mulery dan Vilneria Viridis. Raja dan Ratu berencana membuat jamuan makan dengan mengundang seluruh bangsawan di Vlemington dan beberapa kerajaan tetangga. Acara jamuan makan akan dibuka bertepatan dengan pembukaan Festival Seribu Payung untuk merayakan musim penghujan.

Kebahagiaan jelas terpancar di wajah Orlean dan Vilneria. Setiap waktu, mereka tak ingin lepas dari memandang bayi perempuan bertubuh montok itu. Bahkan, pelayan-pelayan yang diizinkan melihat pun sangat gemas meski tidak berani menggendong. Belum. Tabib Hwa belum mengizinkan bayi semuda itu digendong oleh banyak orang. Untuk sementara, hanya Vilneria, Orlean, dan seorang gadis pelayan yang ditugaskan khusus untuk membantu Vilneria dalam mengurusi bayi montok itu.

Di sela-sela kebahagiaan mereka menjadi orang tua baru, ada yang dicemaskan Vilneria. Sampai satu minggu kelahiran sang bayi, air susunya belum keluar sempurna. Masih sangat sedikit sehingga bayi montok itu kerap kelaparan. Tabib Hwa telah meracikkan beberapa herbal, tetapi belum kunjung membuahkan hasil.

"Apa yang membuat Kak Vinel murung?" Siang itu, dengan tangannya sendiri, Sabia membawakan sup rempah ke kamar Vilneria.

Karena masih proses pemulihan, untuk sementara waktu, Vilneria makan di kamar pribadi.

"Sabia?" Wajahnya mencerah sedikit begitu melihat Sabia membawa troli berisi periuk yang menguarkan aroma lezat. "Kau membuatkan sup lagi?"

"Calia bilang, Kakak suka sup yang kemarin. Jadi, untuk makan siang kali ini, aku buatkan lagi. Ada tambahan ikan air tawar kukus yang bisa dicocol dengan saus asam manis."

Vilneria tak menyembunyikan ketertarikannya. Dia bahkan menahan liur agar tidak menetes saat Sabia menyebutkan menu. "Terima kasih sudah mau mengantarnya kemari. Kau seharusnya tidak perlu repot-repot. Calia bisa mengambilnya."

"Eih, eih!" Sabia mendorong troli mendekati ranjang di mana Vilneria duduk. "Aku sekalian ingin menengok adik bayi."

"Dia masih tidur." Vilneria menunjuk boks bayi di sisi lain ranjang.

Boks yang terlihat sangat mewah. Bersepuh emas dengan ukiran-ukiran rumit. Terpasang kelambu dengan gliter di bagian luar. Sungguh menampilkan dari kalangan mana bayi itu berasal. Sabia meringis saat melihat boks bayi mewah yang dihampirinya.

Benar. Bayi itu tertidur. Pulas sekali. Sabia hanya menonton. Belum berani menggendong. Jangankan menggendong, mengelus pipi kemerahannya saja tidak. Bukan tidak mau. Dia baru membawa troli. Menyentuhi beberapa peralatan memasak dan makan. Belum sempat cuci tangan. Dia tidak mau membuat kulit bayi montok itu iritasi.

Puas menatapi bayi perempuan itu, Sabia kembali menghampiri Vilneria. Dia membantu perempuan itu untuk menyiapkan makan meski Vilneria menolak. Sekalipun masih tahap pemulihan bukan berarti dirinya tidak bisa melakukan apa-apa.

"Kakak belum menjawab pertanyaanku. Kenapa wajah Kakak murung?"

Vilneria menghela napas berat. "Air susuku belum lancar, Sabia. Padahal kata Tabib Hwa, jika tubuhku normal, air susuku sudah lancar. Terlebih sudah satu minggu melahirkan."

"Itu sangat mengkhawatirkan. Bayi kakak akan kelaparan kalau air susu ibunya belum lancar."

"Aku sudah minum ramuan dari Tabib Hwa, tetapi belum terlihat efeknya. Bukan tidak terlihat, tetapi perkembangannya sangat lambat. Aku khawatir Crisella tidak sabar."

"Crisella?"

"Crisella Orlean nama bayi kami. Bagaimana? Cantik, bukan?"

"Sangat cantik, Kak. Secantik penampilannya." Sabia tersenyum lebar. "Kakak jangan murung. Nenek bilang, salah satu yang membuat air susu seorang ibu tidak berjalan lancar adalah stres yang diderita sang ibu. Kakak harus bahagia selain mengonsumsi racikan dari Tabib Hwa dan makan makanan bergizi. Nenek juga bilang, saat menyusui, Kakak harus mengonsumsi lebih banyak air. Air bening. Jangan selalu teh."

Kitchen Doctor Season 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang