Hidangan Utama 25

1.3K 140 11
                                    

Tubuhnya di sana, tetapi pikirannya mengembara. Entah hanya perasaan atau yang sesungguhnya terjadi, tetapi dia merasakan bahwa ada perubahan sikap yang ditunjukkan oleh wanita bertubuh mungil itu setiap kali bertemu bahkan sekadar adu tatap. Lebih menyebalkan lagi, pernah sekali waktu dia menangkap ekspresi geli di wajah wanita itu.

Kenapa? Ada yang salah dengan dirinya? Wanita itu berubah menjadi lebih dingin. Sangat irit bicara walaupun sepanjang keberadaannya di istana memang tidak secerewet Caramel.

Apa dia melakukan kesalahan? Rasanya tidak. Terakhir kali berbincang, suasana mereka cukup baik. Dia yang menunggu kepulangan wanita itu, mengambil alih kemudi Machi, tidak tampak mengundang kekesalan. Wanita itu bahkan nyaman tertidur bersandarkan dadanya sepanjang perjalanan pulang.

Jadi, kenapa? Kenapa dengan wanita itu? Kenapa dengan mereka?

Helaan napasnya yang cukup keras berhasil mengambil atensi si lawan bicara yang sejak tadi mengoceh tanpa didengar.

"Kau kenapa, Egan? Wajahmu muram begitu." Kepala berambut hitam nan panjang di sampingnya sampai melongok demi melihat wajah Egan.

"Hm? Ah ... tidak. Aku tidak kenapa-kenapa." Egan memaksakan senyum. Berharap agar teman duduknya tidak bertanya lebih jauh.

"Kau setuju denganku, 'kan?"

"Setuju ... apa?"

Timbul kernyit di wajah wanita di sampingnya. "Kau tidak mendengarku, ya?"

"Hm ... maaf. Aku sedang memikirkan sesuatu."

"Pasukanmu?"

"Ya." Egan buru-buru menyahut. "Aku sedang memikirkan Hale dan yang lain. Semoga mereka baik-baik saja di sana karena musim penghujan telah tiba. Berperang di bawah hujan selalu menjadi tantangan yang sulit ditaklukan, Tansy."

Diraihnya satu tangan Egan. Dengan kedua tangan, Tansy menggenggamnya. Meski tidak semungil Sabia, jika bersisian dengan tangan Egan, tangannya tetaplah terlihat kecil.

"Kau jangan khawatir. Hale adalah orang kepercayaanmu. Dia tangan kirimu, 'kan? Sama kuat dengan Razarez. Dia pasti bisa mengatasi segala kesulitan di medan perang."

Egan mengangguk patah-patah. Syukurlah yang dipikirkan Tansy mengenai peperangan. Bukan dugaan lainnya.

"Jadi, tadi kau bicara apa? Maaf karena tidak mendengarkan."

"Temani aku saat Festival Hujan."

"Ah, itu, ya? Memangnya, selama ini siapa yang menemanimu?"

Tawa renyah Tansy mengudara. Menampakkan geligi yang tersusun rapi dengan gingsul di kedua sisi bagian atas. Caramel sering mencemooh kalau gigi Tansy terlihat seperti vampir. Ah, itu hanya cemoohan dari gadis yang memang tidak begitu menyukai satu-satunya putri Bangsawan Silas. Siapa pun, terutama kalangan pria, akan menyebut senyum Tansy sangat memesona.

"Kudengar dari Ayah, kau sedang mempersiapkan perjalanan. Kau mau ke mana?"

"Sungai Perak. Menemani Sabia untuk mencari bahan-bahan masakan yang dia butuhkan."

"Hanya berdua?" Ada kilat curiga yang melecut di sepasang mata bulat Tansy.

"Tidak. Owen juga ikut. Mungkin juga Limora mengingat dia adalah pelayan pribadi Sabia."

"Begitu, ya." Tansy menyandar penuh di bangku panjang yang mereka duduki.

Menyambut petang, hujan yang turun sejak pagi akhirnya berhenti meski masih menyisakan kelabu tebal. Hujan lanjutan akan kembali turun dalam beberapa jam.

"Aku mau ikut."

"Eh?" Egan tak salah dengar?

"Aku mau ikut menemani Sabia mencari bahan makanan." Wanita itu menyeringai. "Boleh, 'kan?"

Kitchen Doctor Season 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang