Sabia tak berlama-lama di rumah panti. Hanya mampir membawakan stoples berisi manisan kering yang langsung diserbu anak-anak dan beberapa bahan masakan, seperti daging, kentang, dan lain-lain. Selesai dari panti, Sabia memutuskan berkeliling kota. Waktu memasak makan siang masih lama. Ada baiknya kembali menjelajah untuk mencicipi beragam kudapan. Meski untuk rasa, Sabia belum menemukan hal baru. Setidaknya jika dibandingkan sejak kunjungan pertama, rasa jajanan di kedai-kedai Vlemington sudah lebih bernyawa setelah mereka dikenalkan dengan Bunga Tiga Aroma yang diambil pada malam hari.
Ada kedai es krim yang lumayan ramai. Menjadi perhatian Sabia setiap kali melewati salah satu ruas jalan menuju istana, tetapi belum sempat mencicip. Memanfaatkan waktu mereka yang masih lapang, Sabia mengajak Limora untuk singgah. Udara dingin menyambut saat keduanya memasuki kedai.
"Orang-orang di kedai ini didominasi oleh penyihir es. Pada tingkat paling tinggi, mereka bisa mengubah adonan beragam buah dicampur susu menjadi es krim yang sangat lembut dan menyegarkan." Tanpa diminta, Limora menjelaskan.
"Tingkat paling dasar?"
"Penyihir es tingkat dasar hanya bisa membuat batu es dari air biasa. Belum bisa mengubah teksturnya menjadi lebih lembut."
Sabia mengangguk-angguk.
Ada beberapa set meja yang bisa dipakai. Entah untuk sekadar menunggu sebentar atau makan di tempat. Sabia mengajak Limora untuk makan di tempat. Selain ingin menikmati suasana di luar istana, mereka tak perlu buru-buru pulang. Bagi Sabia, makan es krim langsung di kedai memiliki nilai seni tersendiri.
Seorang gadis pelayan mendatangi mereka sembari membawa buku pesanan. Tidak ada buku menu. Siapa yang ingin memasan hanya perlu mengatakan jenis pesanan.
"Nona-Nona ingin makan es krim apa?"
"Apa yang populer dari kedai ini?" tanya Sabia.
"Semua populer, Nona. Ah, biasanya para gadis paling senang mencampur setiap rasa lalu ditaburi cacahan kacang almond dan walnut panggang. Ada tambahan cokelat serut juga."
"Aku pesan yang seperti itu. Kau, Limora?"
"Hm ... samakan saja dengan Nona."
"Dua pesanan yang sama."
"Mohon ditunggu, Nona-Nona." Selesai mencatat, gadis pelayan beranjak menghampiri meja lain.
Semakin siang, kedai semakin ramai. Lebih banyak yang berpasangan mengisi set meja. Sembari menunggu, Limora mempelajari buku resep yang telah diselesaikan Marion dan orang-orangnya. Sebagian telah dibagikan kepada pihak-pihak yang akan bertanggung jawab di dapur istana, di antaranya Limora dan Caramel.
Sabia justru asyik memperhatikan jalanan di luar kedai. Hilir mudik penduduk membawa beragam hal dengan gerobak-gerobak terbuka yang ditarik kuda, kadangkala oleh sapi atau kerbau. Seruan anak-anak terdengar di mana-mana; Berlarian; Memainkan beragam permainan; Mengisi waktu menjelang makan siang.
Pesanan mereka datang bersamaan masuknya dua sosok yang sangat dikenal Sabia. Dua manusia yang sejujurnya tidak dia harapkan hadir di sana. Saat memperhatikan salah satunya, Sabia teringat mimpi buruk yang membuatnya harus bangun lebih awal dan tidak mau melanjutkan tidur. Sosok berambut panjang dalam mimpinya sangat mirip dengan wanita beriris aquamarine yang selalu menggelayut manja di lengan Si Ikal Menyebalkan.
Kenapa harus bertemu mereka di tempat seperti ini, sih? Mengganggu nafsu makan saja.
Sabia pura-pura tak melihat. Langsung melengos ke dinding kaca di sampingnya. Berharap bahwa mereka tidak menyadari keberadaan dirinya dan Limora.
Jangan lihat! Jangan lihat!
Sabia terus berdoa dalam hati.
"O? Egan, lihat! Bukankah dia Sabia dan Limora?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kitchen Doctor Season 1
FantasíaSebuah portal sihir muncul di kamar Sabia Nuala setelah tujuh hari kematian sang nenek. Sesuatu menarik paksa Sabia, berputar-putar dalam lorong waktu aneh, berakhir tersungkur di aula rapat Kerajaan Vlemington. Kedatangan yang disambut sorak-sorai...