Jenggala Mikkael

25.9K 1.1K 19
                                    

"Gue gak kaya, lo liat Rubicon, Ninja, barang-barang branded yang gue pake, masih duit bokap."

-Jengga-

Jeep Rubicon warna hitam melewati gerbang dengan gagah, pemuda di dalamnya menyetir tanpa gangguan apapun sampai terparkir apik di parkiran kampus. Dia melepas kacamata hitamnya dan menaruhnya di dashboard kemudian turun dari mobil.

Kenalin, namanya Jenggala G Mikkael.

Jenggala tidak tau mengapa saat ia masuk kampus satu huruf jadi pemisah dua kata namanya. Si bapak sepertinya tidak ingin terlupakan begitu saja, mengingat tidak punya marga nama dan memilih menaruh inisialnya saja di tengah-tengah.

Memasuki semester tujuh, Jenggala masih santai-santai saja dengan program KKN yang di adakan pihak kampus, toh iya juga sudah mendaftar KKN Regular dan tinggal menunggu hasil, katakan dia pemalas dan enggan ikut membuat kelompok Mandiri seperti teman-teman fakultas lain, tapi dia memang malas ribet.

Setiap ke kampus, Jenggala selalu tampil casual dengan ripped Jeans pensil juga kaos hitam polos saja, biasanya dia balut dengan jaket atau hoodie, namun cuaca Jakarta kali ini membuatnya gerah dan panas, ditambah dengan pemandangan yang baru saja dia lihat.

Putia Asmiranda.

Sudah bertahun-tahun lamanya tapi perasaannya masih sama, si gadis datang dengan di bonceng seorang pemuda yang entah siapa, Jenggala tidak tau. Tatapan mereka bertemu, baru saja Jenggala hendak senyum namun Putia lebih dulu memalingkan wajah.

Mereka satu SMA, tapi belum pernah sekalipun mengobrol panjang atau berbincang-bincang. Mimpi saja kamu Jengga! Putia saja menghindar terus ketika kamu mencoba mendekatinya. Ternyata kejadian masa SMA yang menimpa Putia dulu membuat si gadis sedikit trauma dengan Jenggala.

Kabar yang beredar, Putia juga sempat mendapat perundungan karena sikap Jenggala yang bodoamat dengan gosip mereka pacaran dan sama sekali tidak membantah, alhasil rasa benci Putia semakin memuncak, "Jenggala!"

Tidak ada panggilan Kael disini, semua orang memanggilnya dengan Jenggala. Tapi, entah mengapa dia masih terbayang-bayang saat Putia memanggilnya dengan 'Jengga' dulu. Si gadis menerima kunci motor dari pemuda yang tadi datang bersamanya kemudian pergi.

"Kenapa?"

Roki menepuk bahu Jenggala, "Jadi gimana?"

"Gue udah bilang, gue daftar KKN Regular."

Kedua beranjak dari parkiran dan berjalan beriringan kemudian duduk di kelas, "Serius?"

Jenggala mengangguk yakin, "Lo terkenal di kampus. Kenapa gak bikin kelompok sendiri, lokasi KKN gue bisa milih sendiri, enak kan?"

"Enakkan KKN Regular lah, kalo udah daftar tinggal nunggu hasil. Kelompok udah di bikin, lokasi udah di tentuin, progja udah di kasih, hayo."

"Yakin lo bisa tinggal di luar Jawa? 45 hari tinggal di desa yang masih tertinggal,"

Jenggala sempat terdiam kemudian berdeham.

"Nyari pengalaman, gue gak masalah."

"Coba aja kalo dulu mau masuk kampus swasta, pasti gak bakal ada embel-embel KKN, paling skripsian."

Jenggala memutar bola matanya ke atas, entah sejak kapan ini jadi kebiasaan, tapi hal ini bisa membuat Jenggala di anggap seperti perempuan, "Ngeluh mulu!"

"Bukan ngeluh, gue gak sanggup aja jauh-jauh dari nyokap," Jawab Roki.

"Dasar anak Bunda!"

Roki terkekeh saja ketika Jenggala meledeknya.

Jenggala tidak sabar dengan program KKN ini, bukan maksudnya dia tidak sabar terlepas dari tanggung jawabnya sebagai CEO magang di kantor si bapak. Bukannya Jenggala tidak suka, tapi ia selalu merasa risih karena banyaknya karyawan perempuan yang terang-terangan memujinya saat dia sendiri. Beda lagi jika berjalan bersama di bapak, Jenggala hanya akan melihat wajah mereka menunduk sopan.

Si bapak membebaskan Jenggala masuk fakultas manapun, meski dia di beri pilihan masuk kampus bagus dan kalau bisa ke luar negeri, tapi ternyata Jenggala tidak mau jika harus hidup di negeri orang, bukan karena bahasa Inggris nya minim atau dia sudah beradaptasi hanya saja Jenggala tidak ingin jauh-jauh.

Indonesia saja, kampus disini juga tak kalah bagus. Dan hal itu selalu menjadi alasan Jenggala ketika beradu argumen dengan si bapak. Jenggala paham, orang tua mana yang tidak ingin anaknya pintar, punya gelar, dan berpendidikan tinggi. Jenggala juga paham ketika si bapak mengusulkan universitas luar negeri karena si bapak memang tidak berkuliah di Indonesia.

Saat dia lulus sekolah, si bapak membawa mereka liburan pergi ke Amerika. Jenggala tau, itu hanya trik supaya si anak tertarik dengan dua kampus yang mereka datangi, tapi si bapak menyerah. Jenggala masih tetap pada pendiriannya.

Jenggala, si anak yang katanya hits fakultas ilmu politik.

____

Keluar dari zona nyaman.

Ready?

Hai, Jengga!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang