38# Laki-laki Virgo

2 0 0
                                    

Selamat ulang tahun Go! Kado apa ya yang kira-kira istimewa untukmu? Aku tak punya cukup uang jika harus memenuhi inginmu, lagi pula kau bisa membelinya. Eits, tapi satu hal yang tidak bisa kau beli. Ketulusan.

Sini, biar kusampaikan sesuatu. Sebuah ungkapan ketulusan yang tidak mewakili apa-apa selain perasaan yang kerap di luar nalar manusia.

Go, masih ingat nggak pertama kali kita ketemu kayak apa?
Aku yakin kamu pasti sudah lupa.

Aku Go, sangat ingat.

Kali pertama melihatmu, aku tersipu. Temanku berceloteh, katanya kau adalah bagianku. Aku sadar, saat itu, untuk sepersekian detik aku mengaminkan. Sepersekian detik, aku telah menjadi pengkhianat bagi seseorang yang lain, yang mungkin sedang memperjuangkan aku dengan caranya.
Kehadiranmu membawa suasana baru bagiku. Seperti benih pohon yang ditanam di lahan tandus. Di tempat ini, aku sebelum ada dirimu adalah aku yang mehanan segala sesuatunya sendirian. Aku berteman, tapi masih banyak rasa segan. Adanya kamu, aku akhirnya punya teman bertengkar.

Sejak saat ada kamu di sekitarku, sepi yang kerap ada perlahan menghilang. Sepiku, justru saat tak kutemukan kamu di sudut manapun. Aku paham betul, semua perasaan ini adalah hal yang tidak semestinya ada. Aku, mungkin melebihi batasku. Namun aku selalu berdalih, aku dan kamu teman, apa yang kita lakukan masih dalam batas wajar. Padahal aku tahu, justru hatiku yang sedang tidak wajar.

Aku tak habis pikir, mengapa aku tak punya rasa malu, pun begitu tak tahu diri. Mengharapkanmu? Aku menertawakan diriku sendiri. Berani sekali. Kamu, seseorang yang selalu mendapatiku bekerja dengan tergesa tanpa aturan, kerap panik tak karuan, daya tangkap yang lamban, hingga bersedih sendirian. Terlalu berani rasanya memperlihatkan diriku yang sebenarnya padamu.

Sialnya, mengapa waktu seolah berusaha untuk mendekatkan kita? Sama seperti saat perjalanan kala itu. Perjalanan yang membuatku meyakinkan hati bahwa ada perasaan yang perlu kita jaga. Meski jujur saja, percakapan denganmu membuat aku mulai mengagumimu. Iya, sekadar kagum, karena jika cinta, lantas perasaan apa yang sedang aku pupuk untuk seseorang di luar sana yang sedang kutunggu? Aku kagum pada keberanianmu, pada caramu bercerita, pada ceritamu, pada dirimu yang apa adanya.

Aku ingat betul apa yang aku katakan saat itu. Kata-kata takabur yang terlihat sangat angkuh. Terdengar seperti aku mampu meramal masa depan.

"Kau tahu, akhir cerita kita hanya berakhir pada percakapan malam ini, karena kamu memilih bersamanya, pun juga aku."

Entah terdengar pembelaan atau apapun, tapi aku pikir kita mengakhirinya dengan baik, dengan berusaha tidak menyakiti siapapun, awalnya.

Betapa angkuhnya memang manusia ya Go, kita lupa bahwa hati kita bukan milik kita. Ada yang mengaturnya. Sang Pengatur membuatku mulai jatuh cinta padamu. Waktu menuntun kita untuk saling memilih. Meski rasanya ini salah, tapi kita mengakhiri cerita sebelumnya dengan upaya yang baik.

Sejak ada kamu di kehidupanku, aku mulai risau tak bisa lagi mengatasi ketidakwajaran. Aku berupaya, sungguh. Aku mencari alasan untuk tetap bertahan di sisi seseorang yang jauh di sana. Aku mencari alasan, mencari jawaban, mencari kata setidaknya "tunggu ya, bertahan", tapi alasan itu tidak pernah aku temukan. Aku menawarkan untuk lepas, ia merelakan, dan tidak ada sisa-sisa penyesalan. Aku tidak pernah menyesal bertemu dengannya, juga tak pernah menyesal melepaskannya.

Memilihmu Go, bukan perkara mudah. Memilihmu butuh keberanian besar. Memulai segalanya dari nol (lagi). Kamu, masih sangat asing bagiku. Memilihmu, aku tahu betul harus menerima segala konsekuensinya. Salah satunya, menunggumu lebih lama. Namun tetap saja, aku tidak tahu alasan tepat mengapa memilihmu. Bersamamu, aku memilih menekan segala mimpi, segala ingin, juga angan, karena aku tahu, denganmu, kita harus memulainya perlahan. Tapi sekali lagi Go, kita ini milik Tuhan, semoga Ia mau membuat kita saling bertahan.

LANGKAH KAKI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang