21# Bahagia yang Sederhana

28 3 1
                                    

"Hahahahahahahahaha” Kayla tergelak. Sedari tadi ia sibuk mengamati ikan di dalam aquarium yang berenang ke sana kemari.

“Apaan sih, gila kamu tuh lama-lama. Apanya yang lucu?” Tanyaku.

“Lihat coba itu ikan lelenya berjejer gitu, kayak baris berbaris. Lucu.” Jawab Kayla, masih dengan antusias.

Begitulah Kayla, bisa tertawa karena hal-hal kecil, hal-hal yang bahkan tidak pernah terpikirkan sama sekali oleh nalarku.

Menurutmu, bagaimana kehidupan seorang Kayla yang bisa menertawakan hal-hal remeh? Apa selalu bahagia? Dulu aku beranggapan seperti itu, bahkan aku sempat merasa iri. Hidupnya terlihat menyenangkan, seperti tak memiliki masalah.

Kau tahu? Jika kau berpikiran sama denganku, maka dugaanmu salah. Kayla pernah menjalani hari-hari yang berat, bahkan mungkin hingga saat ini.

Kayla lahir dari kehidupan yang sederhana, dari orang tua yang sederhana, dan mimpi-mimpi yang sederhana. Kayla anak pertama dengan satu adik perempuan. Setiap harinya ia berupaya untuk menjadi seorang kakak yang bertanggung jawab. Ia punya mimpi yang sederhana dengan tujuan yang besar, mimpi yang hanya ia dedikasikan untuk ayah, ibu dan adiknya. Baginya, kebahagiaan mereka adalah kebahagiaannya. Maka ia berusaha mencari kebahagiaan dengan membahagiakan mereka. Sayangnya, perihal bahagia dan membahagiakan tidak semudah itu bukan? Ada banyak hal yang harus dikorbankan.

Kayla, dulu aku hanya mengenalnya sepintas saja. Keceriaannya selalu terlihat menyenangkan dan menenangkan. Namun, semakin aku memperhatikannya semakin aku tahu, ada banyak hal yang ia pendam sendirian.

Kayla berhasil menutup rapat semua lukanya dengan senyuman, dengan tawa candaan. Aku hampir tertipu, tapi dia gagal. Sekuat apa pun seseorang, satu waktu pertahanannya akan hancur. Dinding-dinding yang ia bangun tinggi mulai roboh, membiarkan aku memasuki kehidupannya. Aku tentu tak berhak mencampuri urusannya, aku enggan menjadi lancang untuk bertanya tentang bagaimana ia melalui hari-harinya, aku hanya ingin berusaha menjadi sahabat yang baik untuknya.

Melihat Kayla, seperti berkaca pada cermin. Kami sama-sama pandai menutup luka, ia dengan tertawa, aku dengan diam. Kami sama-sama dihantui rasa takut, takut yang tak bisa dipahami orang lain. Ada satu hal yang kubenci dari dirinya. Ia selalu menyalahkan dirinya sendiri. Persis sepertiku, dan aku benci melihatnya seperti itu. Aku paham betul bagaimana rasanya menjadi Kayla hingga aku takut dan menerka-nerka apakah ia pernah ada dalam posisi ingin menghilang sepenuhnya? Semoga tidak.

Satu waktu, aku mencoba mengenal sumber kebahagiaan Kayla –Ayah dan ibunya. Aku yang terbiasa sendirian, awalnya merasa asing. Namun ternyata kebahagiaan itu menular. Kayla berbagi kebahagiaannya denganku.

“Ayahku, adalah ayahmu. Ibuku, adalah ibumu. Adikku, adalah adikmu. Aku? Adalah kakakmu. Hahaha”, katanya menghiburku. Lucu bukan? Dua orang penakut yang saling memberi penghiburan.

Bersama mereka, aku mengenal bahagia yang sederhana. Hidup mereka bukan tanpa masalah, tapi bersatu menghadapi masalah itulah yang menjadi inti kebahagiaannya. Mereka tertawa, bersenda gurau bersama, meski pikirannya mungkin sedang tak di sana, meski kadang hati mereka tak sepenuhnya sedang tenang.

Kayla dan keluarganya mengajarkan aku banyak hal, terutama bagaimana menjadi hangat. Mereka membuatku sadar bahwa setiap orang di muka bumi ini memiliki masalahnya sendiri, terlalu bodoh rasanya jika aku berpikir masalah hidupku yang paling berat sedang orang lain di luar sana memiliki beban hidup yang berkali lipat.

Tawa Kayla mengajarkan aku untuk menjadi kuat meski sesekali runtuh di hadapan orang lain pun bukan suatu kesalahan. Segala upayanya untuk terlihat baik-baik saja mengajarkan aku untuk tidak menjadi seseorang yang jahat dengan melibatkan orang lain atas segala kesedihan yang terjadi. Terima kasih Kayla, tetaplah menjadi dirimu, percayalah kamu sudah melakukan hal yang benar, jangan pernah menyesal. Kebahagiaan menunggumu.

LANGKAH KAKI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang