22# Langkah yang Dipercepat

23 3 0
                                    

Orang bilang, usia 25 bagi perempuan adalah usia rawan. Rawan ditanya “kapan menikah?”. Sialnya, aku yang satu tahun lagi menuju pada usia tersebut pun sudah disibukan dengan pertanyaan yang sama. Sebenarnya bukan masalah untukku, aku bisa menghadapinya dengan pura-pura tak mendengar. Hanya saja, tidak bagi orang tuaku. Maklumlah, aku berasal dari desa kecil. Kau tahu? Sepertinya cara berpikir orang-orang di desaku terlalu kolot, mereka akan menjadi nyinyir pada perempuan yang belum menikah di usia yang katanya “cukup matang”. Aku adalah anak bungsu dari empat bersaudara, semua kakakku sudah menikah. Maka, semua orang mulai menyorotiku. Fenomena menikah muda tengah menjadi perbincangan hangat yang membuatku kadang kasihan melihat Ayah dan Ibu yang turut mendapatkan pertanyaan “kapan”.

Bukan tak mau, siapa pula perempuan yang tak ingin segera diberi kepastian? Tapi menikah kan masalah waktu yang tepat, mungkin saja Allah memang sedang mengujiku agar menunggu sedikit lebih lama. Bukankah langkah menuju pernikahan itu perlu teratur? Perlu strategi? Tak usahlah terlalu dipercepat. Setiap orang pasti punya waktunya. Menikah bukanlah perlombaan, tidak akan pernah ada pemenang di dalamnya.

Aku ingin, tentu. Pernikahan adalah mimpi yang aku nantikan bisa menjadi nyata. Aku sudah punya pacar. Namanya Galang. Hubunganku dengan Galang sudah lebih dari 3 tahun, tentu aku mengharapkan ada keseriusan di dalamnya. Terkadang mempertahankan ikatan yang sebatas pacaran membuatku bosan, jujur saja. Rasanya semakin lama semakin hambar. Bukan, bukan aku tak mencintai Galang. Hanya saja ternyata semakin dewasa semakin aku paham bahwa hidup berdua bukan melulu soal cinta, namun juga komitmen, itulah mungkin alasan mengapa banyak pasangan yang lahir melalui proses taaruf bisa lebih langgeng.

Aku dan Galang pernah membahas ini, kami juga punya mimpi bersama soal masa depan. Namun, memang melangkah pada jenjang selanjutnya bukanlah hal yang mudah. Aku perempuan, bisa apa selain menunggu? Sedang Galang, aku tahu baginya pun tak mudah. Usia Galang lebih muda dariku dua tahun, ia anak pertama dengan dua orang adik. Tentu berat baginya mengambil keputusan untuk menikah muda sedang ia punya tanggung jawab terhadap adik-adiknya, aku tidak ingin seegois itu hanya untuk memenuhi keinginan aku dan kedua orang tuaku. Namun, aku juga tidak ingin menunggu terlalu lama. Kata orang perempuan itu dibatasi usia, salah satunya mengenai usia kehamilan kelak. Ah, pada akhirnya aku pun termakan apa yang disebut “kata orang”.

Menunggu, dulu aku rasa aku bisa sesabar itu. Aku pikir kelak aku bisa memafhumi semua sifat dan perilaku yang dimiliki Galang. Namun sekarang, entah karena terlalu lama, entah karena aku jenuh, entah karena kesetiaanku sedang diuji, atau memang aku sedang mencari alasan untuk berpisah, kami jadi sering bertengkar karena hal-hal sepele. Katanya aku banyak berubah. Aku memang banyak berubah, aku tak ingin selalu maklum dengan sikapnya, seolah-olah aku yang berjuang sendirian. Aku hanya perlu bukti bahwa ia benar-benar memperjuangkan.

Aku yang semula tidak mau ambil pusing, jadi mulai berpikir. Aku sudah enggan terlalu berharap. Kenyataan yang ada dihadapanku mengajarkanku untuk itu. Kini aku sedang gamang dengan perasaanku sendiri. Benar, adanya orang baru memang menjadi salah satu alasan mengapa aku banyak berubah. Dia sungguh datang di waktu yang tidak tepat, di saat badai sedang kencang-kencangnya menerpa hubunganku dengan Galang.

Dia, datang membawa karakter yang bertolak belakang dengan Galang. Tidak usah dijelaskan karena aku hanya akan terlihat sebagai perempuan jahat yang tidak tahu diri. Entahlah, perasaanku kini sedang dibuat bingung. Bertahan atau pergi adalah pilihan sulit. Bagaimana pun aku dan Galang sudah melalui banyak hal, berdua. Mungkin ini masalah waktu, mungkin pula masalahnya ada padaku, pada langkah-langkah yang memaksa dipercepat. Aku seperti diminta berlari saat aku masih belum sanggup untuk itu.

Detik ini, cintaku masih berada di tempatnya. Semoga Galang segera menyadari, sebelum ada orang lain yang benar-benar memberi janji kehidupan yang aku mimpikan.

LANGKAH KAKI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang