37# Teruntuk (Ibu)

5 0 0
                                    

Tante…

Ibu…

Ah, rasanya amat canggung memanggilmu. 

Sapaan apa yang sebenarnya lebih baik untukmu…?

Ibu..? Apa itu berlebihan..?

Jauh dari lubuk hatiku, aku ingin memanggilmu Ibu. Bolehkah..? 

Ibu, sebelumnya aku ingin berterima kasih.

Terima kasih  karena telah melahirkan seorang laki-laki baik sepertinya.

Sekarang aku tahu dari mana sikap baiknya berasal.

Ibu, tahukah engkau, anak laki-lakimu memikatku dengan kesederhanaannya.

Dia, seorang pemimpi yang mampu menumbuhkan mimpi-mimpi kecilku. 

Dia, percaya bahwa aku mampu melakukan segalanya dengan baik.

Seseorang yang mengatakan semua akan baik-baik saja di saat aku merasa gagal.

Bu, anakmu, seseorang yang di matanya tak melihat cela pada diriku, seseorang yang di pikirannya tak peduli dengan kekurangan yang ada padaku.

Bagaimana bisa? Sedang aku dipenuhi rasa cemas karena takut mengecewakannya, pun menghancurkan ekspektasimu.

Ibu, nyatanya aku bukan perempuan sempurna yang tanpa cela seperti yang terlihat di matanya.

Aku hanya perempuan lancang yang hatinya dipenuhi dengan perasaan kagum pada anak laki-lakimu.

Aku dengan lancang memiliki rasa ingin memasuki dunianya, menjadi bagian kecil di dalamnya.

Iya, bagian kecil saja, karena sampai kapan pun bagian besarnya akan tetap menjadi bagianmu, ia tetaplah milikmu.

Ibu, sungguh, aku ingin

melihat ia meraih satu per satu mimpinya,

mendengar keluh kesahnya,

merasakan rasa lelahnya,

menjadi saksi bahwa perjuangannya sama sekali tak pernah sia-sia.

Mungkin, ini sebuah ingin yang hanya angan,

Ibu, bahkan jika ini memang hanya angan, 

bahkan jika memang takdir tak mempertemukan, 

mengenalmu, mengenalnya, akan selalu menciptakan kehangatan dalam ingatan.

LANGKAH KAKI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang