13# Pejantan Tangguh 1

73 3 0
                                    

Suasana kelas selalu saja riuh. Hanya dosen dengan status “killer” saja yang mampu membuat mereka tenang. Suaraku yang hanya berbisik ”Ssssssssstttt” tak akan berpengaruh. Jadi, aku biarkan saja.

“Risoooool Risoooool, ayo pada laperkan? Pada belom sarapan kan?”

“Eh gue mau doooong, laper sumpah, tapi ngutang dulu yak siang gue bayaar.”

Di dekat pintu ada mahasiswa yang sedang melakukan transaksi jual beli. Di sudut lain, para cowok sedang asyik membicarakan tentang organisasi, di sampingnya banyak cewek sedang membicarakan make up serta selebgram, sedang kumpulan di sampingku memperdebatkan tempat makan nanti siang.

“Mau makan apa?”

“Pengen ayam serundeng.”

“Serundeng weh unggal poe.”

“sirik aja luuu.. kamu mau apa?”

“Mau ayam cah kangkunglah”

“Ya udahlah yaaa pokoknya di kantin tetangga sebelah.”

“Ke bawah aja yuk ihhh”. Satu orang cowok nyempil tiba-tiba ambil suara.

“Mau apa atuh ke bawah ih capek. Bawa motor tapikan?” Kataku.

“Ngga, berat bawa mah.” Krik krik, aku dan teman-teman lain mikir.

“Kalo mengendarai, iya, gak akan cape. Kan berat kalo dibawa. Anterin ih mau ngambil duit.”
Candaan garing cowok ini disambut dengan tawa terpaksa.

“Ketawa jangan?” Si Yuna menimpali.

“Ya udah makannya mah di kantin tetangga weh atu masa naik motornya dempet lima.” Kataku lagi ingin segera mengakhiri perdebatan soal tempat makan ini.

“Iyeee.”

Begitulah sekilas percakapan geng gak jelas kalau menentukan tempat makan.

Kegaduhan berhenti sejenak ketika sang ketua kelas abadi datang.

“Guys dosennya gak ada.”

“Serius lu, jangan becanda ga lucu.”

“Serius, nih gue dapet WA.”

Seketika kelas gaduh kembali, anak-anak mulai bersorak sorai. Adanya proyektor kemudian dimanfaatkan anak-anak untuk menonton film bersama di dalam kelas.

“Running Maaaaaaan!”

“Ihhh jangan, apaan siih ga ngertiiii.”

“Lucu tauuuuuu.”

“Gak Mauuuuuu.”

“Ya udah, ya udah film Indonesia aja ya biar adil.” Nabs menengahi, dia memilih film Petualangan Sherina.

Kemudian si Yuna mulai beraksi, joged-joged sendiri meniru gaya Sherina.

Kadang aku sulit membedakan, ini kelas kuliah apa kelas anak TK. But trust me, It’s fun!!!

-PRAAAAAAAAAAAAAAANG-

“Issssshhhh ga bisa liat orang tenang sedikit.” Gumamku kesal.

Suara tikus di dapur membuyarkan lamunanku.

Mengingat sebagian memori tentang betapa menyenangkannya kehidupan kampus menjadi rutinitasku sehari-hari ketika sepi menyeruak. Kampus, tempat di mana aku kadang sangat kesal dengan kelakuan orang-orang di dalamnya, namun tempat yang juga aku rindukan sekarang.
Dulu, aku adalah seorang pengecut manja yang ketika pertama kali masuk kampus selalu rindu rumah. Setiap minggu aku pulang di saat banyak orang memanfaatkan waktunya untuk berorganisasi dan melebarkan sayap pengalamannya. Aku masih bermanja bersama pacar, kemana-mana selalu diantar. Hanya ada dua kemungkinan ketika pulang pergi rumah kampus – bersama kakak atau bersama pacar. Gak suka naik bis, apalagi elf, tapi kalau kepaksa, tapi kalau sama pacar, masih mau-mau saja, merasa aman. Duh maafkan aku yang dulu.

LANGKAH KAKI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang