[/////]
"Bunda, Sisi sama Nayla berangkat dulu, ya. Oh, iya. Bunda pulang jam berapa?"
Terjadi perbincangan singkat antara Sisi dan juga Bunda Jane. "Nanti siang, Sayang. Nayla udah sarapan?" Bunda Jane balik bertanya. "Itu lagi makan, Bun. Bye, Bun! Talk to you later!"
"Bye, Si! Hope you and Nayla have a great day!"
Perbincangan berakhir. Sisi menghampiri sahabat karibnya, Nayla. "Udah belom?" tanya Sisi. Nayla yang sedang mengikat tali sepatunya mendongak, menatap Sisi.
Nayla mengangguk. "Yuk!"
Perjalanan ke sekolah terasa menyenangkan. Sisi dan Nayla tak hentinya berbicara panjang lebar, juga saling melontarkan lelucon-lelucon.
Tin! Tin!
Entah ada apa, mobil di belakang mereka meng-klakson mereka. Sisi menoleh. Digo.
"Hai!" Sisi menyapa dengan suara yang kecil. Nayla menyadarinya, ia menoleh ke arah mobil tempat Digo dan Tristan berlindung. Berlindung dari sinar matahari.
"Mau bareng?" tawar Digo lewat jendela mobil mewah itu. Sisi dan Nayla berpandangan, lalu mengangguk bersamaan ke arah Digo.
Nayla dan Sisi menduduki jok penumpang, tepat di belakang Digo dan Tristan. Tristan lebih memilih diam, berbanding dengan Digo yang banyak melontarkan komentar atas perbincangan dua perempuan itu.
"Tristan?" bisik Nayla, sangat pelan. Tepat di dekat telinga Tristan. Nayla melirik Sisi yang tengah asik bercengkrama dengan Digo, memastikan agar kedua insan itu tidak memperhatikan tingkahnya.
Tristan sedikit menoleh. "Hai," sapa Nayla pelan. Tristan tersenyum. Tapi tak seperti biasanya. "Lo kurang tidur, ya? Mata kayaknya berat banget, tuh," ledek Nayla, lalu ia terkekeh pelan. Tristan memandangnya heran.
"Ya gitu.. Lagi banyak fikiran aja," balas Tristan. Akhirnya ngeluarin suara juga, hati Nayla berbisik. "Loh? Itu kan Tobi! Si mantan lo, Si!" Nayla heboh ketika melihat Tobi berjalan kaki dengan khasnya.
"Ew," gumam Sisi pelan. Sisi terbelalak ketika Nayla membuka kaca jendela mobil itu dan menyapa Tobi. "Hai, Tob!" sapa Nayla. Sisi hanya mendumel tidak jelas.
"Eh Nayla.. Eh ada Sisi juga. Eh ada si anak baru juga," cerocos Tobi yang melongokkan kepalanya di jendela yang dibuka Nayla. "Itu supir, Nay? Kok pake baju seragam?"
Sisi geram. Ia mengepalkan tangannya. Lalu mengelus dadanya, sabar. "Itu pacar gue. Lo gasuka, ha?!" bentak Sisi."Dan satu lagi, dia bukan supir! Dia sepupu Tristan, murid kelas sebelah!" sambung Sisi. Sisi beralih pada Digo yang tampak tenang. "Lanjutin jalannya!" perintah Sisi pada Digo.
[/////]
"Baru pertama kali gue ngeliat lo marah sama Tobi sampe segitunya."
Nayla memecah keheningan di mobil itu. Digo tampak melirik dari kaca. Tristan menoleh ke belakang dengan cepat.
"Dia lebih nyebelin dari biasanya."
Nayla terdiam. Sisi berusaha untuk tenang. Sementara Tristan kembali ke posisi semula.
"Tapi gak harus dibentak begitu."
Digo? Semua menoleh ke arah Digo. Tristan memberi tatapan yang diartikan sebagai apa-maksud-lo? Nayla dan Sisi saling berpandangan heran.
"Manusia semuanya sama.. Sama-sama gasuka dibentak. Vampire juga gitu.."
Digo menginjak rem di bawah sana dan melihat ke arah jendela, seolah membayangkan suatu peristiwa pilu yang dialaminya.
[/////]
10 Agustus 2013...
"Lo itu punya janji berapa, sih?! Janjian jam segini datengnya jam segini! Cewek macem apa yang ga tepat waktu?! Gimana cowok mau sama lo?!!"
Kata-kata itu keluar begitu saja dua tahun lalu dari Digo. Ia memarahi perempuan yang kebetulan memiliki janji dengannya.
Namun sayang, ia tak bisa mengontrol emosi saat berhadapan dengan Salsa yang tak bisa menepati janjinya.
Salsa kaget. Ia jatuh tersungkur saat sebuah tamparan mendarat halus di pipinya.
Masalahnya, Salsa merupakan perempuan yang sempurna di mata Digo. Benar. Digo menyukai Salsa.
Dan dia tak bisa mengontrol emosi saat Salsa tak menepati janji untuk datang ke taman pukul 4 sore dua tahun yang lalu.
"A..A...Aku cu-cuma telat 30..menit, kok.." suara Salsa bergetar,takut.
"Cuma? Cuma lo bilang?"
Digo berjalan mengitari Salsa yang tersungkur di hamparan rumput taman. Salsa ketakutan. Ia memutuskan untuk bangkit dan berlari cepat menuju jalan raya. Menghiraukan Digo yang meneriaki bahwa truk yang melaju dengan cepat sedang menuju arahnya.
Naas, Salsa yang merupakan manusia biasa tertabrak truk yang melaju dengan cepat. Baru Digo ingin melesat, namun Salsa sudah terbujur kaku.
Salsa berlumuran darah.
Digo tidak bisa memaafkan dirinya.
Semenjak itulah ia takut membentak dan dibentak orang.
[////]
Sehari lagi, tepat peristiwa itu. Digo tak siap harus pergi ke makam Salsa seperti rutinitasnya setiap tanggal 10. Tanggal kematian Salsa..
"Digo? Jalanin mobilnya! Nanti kita telat!" tegur Sisi.
Digo tersadar dari lamunannya dan segera menjalankan mobilnya kembali.
>>>>
Part terpanjang yang pernah aku tulis hft. Untung gak makan waktu banyak buat nulis hehe.
20 Votes for Part 25?
÷÷÷
Baca cerita lain aku;
1. Detektif Ali [new story]
2. I Can See Your Love

KAMU SEDANG MEMBACA
Different Love Story
FanfictionCerita pertama di Wattpad aku, masih sangat amat abal. Silahkan kalau mau baca. :) *Tidak ada deskripsi, silahkan langsung baca.* {06-01-16 : #83 in Fanfiction}