Hari ini Nayla tidak enak badan. Tetapi meski ia sudah dipaksa Sisi dan Bunda Jane untuk tidak masuk sekolah, Nayla tak menurut. Ia akan masuk sekolah, dan dijemput Tristan.
"Nay, aku udah di depan rumah," kata Tristan saat Nayla menelfonnya. "Iya. Aku ke sana sekarang, ya," kata Nayla dengan suara bindengnya.
"Hai, Sayang," sapa Tristan. Ia tak menunggu di mobil. Ia menyandarkan tubuhnya di pintu mobilnya. "Hai," sapa Nayla. "Kalo sakit kenapa masuk?" Nada bicara Tristan terdebgar khawait dan.. sedikit ketus.
"Aku udah mendingan dari kemarin, seenggaknya." Tristan mengangguk. Ia lalu masuk ke dalam mobil dan bersiap untuk menjalankan mobil.
Nayla masuk ke dalam mobil. Tidak, ia tidak duduk di sebelah Tristan, tetapi di jok belakang. "Tristan, hari ini a-"
"Duduk depan bisa kali. Aku bukan supir," kata Tristan ketus. Ia menatap Nayla dingin, dan.. tajam. Nayla baru ingin menjelaskan tapi perkataannya dipotong oleh Tristan pun langsung menatap Tristan, bingung.
"Ka-kamu kenapa, sih? Kan kamu tau aku lagi sa-" kata Nayla, namun lagi-lagi dipotong. "Tempat duduk sama sakit gak ada hubungannya," ucap Tristan tegas.
"Ya jelas ada, dong. Kalo aku tambah sakit gara-gara AC di mobil kamu gimana? Kamu mau aku gak masuk sekolah terus aku sakit gitu?" Nayla mulai melawan.
Ia tak tau ada apa dengan Tristan sampai-sampai ia merubah sikapnya terhadap Nayla. "Oh kalo kamu gak masuk? Aku bakal kangen tuh," kata Tristan dengan nada sarkastik. Nayla terasa dihantam bebatuan tajam di hatinya.
"Terserah kamu, deh. Aku gak jadi sekolah. Mood aku udah ilang, sakit aku tambah parah nih kayaknya." Nayla langsung meraih knop pintu di sampingnya. Ia membanting pintu mobil Tristan setelah memastikan tak ada yang tertinggal.
"Pertama, aku gak peduli kamu mau jadi sekolah atau engga. Kedua, silahkan gak sekolah. Ketiga, emang ada yang nanya kamu jadi sekolah apa engga?" Tristan membuka jendela mobilnya. Nayla terdiam. Ia memutuskan untuk berbalik badan dan kembali masuk ke rumah.
Suara keras dari bantingan pintu Nayla membuat Bunda Jane keluar dari kamarnya, sementara Sisi, ia sudah berangkat sebelum Nayla.
"Kamu kenapa, Sayang? Cerita sini sama Mama." Bunda Jane memeluk anaknya itu dengan hangat. Ia mengelus rambut panjang Nayla.
"Tristan, Ma." Nayla mulai menceritakan semuanya. Di mulai dari kemarin malam. Bahkan Nayla menunjukkan isi-isi pesan Tristan yang tidak mengambarkan Tristan adalah 'Tristan'.
"Cowok selalu mengubah sikapnya kalo dia sudah bosen," nasihat Mama. "Tapi sepertinya tidak pada Tristan. Ia seperti ketakutan saat Mama ngintip kalian tadi."
"Ketakutan? Maksudnya?" tanya Nayla bingung. "Mungkin ada yang neror dia, jadi dia merubah sikapnya."
"Tapi, siapa yang tau apa yang terjadi? Ya, kan? Gak usah dipikirin, coba tanya Tristan pelan-pelan. Tanya kenapa dia ngubah sikapnya. Tapi, kalo dia tiba-tiba pengen putus atau break atau semacam itu, kamu tanya dulu apa alasannya, baru setelah itu, keputusan ada di tangan kamu."
"Atau boleh juga kamu yang putusin dia kalo udah gak tahan," lanjutnya. Nayla hanya mengangguk-angguk. "Nay ke kamar ya, Ma." Nay adalah panggilan Nayla, khusus untuk Sisi dan Bunda Jane, dan Tristan.
Di kamar, Nayla hanya memandangi foto Tristan dan juga Nayla saat di taman, tepatnya saat Galang tertangkap basah mengintai mereka. Foto tersebut ia cetak dan dibingkai. Lalu dipanjang. Tepat di meja kecil yang terdapat lampu tidur di sebelahnya.
"Asal kamu tau aja rasanya gimana liat perubahan sikap kamu.." Nayla mengambil foto tersebut dan memeluknya erat. "Aku sayang kamu, Tristan." Nayla meletakkan kembali foto itu. Namun dibalik, foto tersebut menghadap ke meja, jadi Nayla hanya melihat bagian belakangnya saja.
Ada pemberitahuan dari iPhone Nayla. WA. Ia lantas membukanya walaupun ia sudah yakin isinya tak lain mengenai keberadaan dia, atau mungkin kenapa ia tak bersama Tristan.
Sisi Latuconsina
Nay, lo dimana? Kok gak bareng Tristan?
Di rumah. Gue tambah gak enak badan, jadi gak sekolah.
Nayla menghela nafasnya setelah me-lock hp-nya. Ia memandangi lockscreennya, foto Tristan saat ia tertidur. Ia meminta foto tersebut dari Digo. Ia minta Digo mendendap-endap masuk ke kamar Tristan dan memotret Tristan saat tertidur. Foto itu sangatlah imut, menurut Nayla.
"Nay?" Bunda Jane. Nayla menghapus air matanya yang sempat menetes, membenarkan posisi rambutnya, lalu keluar. Nayla membuka pintunya. "Kenapa, Ma?" Bunda Jane menatap Nayla, dari atas sampai bawah. "Belum ganti baju juga?" komentarnya.
"Oh, iya. Lupa. Bentar, ya, Ma. Oh, iya. Kenapa manggil Nay?" tanya Nayla seolah ia baik-baik saja. "Mau manggil buat minum obat, kamu pasti lupa minum obat tadi. Ya, kan?" Nayla tampak berfikir, lalu mengangguk malu.
"Yaudah, ganti baju, minum obat, terus istirahat. Oke? Nanti Mama bangunin pas makan siang buat kamu siap, terus minum obat lagi. Oke?" Nayla mengangguk. Ia pun berlenggang ke kamarnya. Ia mengeluarkan baju kasualnya, tank-top pink pastel dan celana training abu-abu. Ia meenguncir rambutnya menjadi messy bun.
Ia mengambil air putih di dapur dan kembali ke kamar untuk minum obat. Nayla duduk bersila setelah meminum obatnya. Ia meraih handphonenya. Ada pesan, dari Sisi, lagi.
Sisi Latuconsina
Nanti gue mau cerita. Dan nanti Digo ke rumah. Kita pulang cepet guru2 ada rapat. Ada pr, nanti gue kasih tau. Get well Nanay<3
Makasih Sissy Sisi^^
Dengan itu, Nayla tersenyum dan tak lama setelah ia melepas ikat rambutnya, ia tertidur. Dia terlelap dengan tidak memikirkan Tristan. Dimana itu bagus untuk Nayla, jadi ia tak perlu bermimpi tentang Tristan.
Tiga jam kemudian, Nayla bangun dari tidurnya. Ia melihat jam, pukul 11. Ia meraih kuncir rambutnya di meja. Lalu kembali menguncir rambutnya, kali ini dikuncir kuda.
Ia membenarkan letak pakaiannya, lalu keluar kamar. Satu jam lagi Sisi akan pulang. Ia membawa Digo. Nayla pergi ke dapur. Perutnya lapar, meminta makan. Ia memasak, lalu makan. Beruntung ia tak memikirkan Tristan sama sekali.
Ia kembali ke kamar. Ia megambil kemeja hitam lalu mengenakannya. Tank top pink pastelnya terlapisi oleh kemeja itu. Ia menggulung lengan kemeja itu sampai siku. Ia tak mengancing kancingnya. Membiarkannya terbuka karena hawa hari itu cukup panas. Tadinya ia tak ingin Terlebih lagi Nayla sudah merasa lebih baik.
Ia membawa hp-nya ke ruang tamu. Ia memuka pesan-pesan dari Sisi.
Sisi Latuconsina
Naylaa
Nanayyyyyyyyt
Nayyy
Nanaiiii
Naylalalalalala
Nay gue udah di jalan pulang!!Pesan terakhir dikirim kurang lebih 10 menit yang lalu. Nayla tersenyum lalu menguncir ulang rambut panjangnya. Tak lama, pintu rumah diketuk. Nayla memutar kunci yang menggantung, lalu membukakan pintu.
"Hai, Nanay!" sapa Sisi ceria. Digo hanya tersenyum. Tangan mereka seperti biasa, selalu nempel. "Hai," sapa Nayla lalu membalas pelukan yang diberikan Sisi.
"Jadi, gimana sekolah?" Nayla membuka topik. "Hah? Oh.. Untung lo gak masuk. Abis Tristan-" Sisi menghentikan ucapannya karena diberi tatapan Digo yang mengatakan 'jangan-beri-dia-tau-apa-yang-terjadi'.
"Tristan kenapa?" Nayla menatap Sisi penuh tanya. "Si! Digo! Kenapa Tristan?" tanya Nayla. Ia takut ada apa-apa dengan Tristan. "Tris-Tristan.." Sisi memutar otak mencari alasan.
Digo meletakkan handphonenya di meja, membuat Nayla menoleh. Digo menunjukkan foto yang bisa dibilang baru. Foto Tristan bersama teman sekelas mereka, Risa. Nayla tak bisa berkata apapun. Ia hanya memperhatikan foto itu.
________
Panjang nih! Jangan lupa vote ya!

KAMU SEDANG MEMBACA
Different Love Story
FanfictionCerita pertama di Wattpad aku, masih sangat amat abal. Silahkan kalau mau baca. :) *Tidak ada deskripsi, silahkan langsung baca.* {06-01-16 : #83 in Fanfiction}