Part 37

5.7K 357 0
                                    

Pandangan Nayla mulai kabur karena air mata menumpuk di matanya. Perlahan, air mata itu mulai tumpah, membajiri pipinya. Sisi langsung duduk di sebelah Nayla dan memeluknya, erat. Sangat erat.

"Kenapa!? Kenapa gue gak pernah dapet cowok yang sempurna buat gue?! Liat lo, Si. Liat diri lo. Lo bukan manusia, tapi lo bisa dapet semua yang gue inginin! Lo punya orang tua, lo punya pacar yang setia, lo punya semuanya! Kenapa hidup gue rumit? Kenapa?" Nayla melepas pelukan Sisi. Ia berlari ke kamarnya, melapas kemejanya, mengunci pintu, lalu menenggelamkan wajahnya di bantal empuknya.

"Kenapa gue gak bisa punya apa yang gue mimpiin? Kenapa gue gak bisa kayak Sisi!? Apa gue harus jadi vampire biar hidup gue sempurna?!" Nayla melempar bantalnya ke sembarang arah, lampu tidur dan handphone Nayla pun juga menjadi korban.

Nayla duduk bersila di kasurnya. Tangannya menutupi wajahnya. Ia tak bisa berhenti menangis. Dunia seolah tak ada artinya saat ini. Ia tak menganggap semua ada saat ini. Ia hanya ingin satu hal; bisa meluapkan semua emosinya. Dalam tangisan.

Pintu kamar Nayla diketuk. "Nay?" panggil seseorang. Sisi. "Nay! Buka pintunya dong!" seru Sisi. Namun sepertinya Sisi tau sahabatnya itu tak mau diganggu-gugat, Sisi tak memaksa Nayla untuk membuka pintunya lagi.

"Nay? Buka! Ini Mama!" seru Bunda Jane. Tapi Nayla sedang tidak ingin diganggu. Ia ingin sendiri. Nayla tetap menangis. Bahkan, foto mereka, Tristan dan Nayla, turut jadi korban lempar-lemparan Nayla. Nayla tidak peduli apapun sekarang. Ia hanya peduli dan ingin akan satu hal; hidup yang sempurna.

Nayla pergi ke kamar mandi yang ada di dalam kamarnya. Ia membasuh mukanya, berharap semua bebannya hilang. Namun itu tidak membantu. Lihatlah, mata Nayla agak membengkak sekarang. Padahal, ia sudah berhenti menangis. Benar-benar berhenti.

"Apa gue kabur aja?" Nayla berbicara pada dirinya sendiri. Nayla kembali ke kamarnya, mengambil kopernya. Ia memasukkan baju-bajunya dan peralatan mandinya secara asal. Ia mengambil tas kecil hitamnya, lalu memasukkan hp-nya, dompet yang sudah dipastikan masih ada uang dan kartu atm-nya, dan juga foto bersama Tristan yang kacanya sudah pecah.

"Nay, makan dulu," kata Bunda Jane. Nayla menghela nafas, lalu keluar dari kamar. Ia menyembunyikan kopernya di dalam lemarinya. "Dimana Sisi?" tanya Nayla. "Di taman belakang. Udah makan dulu." Nayla menurut.

"Nay ke taman belakang, ya, Ma," kata Nayla. Bunda Jane hanya mengangguk lalu kembali ke dapur. Nayla pergi ke taman belakang. Di sana ada Sisi dan juga Digo. Mereka masih mengenakan seragam.

"Loh, Digo gak pulang?" tanya Nayla membuat kedua insan itu menoleh. Digo hanya menggeleng pelan. "Takut. Nanti Tristan marah-marah," kata Digo. "Iya. Katanya dia nginep di sini," lanjut Sisi. "Lo gapapa?" lanjutnya.

"Gapapa. Gue capek. Masih capek. Pengen rasanya mati aja," kata Nayla.

"Lo capek?"

Nayla menoleh. Tristan. "Lo ngapain?" tanya Nayla ketus. "Udah puas deketin Liora?" lanjutnya. "Lo capek?" ulang Tristan.

"Kalo iya kenapa? Kalo engga kenapa?" Nayla memandang Tristan tajam. "Lo capek?" ulang Tristan untuk kedua kalinya. "Lo mau mati?" lanjutnya. "Kalo lo mau mati.." Tristan mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. "..biar gue tembak." Pistol.

"Tris-Tristan.." Nayla melangkah mundur saat Tristan mendekat. "L-lo mau apa?.." Punggung Nayla sudah menyentuh dinding. "Gue? Gue mau bikin lo mati."

"Si-Sisi! Digo!" teriak Nayla. Tristan sudah berada di depan Nayla. Hanya satu langkah lagi, lalu tubuh mereka akan sangat dekat. Tristan bersiap menembak, Nayla menutup matanya erat.

Nayla tidak mendengar apapun, kecuali; suara deru nafas Tristan dan juga suara yang tidak diketahui berasal dari mana. Nayla menoleh. Tristan berada di sampingnya. Ia menulis sesuatu di dinding.

Itu pistol bohongan. Itu pistol bohongan! Dari pistol itu keluar cat. Pistol macam apa itu!? Nayla melangkah ke belakang Tristan. Ia membacanya "Forgive me?" baca Nayla. Tristan menoleh. Senyum lamanya, senyum yang Nayla inginkan, telah kembali.

Different Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang