Part 25

8.6K 544 5
                                    

"Hei. Kau tak apa?" sahut Sisi. Digo mengangguk. "Tadi kenapa kamu ngebelain Tobi?" tanya Sisi. "Ak-aku.. takut ngeliat orang dibentak.. semenjak peristiwa itu.."

"Peristiwa itu?"

"Y-ya.." Digo menceritakan peristiwa yang membuatnya takut membentak dan dibentak orang. [Baca Part 24]

"Ma-maaf aku bikin kamu inget sama peristiwa itu.." lirih Sisi. "Gapapa.. Semenjak itu aku takut jatuh cinta sama cewek. Tapi akhirnya, aku rasa kamu beda. Aku suka sama kamu udah dari lama, asal kamu tau."

"Sebelom kita kenal?" tanya Sisi. "Sebelom kita kenal."

"Ke-kenapa gak bilang dari dulu?" tanyaku. "Takut."

"Gausah takut buat nyatain perasaan kamu. Suatu saat kalo kamu gak nyatain perasaan itu, kamu bakal nyesel."

"Tapi aku engga. Aku berhasil."

"Ya. Kamu berhasil."

"Aku ke kelas dulu, ya! Ketemu pas pulang!"

[//////]

Tinggal satu pelajaran lagi dan bel pulang akan berbunyi. Namun tidak dengan Tristan, Nayla, dan Sisi. Mereka harus kena hukuman membereskan kantin saat pulang sekolah karena mereka tidak mengerjakan pr.

"Duh.. Gimana kita bisa lupa, ya, Si?" tanya Nayla. Sisi hanya mengangkat bahunya. "Apalagi gue, boro-boro Digo, dia aja beda kelas."

Sisi meraih handphone dari sakunya, lalu mulai menulis pesan untuk Digo.

Me : digo, aku pulang telat
Me : kena hukuman dari Bandit
Me : gapapa, kan?

Sisi mendengar bunyi pesan masuk.

Baby : aku tungguin kamu.

Singkat, namun bisa membuat hati meleleh. Sisi jadi senyum-senyum dibuatnya.

Me : gapapa?
Baby : gapapa.

^ udah kaya tfios ya <- ((abaikan))

Sisi meletakkan kembali hpnya di saku, lalu bergabung dengan Tristan dan Nayla di kantin. Sisi membenarkan letak dasinya, lalu pergi menyusul mereka.

[/////]

"Capek juga, ya," kata Sisi yang melepas rompi hitamnya. Ia berkeringat. "Nih minum buat kalian bertiga."

Digo datang membawa kantung berisi tiga botol aqua. "Ta-" Digo memotong, "Gaada penolakan."
Sisi tersenyum, "Makasih," sahut mereka, kecuali Digo, bersamaan. Digo membalasnya dengan senyuman.

"Huh. Tinggal booth Mang Ikin terus selesai, deh." kata Nayla. Ia sedang menyeka keringatnya menggunakan rompi hitamnya yang ia lepas, seperti Sisi. "Nih tisu." Tristan memberi sekotak tisu. "Thanks."

"Mana Sisi?" tanya Nayla. "Tuh," Tristan menujuk ke arah booth Mang Ikin. "Yuk kerja." Nayla menarik tangan besar Tristan.

Mereja bekerja keras untuk itu. Mereka membagi tugas, Sisi membersihkan meja, Tristan mengelap kompor, Nayla menata piring dan alat makan lainnya. Digo bertugas menyapu dan mengepel lantai setelah mereka selesai.

"Maaf, ya. Kamu jadi ikut bantuin," kata Sisi saat di mobil. "Gapapa. Ada seri tv yang mau aku tonton, jadi biar cepet."

"Ga ngerepotin, bener?" tanya Nayla. Digo mengangguk. "Nay, udah bilang Bunda belom?" tanya Sisi. "Oh iya!" sahut Nayla. "Yah, habis..." Sisi menoleh, "Biar gue aja."

Me : bun
Me : bunda
Me : bunda jane
Bun❤ : yes darl
Me : we're on our way home
Bun❤ : why are u guys late??
Me : punished
Me : by a bandit
Bun❤ : ?
Me : my teacher name is Bandi but sometimes aku manggil dia bandit
Bun❤ : you rude....
Me : sure I am
Me : bye bun
Me : love u
Bundasdfghjkl : hate u too darl
Me : ook

"Apa kata Mama?" sahut Nayla. "Nih baca." Sisi menyerahkan hpnya. "Wow..." ucap Nayla, lalu tertawa kecil.

"Is there something funny?" kataku. "Mama is."

"You guys have a funny mother, haven't you?" Tristan bertanya. "Engga juga. Kadang dia galak, kadang bisa manja, kadang bisa kayak anak gaul."

"Udah sampe." Digo membuka mulut. "Makasih, Digo," ucap Nayla lalu turun, Tristan juga. "Makasih, sayang." Sisi mencium pipi Digo. "Bye," lanjutnya.

÷÷÷

10 votes for part 26?

Different Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang