ASO-PART 37

2.4K 72 0
                                    

Sean meletakkan piring kosong beserta gelasnya di atas nakas. Ia dengan berhati-hati meletakkan sebuah bantal pada headboard.

"Jangan tidur dulu, tidak baik."

Anzalia tersenyum tipis, ia menyandarkan punggungnya. "Terima kasih."

Pria itu pergi mengembalikan piring dan gelas setelah itu ia duduk disamping gadis-nya. Tangan besarnya menggenggam lembut kedua tangan Anzalia.

Sean tidak berbicara tetapi satu tangannya ia gunakan untuk mengusap genggaman tangan mereka berdua.

"Terima kasih sudah menemaniku, Sean."

"No. Sudah tugasku seperti itu, tidak perlu berterima kasih."

Bibir tipisnya tersenyum, Anzalia menatap genggaman tangan mereka. "Kamu tidur dimana nanti?"

"Tidak tahu." dusta Sean. Padahal ia sudah merencanakan akan tidur dengan sang kekasih. Kebiasaan yang satu in sangat sulit ia kendalikan. 

Anzalia memicingkan matanya, sedikit tidak percaya jawaban Sean. "Kamu jangan aneh-aneh ya disini."

"Aku tidak pernah aneh-aneh, baby. Kamu tidak percaya padaku?"

"Di rumah ini kan kamarnya cuma ada dua, Kak Adit pasti udah nawarin buat kamu tidur disana, kan? Dan kamunya gak mau."

Tepat sekali. Tebakan Anzalia memang benar, Sean semakin melebarkan senyumnya. Gadis-nya yang paling tahu tentang dirinya.

"Aku tidur denganmu, saja."

"Sean."

"Yes, baby."

Gadis itu menatap tepat kedalam bola mata hazel itu. Tatapan memohon itu sangat asing bagi Anzalia. "Aku gak bisa."

"Selama kita disini, saja, baby." Ya, karena setelah mereka pulang, mereka berdua sudah bukan sepasang kekasih lagi.

Sean sudah mempersiapkan semuanya, tinggal kehadiran mereka berdua saja. Oh, Sean sampai lupa memberitahu Aditya tentang hal ini. Mungkin setelah ini ia akan memberitahu kakak dari gadis-nya itu.

"Fine. Tapi kamu jangan macam-macam, kalau sampai kamu seperti itu...aku gak mau sama kamu lagi."

Terkekeh geli, Sean mengangguk. "Iya, baby."

Selanjutnya, mereka berdua berbincang ringan. Membahas berbagai hal-hal yang lucu, karena Sean berharap gadis-nya bisa melupakan kesedihannya itu. Ia akan berusaha melakukan hal apapun agar gadis-nya tidak larut dalam kesedihan.

Ketika Anzalia bersedih seperti ini, hatinya terasa sakit. Ia seperti Pria yang gagal melindungi sang kekasih dari kesedihan dan keterpurukan.

"Aku ingin kamu tidak berlarut dalam kesedihan itu, baby. Aku tidak bisa melihatmu seperti itu, sungguh."

Wajahnya masih terlihat sendu, tetapi Anzalia berusaha untuk tersenyum. Tangannya ikut serta mengusap genggaman mereka berdua. "Terima kasih selalu ada untukku. Aku tidak bisa janji untuk tidak bersedih lagi, tapi aku akan berusaha."

Sean ikut tersenyum mendengarnya, hatinya merasa sedikit lega. Entah mengapa semakin kesini, ia menjadi Pria yang berbeda dari dirinya yang dulu. Ia cenderung lebih mementingkan perasaan gadis-nya. Terlebih lagi, ia menjadi sosok Pria yang lembut dan penuh perhatian.

"Aku suka dirimu yang seperti ini."

Lagi-lagi bibir tebalnya melengkungkan sebuah senyuman penuh cinta. Sean akan berusaha dan bertekad merubah sifat dan sikapnya yang buruk. Itu semua demi membahagiakan sang kekasih.

"Aku akan berusaha lebih baik dari diriku yang dulu, baby."

Anzalia mengalihkan pandangannya, ia tampak ragu untuk mengatakan sesuatu. Ia takut akan merubah suasana hangat ini. Dengan lirih ia bertanya, "Aku ingin kamu tidak mengacuhkan Kaindra lagi."

Sean sempat mengeraskan rahangnya, tetapi itu tidak berlangsung lama. Sekuat tenaga ia mencoba memberikan senyum tipis agar gadis-nya lebih nyaman. "Apa kamu tau kenapa aku tidak menerima bayi itu?"

"Tidak, tapi aku ingin dengar alasanmu."

"Ini mungkin akan sedikit menyakitkan untukmu."

"Tidak apa, aku akan mendengarnya."

Pria itu menghembuskan napas beratnya, "Dulu aku dijebak oleh selingkuhan Papa. Bodohnya saat itu aku tidak bisa mengendalikan diri akibat obat yang telah diatur dengan dosis tinggi. Setelah itu semuanya berjalan normal, lalu tiba-tiba ada seorang wanita mendatangiku dengan seorang bayi di gendongannya. Wanita itu mengaku bahwa bayi itu adalah darah dagingku sendiri. Aku marah karena gagal mengendalikan diriku hingga menghasilkan bayi itu."

Sean menjeda ucapannya, ia mencium kedua punggung tangan Anzalia. "Aku sudah berusaha menyangkalnya, tapi lagi-lagi kenyataan seakan meruntuhkan kewarasanku saat itu. Aku mengabaikan mereka berdua dan menyuruh wanita itu pergi dari kehidupanku selamanya dengan memberikan dia uang. Tapi hari itu, kamu menyaksikan sendiri bayi itu sudah berada dirumahku." sambungnya. Sean sedikit menghilangkan beberapa kalimat yang dapat menyinggung gadis-nya.

"Aku sangat benci."

"Heii, walaupun aku tidak tau perasaanmu seperti apa. Tapi, Kaindra tidak bersalah. Jangan mengacuhkan bayi kecil yang tidak tau apa-apa. Aku tau itu sulit, tapi aku juga yakin kamu bisa menghapus kebencian itu."

Kecupan singkat Sean bubuhkan pada dahi Anzalia. "Hm, sekarang tidurlah." Anzalia menurut, ia merebahkan tubuhnya lalu Sean menyelimuti hingga sebatas dada. Pria itu tidak ikut tertidur, melainkan mengusap kepala gadis-nya sampai tertidur kembali.

Mendengar napas teratur Anzalia, Sean perlahan bangkit dari ranjang dan keluar kamar. Mata hazelnya melihat Aditya tengah duduk bersandar di sofa. "Aditya." panggilnya saat ia juga duduk di seberang.

"Anzalia sudah tidur?"

"Ya, baru saja."

Aditya mengangguk, ia memejamkan kedua matanya kembali. 

"Ada sesuatu yang ingin saya sampaikan." Aditya langsung menegakkan tubuhnya, ia tahu dari nada yang Sean lontarkan itu akan menjadi pembicaraan yang serius.

"Katakan."

Sean tampak terdiam beberapa detik, berusaha menetralkan perasaannya yang gugup. "Aku dan Anzalia akan menikah secepatnya."

Aditya kaget mendengarnya, perasaan haru dan bahagia tiba-tiba menyeruak kedalam hatinya. "Kamu yakin?"

"Ya, sangat. Rencananya kami akan menikah dalam beberapa hari ini, tetapi urung karena musibah kemarin."

Menghela napas pelan, Aditya bertanya dengan ragu. "Apa kamu sudah memikirkan semuanya dengan matang? Maksud saya, ehm kita berbeda baik dari segi apapun. Saya tidak meragukan perasaanmu pada Anzalia, hanya saja perbedaan itu menganggu saya."

"Kamu tenang saja, Aditya. Saya sekarang juga sama seperti kalian. Anzalia sudah tahu semuanya, tinggal denganmu saja urusannya. Setelah itu kalian tidak perlu memikirkan apapun, semua sudah saya persiapkan."

"Bagaimana dengan kedua orang tuamu?" Aditya sedikit tahu permasalahan Sean dan orang tua Pria itu.

"Tentang mereka, tidak perlu dipikirkan. Saya sudah bertanya bahwa pihak laki-laki tidak diwajibkan ada wali."

Aditya tampak diam lagi, tidak tahu harus menanggapi apa. "Mereka biar menjadi urusan, saya." sambung Sean.

"Saya tidak meminta apapun darimu. Hanya saja tolong buat hidup Anzalia menjadi lebih baik dari yang dulu. Buat dia merasakan kebahagiaan sebenarnya dalam hidupnya." terselip nada tidak rela saat melepaskan adiknya.

Perasaan sedih, senang, dan khawatir menjadi satu. Sebentar lagi adiknya akan menjalani kehidupan pernikahan dengan Pria yang gadis itu cinta. Aditya hanya bisa berharap dan berdoa akan jalan yang dipilih oleh pasangan itu.

"Tidak kamu minta pun, akan saya lakukan."

Senyuman lega tersungging dibibir Aditya. Semoga saja jalan yang dipilih adiknya berujung kebahagiaan yang selama ini tidak bisa dirinya berikan.

•°••°••°•

To be continue.

vote nya jangan lupa ygy

makasiiii



A Sean ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang