Tidak ada yang berubah setiap harinya. Bagi Anzalia, keadaan seperti ini sudah menjadi hal biasa yang dilaluinya.
Mata cokelat nya menatap sekilas pada ranjang yang terlihat berantakan, sebelum menatap kosong pemandangan luar.
Ia tidak tahu kemana perginya Pria gila itu, lagipula dirinya sudah terbiasa ditinggalkan dalam keadaan yang seperti ini.
Anzalia menghela napas pelan. Banyak sekali pikiran yang bersarang di kepalanya seperti benang kusut. Bahkan setiap hari rasa takut selalu menghantuinya, takut akan hari esok, takut ia tidak bisa melawan.
Kehidupannya seolah terbalik saat Sean secara tiba-tiba mengklaim dirinya. Dan kenapa harus Sean? Pria dengan segala kegilaannya itu!
Tok! Tok! Tok!
"Permisi, Nyonya."
Anzalia segera membuka pintu lalu terdapat Bu Sari dan Kaindra yang berada digendongannya.
"Maaf mengganggu. Baby Kai daritadi nangis terus, mungkin pengen digendong Nyonya. Sekali lagi saya minta maaf." Ucap Bu Sari dengan nada bersalahnya. Kepalanya terus menunduk, tidak berani menatap langsung sang majikan.
Gadis itu tersenyum tipis lalu mengambil alih Kaindra kedalam gendongannya. "Tidak apa Bu."
Setelah menutup pintu, Anzalia berjalan pelan menuju jendela sambil menimang Kaindra yang tampak tidak tenang seperti biasanya. Ia merasa sedikit aneh, bayi kecil ini biasanya sangat tenang dan nyaman saat berada di gendongannya.
Anzalia menatap Kaindra, berharap bisa membuat bayi itu merasa sedikit tenang. "Ada apa, Baby? Kamu lapar, ya?"
Mata bulat bayi kecil itu mengerjap lucu, membuat Anzalia sedikit merasa lebih baik dan juga merasa gelisah.
Lagi-lagi hatinya merasa bimbang akan keputusan yang akan diambilnya ini. Entah mengapa ia tidak tenang membiarkan Kaindra sendirian di rumah besar ini, walaupun bersama dengan Papa-nya sekalipun.
"Kamu benar-benar duplikat Sean. Hanya warna mata saja yang berbeda, eh tunggu. Warna matamu sama dengan sepertiku, baby. Sangat kebetulan bukan."
Seakan mengerti ucapan dari Anzalia, Kaindra tersenyum menanggapi keterkejutan gadis itu.
Setelah beberapa saat menimang Kaindra hingga bayi kecil itu tertidur, Anzalia meletakkannya di boks bayi dengan hati-hati. Ia menatap sekali lagi pada Kaindra.
"Semoga Papa mu yang gila itu tidak menyakitimu." bisiknya lembut.
Sebuah panggilan telepon masuk mengurungkan niat Anzalia yang akan pergi berkemas. Ia menghela napas ketika Sean yang meneleponnya.
"Dimana?"
"Kamar, ada apa?"
Tutt!
Bersamaan dengan Sean yang menutup telepon, sebuah notifikasi masuk di handphone Anzalia.
Anzalia menjatuhkan handphone-nya begitu saja, seluruh tubuhnya meluruh ke lantai saking lemasnya. Mulutnya menganga dan menatap tidak percaya sebuah pesan yang tampil di layar handphone.
"I-ini gilaa...aku sampai tidak bisa berkata-kata."
Yang berada diotaknya kali ini hanyalah ketidakmasukakalan seorang Sean yang kian hari makin bertambah gila. Sean gila, sungguh gila.
Pria itu sangat pandai membuat Anzalia tidak bisa berkutik dengan segala perbuatannya. Tetapi, Pria itu kali ini sungguh sangat gila.
Usai kesadarannya kembali seutuhnya, Anzalia mengambil handphone-nya dan segera menelpon Sean.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Sean Obsession
ChickLit[Sebuah cerita klasik] Obsesi seorang Sean terhadap gadis kecil 18 tahun yang lalu membuatnya menjadi pria yang mengerikan. Jamin Uinseann Herwit, pria dewasa yang tergila-gila dengan Anzalia. Gadis kecil yang sudah mengacaukan pikiran Sean. "And i'...