Hari semakin malam, namun Anzalia masih belum menampakkan dirinya semenjak kejadian beberapa jam lalu.
Melamun, menangis, melamun kembali lalu menangis lagi. Hanya itu yang Anzalia lakukan sepanjang dirinya berada di kamar mandi.
"Keluar." Anzalia bahkan tidak tahu kapan Sean berada di ambang pintu yang sudah terbuka. Tatapannya sangat dingin dan datar membuatnya mau tidak mau menuruti perintah Pria itu.
Sepanjang jalan menuju meja makan, Anzalia berjalan dibelakang Pria gila itu. Mata tajamnya memperhatikan punggung tegap Sean, tanpa tahu bahwa Pria itu sudah menghentikan langkahnya dan berakhir ia menabrak punggung tegap itu.
"Perhatikan langkah kakimu, Anzalia."
Dengan bibirnya yang masih menggerutu Anzalia menjawab, "Ya."
Anzalia menghela napas pelan, lalu mulai menyantap makanan yang telah disediakan.
Tidak menjadi pertanyaan lagi bagi Anzalia ketika Sean menjadi Pria yang dingin. Pria itu sungguh persis seperti bunglon. Ia sudah terbiasa dengan itu semua.
"Habiskan makananmu dan jadilah gadis yang penurut." Anzalia hanya mengangguk karena malas menanggapi Sean yang seenaknya itu.
"Jawab. Jangan hanya mengangguk saja."
Gadis itu berdecak lirih dan menatap jengkel Pria didepannya. "Iya."
Dengan tubuhnya yang sudah lelah ini, Anzalia tidak mau membuang tenaganya hanya untuk berdebat dan memilih menuruti perkataan Sean.
Namun rasanya seluruh tenaganya terkuras habis akibat menangis beberapa waktu lalu. Sekedar mengangkat sendokpun rasanya lemas sekali. Anzalia menghembuskan napas pelan, matanya seperti ingin menutup karena mengantuk.
Melihat gadis-nya yang kelelahan, Sean melangkah menuju Anzalia dan duduk disampingnya. "Makanlah, baby. Atau kamu akan sakit nanti."
Dari ekor mata Anzalia, ia bisa melihat raut wajah Sean yang semula datar dan dingin menjadi khawatir dan gelisah secara bersamaan.
"Buka mulutmu." ucap Sean sambil tangannya memegang sendok bersiap untuk menyuapi Anzalia.
Bukannya menurut, gadis dengan mata sembab itu menggeleng pelan dan berusaha mengambil alih sendok.
"Lihat? Mengangkat tangan saja kamu tidak kuat. Diam dan turuti saja."
Dengan terpaksa Anzalia menuruti perkataan Sean. Ia menerima suapan Sean setengah hati, kalau saja tubuhnya bisa diajak bekerja sama pasti tidak akan ada yang namanya Anzalia disuapi Sean.
Menyebalkan sekali.
Sean terkekeh melihat tatapan jengkel dan tajam Anzalia yang tujukan kepadanya. Dirinya hanya bisa seperti ini ketika bersama dengan gadis-nya. Sulit sekali menjelaskan seberapa nyaman dan bahagia nya ia saat Anzalia selalu disisinya.
Anzalia telah menyelesaikan makan nya terakhir, ia meminum susu sebelum berjalan pelan untuk menemui Kaindra. Entah mengapa selalu ada perasaan bersalah ketika dirinya tidak menjaga atau bahkan menengok bayi kecil itu.
Walaupun setiap memandang Kaindra, ingatannya memutar ulang perkataan Sean beberapa waktu lalu tentang Ibu dari Kaindra. Hatinya terasa ganjal dan selalu sesak secara bersamaan.
Ia juga tahu Kaindra tidak salah dalam hal ini. Justru Sean lah yang harus disalahkan. Seenaknya saja Pria gila itu membenarkan perbuatannya tanpa penjelasan yang lebih rinci padanya.
Pikiran negatif itu terus hinggap dibenak Anzalia sampai saat ini. Dan memang seharusnya ia tidak berada di tempat ini.
Setelah puas melihat Kaindra yang sedang terlelap didalam boks bayinya, Anzalia berniat pergi ke ruang tengah untuk mengabari Kakaknya karena sudah lama sekali rasanya ia tidak mendengar kabar dari sang Kakak.
![](https://img.wattpad.com/cover/318302806-288-k558313.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
A Sean Obsession
ChickLit[Sebuah cerita klasik] Obsesi seorang Sean terhadap gadis kecil 18 tahun yang lalu membuatnya menjadi pria yang mengerikan. Jamin Uinseann Herwit, pria dewasa yang tergila-gila dengan Anzalia. Gadis kecil yang sudah mengacaukan pikiran Sean. "And i'...