Usai dari dalam kamarnya, Anzalia kembali bergabung dengan Pria dewasa itu. Tetapi, suasana di sini tampak dingin. Sean juga seperti menahan amarahnya, yang bisa kapan saja akan meledak.
"Kalian, kenapa?" pertanyaan itu keluar dari mulut Anzalia setelah beberapa menit kemudian, ia tetap tidak bisa mencerna situasi apa sekarang ini.
Aditya yang pertama kali sadar, lekas memberikan senyuman tipis miliknya. Bola mata yang persis dengan adiknya itu menatap teduh Anzalia. "Gak papa, dek."
"Bener?" tanya Anzalia pada Sean. Pria itu langsung mengendurkan raut wajahnya yang tegang.
"Iya, tidak perlu kamu pikirkan lagi. Semuanya baik-baik saja."
Anzalia menghembuskan napasnya, sekilas, ia bisa melihat ketegangan diantara dua Pria itu. Namun, ia memilih percaya dan tidak ingin hal sepele itu untuk jadi perdebatan. Sebisa mungkin, dirinya memilah mana yang harus di pertanyakan atau tidak.
Kepalanya sudah penuh, semuanya seperti benang kusut. Terasa pusing dan berat.
Sekali lagi, Anzalia menatap sang kekasih tetapi, Pria itu memberikan senyuman menenangkan bagi dirinya, tak ayal ia juga ikut menarik kedua sudut bibirnya.
Tatapan itu terputus ketika Aditya menginterupsi dengan berdeham. Kakak Anzalia itu lantas menatap sang adik. Tangannya terulur, membelai lembut kepala Anzalia.
"Adek kakak, udah besar. Gak terasa, ya, bentar lagi udah mau nikah."
"Kak Adit jangan sedih gitu, dongg. Aku kan juga ikutan sedih." lirih Anzalia. Ia berusaha menahan mati-matian agar air matanya tidak tumpah.
Tubuh Anzalia mendekat ke arah Aditya, hanya sisa beberapa jengkal saja sekat di antara keduanya. Perasaan sedih dan tak rela tiba-tiba menyambar hati Anzalia. Ia masih belum puas menikmati waktu berduanya dengan sang kakak. Dan beberapa waktu lagi, ia mungkin akan jarang bertemu kakaknya itu.
Aditya terkekeh melihat wajah menggemaskan sang adik, "Kok jadi kamu yang sedih? Harusnya bahagia, dong. Jangan nangis lagi, ah. Gak baik." tuturnya.
Anzalia menengadahkan kepalanya, berusaha keras agar air matanya tidak jadi keluar. Setelah itu, ia kembali menatap Aditya dengan senyum sendunya.
Pria itu mengerti, senyuman adiknya semakin membuat hati terdalamnya berat melepas sang adik. Bagaimanapun, saat ini hanyalah Anzalia satu-satunya keluarga yang ia punya. Apalagi, adiknya perempuan. Sangat berat bagi Aditya sebagai kakak laki-laki untuk melepas Anzalia pada Pria pilihan sang adik.
"Aku sayang kak Adit." Anzalia memeluk erat sang kakak, Aditya pun juga membalas pelukan adiknya.
Mereka berdua sama-sama menyalurkan kasih sayang satu sama lain lewat pelukan erat itu.
Hingga Sean yang merasa harus memberikan waktu berdua untuk adik kakak itu pun diam-diam pergi keluar menuju teras. Sambil menunggu, Pria itu tetap tidak bisa meninggalkan pekerjaannya begitu saja.
Apalagi nanti setelah dirinya menikah, ia akan mengajak gadis-nya pergi bulan madu. Sean akan memanfaatkan waktu singkat bulan madunya bersama sang gadis nanti sebaik mungkin.
Sean berkutat dengan handphonenya sampai tidak sadar jika Anzalia kini duduk di kursi panjang tepat disampingnya.
"Kamu kalau ada pekerjaan mending pulang dulu aja. Aku bisa menyusul nanti."
Pria itu mengangkat kepalanya lalu meletakkan handphone miliknya kembali ke saku celana bahannya.
"Aku akan disini, menemani kamu."
"Beneran? Tapi aku merasa gak enak, Sean."
Sean terkekeh ringan, tangannya terangkat mengusap lembut puncak kepala gadis-nya. "Aku calon suami kamu, baby. Tidak usah merasa tidak enak seperti itu. Aku akan tetap menemani kamu disini walaupun kamu menyuruhku untuk kembali sekalipun."
KAMU SEDANG MEMBACA
A Sean Obsession
ChickLit[Sebuah cerita klasik] Obsesi seorang Sean terhadap gadis kecil 18 tahun yang lalu membuatnya menjadi pria yang mengerikan. Jamin Uinseann Herwit, pria dewasa yang tergila-gila dengan Anzalia. Gadis kecil yang sudah mengacaukan pikiran Sean. "And i'...