Anzalia menutup pintu kamar Sean dengan pelan. Perasaannya menjadi memburuk setelah perkataan yang Sean lontarkan kepadanya. Memang benar Pria itu sedang sibuk dan Anzalia yang menganggunya.
Tapi tidak bisakah Sean meluangkan waktunya barang sebentar untuknya? Kalimat tajam Sean membuat Anzalia murung, hatinya sakit mendengar penolakan dari calon suaminya itu. Setidaknya berbicara dengan nada halus pun Anzalia akan mengerti.
Biasanya ia tidak akan sedih seperti ini karena tahu sifat Sean memang seperti itu. Namun entah mengapa semakin kesini, sifat dan sikap Sean yang seperti itu membuatnya tersinggung.
"Hah! Persetan dengan Pria gila itu!" desisnya tajam.
Hari sudah semakin malam, Anzalia masih betah menatap layar televisi yang menayangkan sebuah film. Gadis itu duduk sendirian di ruang keluarga. Tubuhnya memang lelah tetapi kedua matanya tidak mengantuk sama sekali.
Anzalia menghela napas, tatapannya memang menghadap layar televisi. Kenyataannya pikirannya melalang buana memikirkan hal rumit akhir-akhir ini.
"Tidurlah, ini sudah larut malam." suara rendah Sean membuat Anzalia terkejut. Kepalanya lantas menoleh ke belakang, mendapati Sean yang berdiri menatapnya datar.
"Ya." ujar Anzalia lalu kembali menatap kedepan.
Sean mendudukkan tubuhnya di sebelah sang gadis. Ia merasa sikap Anzalia terhadapnya sedikit berbeda.
"Ada apa?"
"Nothing."
"Tidurlah dan jangan bersikap seperti itu kepadaku lagi, Anzalia." Suara rendah Sean menusuk hati Anzalia. Pria itu sedang menahan amarahnya, terlihat jelas rahangnya yang mengeras.
Anzalia berdecih pelan, ia mengangguk acuh lalu meninggalkan Sean pergi ke kamarnya. Perasaannya tak menentu, ditambah dengan kehadiran Pria itu tadi semakin membuat hatinya berantakan.
Usai mengunci pintu kamarnya, Anzalia berjalan gontai menuju boks Kaindra. Bayi itu sudah tertidur lagi setelah menangis beberapa jam lalu karena lapar. "Baby, Papa mu sangat membingungkan. Sifatnya berubah setiap saat."
Bibir tipisnya mengerucut kesal, "Kalau nanti kamu sudah besar jangan seperti Papa mu itu ya." Lalu Anzalia tertawa kecil mendengar perkataannya sendiri.
Hati dan pikirannya sedikit terobati berkat adanya bayi mungil itu. Baby Kai membawa pengaruh baik bagi Anzalia. "Makasih ya baby Kai karena sudah membuat hatiku membaik, oh ya tadi aku membelikanmu hadiah loh. Besok akan aku perlihatkan padamu."
Sejujurnya, Anzalia bingung harus memanggil dirinya sendiri dengan sebutan apa. Mungkin setelah ini ia akan meminta pendapat Sean saja.
Anzalia tersenyum lembut, tangannya terangkat mengusap pipi gembul Kaindra. Setelah itu ia bersiap untuk tidur. Tubuhnya terasa lelah sekali ditambah pikirannya yang berantakan membuat energinya terkuras habis.
•°•°•°•°•
Sinar matahari samar-samar menyusup masuk dari celah tirai yang tidak menutup sepenuhnya. Di dalam boks bayi, Kaindra sedang menatap langit-langit kamar dengan kedua mata polosnya.
"Haii, baby Kai sudah bangun rupanyaa..." sapa Anzalia ketika ia selesai mandi pagi.
Gadis itu tersenyum cerah, Kaindra tidak menangis ketika bayi itu bangun. Kaindra jarang sekali menangis membuat Anzalia sedikit cemas takut terjadi sesuatu yang buruk. "Kenapa kamu jarang sekali menangis, hm? Apakah kamu takut merepotkan ku atau bagaimana baby Kai."
Tatapan Anzalia menjadi sendu. Mungkin bayi mungil itu merasakan bahwa Ibunya sudah tiada, meninggalkan nya sendirian. "Atau kamu takut dimarahi oleh Papa mu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
A Sean Obsession
Chick-Lit[Sebuah cerita klasik] Obsesi seorang Sean terhadap gadis kecil 18 tahun yang lalu membuatnya menjadi pria yang mengerikan. Jamin Uinseann Herwit, pria dewasa yang tergila-gila dengan Anzalia. Gadis kecil yang sudah mengacaukan pikiran Sean. "And i'...