Malam ini Sean mempunyai agenda bertemu dengan klien di salah satu restoran mewah di kota ini. Tempatnya sedikit jauh dari Villa milik Sean.
"Klien penting ya Pak?" Anzalia memperhatikan Sean. Dari pakaian hingga aksesoris yang digunakan pria itu tampak mewah dan elegan.
Anzalia jelas tahu jas yang digunakan Sean sangat mahal. Apalagi parfum yang digunakan juga menambah kesan matang dan dewasa.
So classy.
"Umurnya kan emang udah tua Anzalia."
"Ayo kita berangkat." Ucap Sean, lalu menggandeng tangan Anzalia.
Setelah menghabiskan waktu sekitar 30 menit, mobil yang membawa mereka berdua tiba di depan restoran.
Awalnya Anzalia berjalan di belakang Sean, namun Pria itu langsung menarik Anzalia dan tangan kanannya bertengger di pinggang gadis-nya.
"Pak Sean jangan seperti ini." Bisik Anzalia dan mencoba melepaskan tangan Sean dari pinggangnya.
Gadis itu risih bagian tubuhnya disentuh oleh laki-laki, terutama pria gila ini. Sean tidak peduli atas penolakan Anzalia, ia tetap berjalan dengan angkuh dengan sorot matanya yang tajam.
"Akh..."
Anzalia meringis, pinggangnya diremas kuat oleh Sean sebagai bentuk peringatan dari pria itu. Anzalia terpaksa menahan semuanya karena di depannya ada klien dari Sean. Ia tersenyum sopan kepada pria dan wanita yang duduk di depannya itu.
"Welcome Mr. Herwit." Pria itu tersenyum formal kepada Sean begitupula wanita tersebut.
"Maaf, karena saya, anda harus datang jauh-jauh kesini."
Anzalia sedikit mengerti pria tua itu bukan berasal dari Indonesia, dilihat cara bicaranya yang agak kaku.
"Tidak masalah."
"Saya mempunyai rekomendasi tempat berlibur yang cocok untuk Mr. Sean dan juga kekasih anda." Ucap Wanita berpakaian mewah tersebut.
"Saya buk-"
"Ya, terima kasih sebelumnya."
Ucapan Anzalia sengaja dipotong oleh Sean. Pria itu tersenyum penuh arti pada Anzalia.
Anzalia semakin muak dengan bualan yang Sean lontarkan. Kekasih? Hah, bahkan Anzalia tidak sudi menjadi kekasih pria itu.
Selanjutnya, Anzalia hanya diam menyimak pembicaraan mereka. Ia sungguh bosan disini, apalagi tangan Sean selalu mengelus punggung tangannya. Ia risih dan ingin marah, namun lagi-lagi Sean yang mengendalikan ini semua.
Anzalia tidak bisa apa-apa. Gadis itu marah pada dirinya sendiri ketika ia tidak bisa melawan Sean. Si pria gila itu.
Gadis berpakaian elegan itu langsung berlari menuju dapur ketika Sean membukakan pintu Villa. Ia segera meminum air mineral yang tersedia di kulkas dengan rakus.
Mata coklatnya menatap tajam Sean. "Pak Sean lupa atau pura-pura lupa? Kita tidak punya hubungan apa-apa, ingat itu!"
"Kekasih? Jangan harap saya mau jadi kekasih anda."
Ucapan Anzalia begitu menyayat hati Sean. Gadis yang sangat di cintainya begitu kejam mengucapkan kata-kata seperti itu, tidak memikirkan perasaan Sean yang begitu rapuh mendengar semuanya.
"Ingat ya Pak, saya disini cuma sebatas karyawan Pak Sean bukan kekasih ataupun orang istimewa dihidup anda."
"Karyawan yang tidur dengan atasannya? Bukankah itu karyawan yang istimewa, Anzalia?"
Kedua tangan Anzalia mengepal. Dadanya naik turun menahan emosi.
Sean tersenyum sinis, kaki panjangnya melangkah pelan menghampiri gadis-nya. Sean menunduk, wajahnya sejajar dengan wajah Anzalia yang cantik itu.
Pria itu membasahi bibirnya yang terasa kering. "Jangan mencoba melawanku, Anzalia. Atau aku tidak akan segan-segan berbuat yang lebih padamu."
Sean pergi menuju kamar setelah menatap sekilas bibir Anzalia. Gadis-nya belum tahu saja, banyak rencana yang akan ia lakukan jika Anzalia memberontak.
Anzalia terduduk lemas, menatap kosong ke depan. "Aku harus bagaimana? Mengapa aku bisa terjebak dengan pria itu?" Setetes air mata meluncur hingga ke dagu nya.
Anzalia menggigit kuat bibirnya. Ia terisak pelan. Anzalia tidak tahu harus bagaimana lagi menyikapi semua perbuatan Sean padanya.
Mau melawan pun dirinya sadar jika bukan lawan yang sepadan dengan Sean. Pria itu punya segalanya sedangkan Anzalia tidak punya apa-apa.
Tiba-tiba Sean menggendong Anzalia tanpa permisi. Sebenarnya hati kecilnya tidak tega melihat gadis-nya menangis apalagi karena ulahnya namun, ego nya terlalu tinggi.
"Lepaskan saya, jangan sentuh!"
"Menurutlah, Anzalia. Jangan menjadi gadis pemberontak, aku tidak suka."
"Dan saya tidak suka seseorang ikut campur dalam kehidupan pribadi saya, apalagi memaksakan sesuatu yang saya tidak suka." Tekan Anzalia disetiap ucapannya.
Sean menyeringai, sorot matanya berubah mengerikan. Pria itu beranjak menuju rak dan mengambil sesuatu.
Jika gadis-nya tidak menurut, harus dijinakkan bukan?
"Nggak, j-jangan mendekat!" Anzalia takut jika Sean memberikan obat bius untuk dirinya seperti sebelum-sebelumnya saat ia memberontak.
Anzalia tidak bisa menghindar. Sean sengaja menurunkan Anzalia di sofa agar gadis-nya tidak bisa kabur.
"Inilah akibatnya jika tidak menuruti ucapanku, baby." Ucap Sean dengan suara rendah khasnya.
"Pak Sean, saya mohon jangan lakukan itu."
"Memohonlah baby, aku suka mendengar suara indahmu itu."
Anzalia semakin terisak, ia beberapa kali menggelengkan kepalanya. Permohonan yang Anzalia minta pun tak digubris oleh Sean. Badannya terus menggeliat agar Sean tidak bisa melakukan aksinya.
Sungguh, ini membuat Anzalia sangat tersiksa.
Pria itu sudah terlanjur kecewa. Ia menggulung baju Anzalia dan mulai menyuntikkan obat bius.
"JANGAN!!"
"Diam!" Anzalia kembali memberontak sekuat yang ia bisa. Ingin meminta pertolongan juga percuma karena di Villa ini hanya ada mereka berdua yang tinggal.
"Pria biadab..." Lirihnya sebelum matanya benar-benar menutup.
"I love you even more and more, baby."
•°•°•°•°•
Anzalia kembali terbangun di keadaan yang sama. Hanya saja Pria gila itu tidak terlihat di penjuru kamar ini.
Gadis berpiyama hitam itu melihat sekeliling kamar lagi. Tumben sekali Sean sudah tidak berada didekatnya. Ia mengendikan bahu acuh dan segera beranjak bangun.
Tunggu.
W-wait.
Pintu kamar tidak bisa dibuka. Anzalia mencoba sekali lagi namun tetap tidak bisa dibuka.
"Sial! Arghh bisa ikutan gila aku kalo kaya gini terus." Anzalia berjalan mondar-mandir sambil sebelah tangannya menumpu kepalanya.
Anzalia merutuki dirinya sendiri yang selalu patuh terhadap Sean. Termasuk ikut menuju negara ini. Anzalia tidak bisa menolak begitu saja perintah Sean. Ya, memang ia akui dirinya sungguh bodoh.
Sekarang Anzalia baru merasakan akibatnya jika menuruti perintah Sean.
Dikurung didalam kamar? Anzalia bukanlah burung yang dikurung didalam sangkar seperti ini.
Mencintai pria itu bilang? Seharusnya jika pria itu mencintai Anzalia maka Sean tidak akan melakukan hal seperti ini. Apalagi sampai menyakiti perasaan seseorang yang dicintainya.
Sean selalu melakukan tindakan yang menurutnya benar tanpa tahu jika itu akan menyakiti Anzalia.
Gadis itu sungguh muak, ia tidak mau lagi dijadikan seperti robot yang harus mengikuti perintah dari tuannya. Tapi mengapa, lagi dan lagi Anzalia tidak berdaya dibawah kendali Sean.
Atau.
Memang takdirnya seperti ini?
•°••°••°•
To be continue.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Sean Obsession
ChickLit[Sebuah cerita klasik] Obsesi seorang Sean terhadap gadis kecil 18 tahun yang lalu membuatnya menjadi pria yang mengerikan. Jamin Uinseann Herwit, pria dewasa yang tergila-gila dengan Anzalia. Gadis kecil yang sudah mengacaukan pikiran Sean. "And i'...