XIX - Mulai

1.3K 68 0
                                    

Elena's POV

ASTAGA ELENA! What have I done?

Aku mengerjapkan mataku berkali-kali - masih belum bisa percaya bahwa ini semua benar-Benar terjadi.

Dia, Damien, masih tertidur dengan lengan kekarnya yang mengitari pinggangku dari belakang.

Aku merasa lemas dan sangat sulit bagiku untuk bergerak. Aku menyentuh dahiku, dan yep.. Ada sebuah lap basah menempel disitu. Tapi, kurasa kondisiku sekarang jauh lebih baik daripada kemarin.

Aku membalikkan tubuhku hingga aku menghadap dada bidang nya yang kokoh yang dibalut dengan kemejanya. Aku lihat mukanya. Mukanya kelihatan letih dan kemejanya di lipat hingga siku. Sekarang aku mengerti. Dialah orang yang mengurusku tadi malam hingga entah sampai kapan aku tak tau, yang pasti dia tentu sangat lelah.

Aku berusaha keluar dari pelukannya, walau susah. Tapi, akhirnya aku berhasil pergi. Aku mencuci mukaku, dan turun ke dapur. Aku mendengar suara mobil. Aku lihat sekilas Lily diantar ke sekolah.

Apa yang harus kusiapkan untuknya?

Aku tak begitu pandai memasak, tapi pengalaman bertahun-tahun hidup sendiri membuatku belajar memasak. Aku lihat bahan-bahan makanan di dapur Damien, dan yep, lengkap.

" Ini anak kenapa ga masak aja makanan semuanya? Sayang banget kalau udah expaiet.", batinku berkata dalam hati.

Kuputuskan untuk membuat panca ke dengan topping selai madu.

40 menit kemudian

Pancake ku selesai sudah.

Damien's POV

" Hoamm"

Lenganku pegal sekali, tapi sebanding dengan apa yang bisa kulakukan tadi malam. Aku sengaja tidur di samping Elena.

Aku memandang ke samping kiriku. Kemana dia? Elena, mungkinkah dia celaka lagi? Argghhh!! Ingin rasanya aku menyincang siapapun yang mencelakai Elena kemarin. Psikopat gila mana dia? Kenapa sasarannya Elena? Ah, itu ga penting sekarang. Yang harus kulakukan adalah mencari Elena sekarang.

Aku terbangun karena mencium wangi masakan yang berasal dari dapur. Apakah itu Lily? Tapi harusnya tidak. Lily sudah berangkat sekolah.

Aku berjalan ke arah dapur. Is that Elena?

Glep. Aku menelan ludahku.

Sungguh karya indah Tuhan yang luar biasa. Tadi malam, aku melihat Elena hanya memakai handuk, dan pagi ini aku disambut dengan pemandangan Elena yang hanya memakai sweater ku. Sweater itu tidak menutupi tubuhnya seluruhnya - sweater itu menutupi seperempat paha indahnya. Kaki jenjang nya ter-ekspos tanpa bercela sekarang. Rambutnya di gerai. Walau berantakan, impression yang ku dapatkan adalah dia tampak sexy. Ada sedikit bubuk berwarna putih di ujung rambutnya. Ingin aku memeluknya saat ini juga. Tapi ku urungkan niatku. Ingat Damien, jangan lepas kontrol.

Seakan menyadari keberadaanku, dia membalikkan tubuhnya hingga ia menghadap diriku.

" Lihat apaan? Baru bangun?", tanyanya dengan suara yang agak parau.

Aku terdiam sejenak - rasanya masih tidak percaya mendengar dia menanyakan hal yang seperti ini.

Aku jadi salah tingkah. Aku memegang tengkuk ku, berusaha untuk membuat suara seperti biasa.

" Iya. Engga. Gue ga lagi ngapain-ngapain.", jawabku. Walau aku tau jawabanku begitu tak proffesional nya, tapi arggh! Biarlah.

Elena berjalan mendekekat ke arahku. Hah? Dia ngapain? Aku mundur beberapa langkah. Aish, Damien! Ada apa dengan dirimu? Kenapa kau bertingkah seperti ini?

My Runaway BabeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang