XIII - Heran

1.5K 75 2
                                    

Heyoo, Readers! Wazzup? Gimana part 12? Tell me by giving me votes and comments.

Thankyou so much buat semua votes dan comment!

My dearest readers, I just want to tell you that... sebenarnya author aku rindu banget sama commment. Preety please, let me know your opinion about this story. Okay? :)

Okay, back to the story again. Readers rindu ga sama Dimitri? Tunggu, yaah!! ;) Lastly, I would like to add enjoy part 13.

Diatas ada foto Damien! ;)

- RH

Elena's POV

Benar saja, aku berangkat dengan Damien ke kantor tadi pagi. Dan, sesampainya di kaantor, tebak apa yang kudapat? Yang kudapatkan adalah tatapan heran dari karyawan laki-laki dan tatapan kesal dari pegawai perempuan. Sudah kuduga, mereka berpikir yangt tidak-tidak tentang kedatangan kami berdua. Bahkan, Eric merasa pemandangan kami masuk ke kantor tadi itu mengusiknya.

Oh, ya, sebelum tadi aku masuk ke ruanganku, Damien memanggilku.

" Elena."

" Ya, Pak Damien?", tanyaku sambil menatap ke matanya.

Dia bahkan tidak mengatakan apa-apa, hanya saja dia berhenti sebentar di balik dinding, menggenggam tanganku, menatapku dalam waktu yang lumayan lama, sekitar 10 detik, dan aku merasa gugup dengan tatapannnya ini. Jadi, aku melepas genggamannya dan menatap lurus ke kedua matanya.

" Pak, saya harus balik ke ruangan. Bapak juga sebaiknya kembali ke ruangan Bapak."

" Elena, thankyou for last night and for this morning.", katanya sambil tersenyum.

Ahh, akhirnya, aku bisa melihat makhluk es ini tersenyum. Jarang-jarang banget dia begini. Melihatnya tersenyum, aku juga ikut tersenyum.

" You're welcome, sir."

Kemudian, kami sama-sama beranjak pergi menuju ruangan masing-masing.

Sesampainya di ruangan, Eric bahkan menatapku heran. Arghh! Ada apa dengan semua orang pagi ini? Kenapa semua orang memberikanku tatapan yang sama? Except, Damien of course.

" Elena! What have you done?", tanya nya tanpa berkedip sedikitpun.

" Eric!!!", balasku hampir teriak.

" Stop giving me that face! Okay? Denger, gue ga melakukan apapun yang salah, dan kenapa pagi ini semua orang melihat gue dengan tatapan yang barusan lo kasih?"

" Of course! Elena, Pak Damien CEO disini. Semua gosip tentang dia beredar dengan cepat di lingkungan kita, dan tadi pagi semua orang termasuk aku kaget melihat kalian berdua masuk ke kantor samaan."

" Damien, apa salahnya sih masuk kantor bersama-sama? Lagian dosa gue apa coba? Gue cuma masuk ke dalam kantor dengan dia. Kok sewot banget?"

" Elena. Let me tell you something. Bahkan, sekretarisnya sendiri, Victoria ga pernah masuk kantor bareng dia. Dan, sekarang, lo, pegawai baru, belum juga 1 minggu, udah masuk kantor bareng dia. Gimana ga kaget?"

" Eric, jujur sama gue. Lo menganggap gue sama Pak Damien apaan tadi pas masuk bareng?"

" Ehm.. Jujur, most of us think that, hmm, kalian punya hubungan spesial."

" What? Eh, gue kasih tau ya, yang namanya hubungan spesial itu harusnya diketahui melalui tingkah lain, kayak pegangan tangan gitu. Ini, masih jalan aja, udah dikira begituan."

" Elena, dengerin gue. Bukan salah lo semua orang berpikir begituan. Buang pikiran itu jauh-jauh. Oke? Now, let's get back to work."

" Eric, Pak Damien itu pernah punya pacar kan?"

" Selama gue disini, ga pernah beredar gossip si bos punya pacar. Dia emang orangnya dingin banget, tapi kalau masalah dia sering ngelirik cewe atau engga, jawabannya adalah jarang banget. Gue ga berani bilang ga pernah, karena itu ga mungkin. Tapi, entah demi apapun itu, belum pernah ada kejadian begini sebelum lo datang. Sebelum lo disini, dia dingin, jutek, walau ga kejam sih, tapi ya tetep aja, auranya tuh dingin banget and satu lagi yang paling penting : dia pribadi yang tertutup. Dia jarang banget berkomunikasi sama seseorang kecuali emang menurut dia perlu, misalnya keperluan kantor gitu."

" Terus emang semenjak gue ada disini, perubahannya apaan?"

" Lo ga perhatiin? Masih inget pas lo masuk ke kantornya pertama kali? Jarang banget dia manggil karyawan bar u hanya untuk menentukan posisinya dimana. Semenjak lo datang, dia selalu nyuruh lo ke kantor nya untuk minta tanda tangan dan segala macam, padahal kan ada gue. Logika dong, harusnya dia lebih percaya sama gue dong ketimbang sama lo. Kan, gue udah lebih lama kerja disini. Dan tadi pagi, dia tiba di kantor bersamaan dengan lo, bahkan kalian keluar dari mobil yang sama. And from what I saw, aura dia pagi ini lebih keliatan sedikit bahagia ketimbang normal-dingin seperti biasanya. That is what I call a change."

Elena hanya bisa diam menanggapi penjelasan Eric yang panjang lebar.

" Elena, gue penasaran deh. Lo ngapain sih sampe dia akhirnya sedikit berubah sekarang?"

" Emm... Santai aja lah. Kemarin , ada urusan gitu sama dia, jadi tadi pagi berangkat bareng. Gue ga ngapain-ngapain kok. Biasa aja.", jawabku. Tentu saja aku sengaja berbohong, aku tidak mau beredar gosip ga jelas tentang diriku di kantor ini.

" Oh.. Oke-oke. Back to work."

Sisa hari itu aku habiskan dengan bertaut bersama berkas-berkas di mejaku.
Akhirnya waktu pulang tiba. Aku dikejutkan dengan panggilan dari orang tuaku.
" Yes dad?"

"Elena, kamu kok dari tadi papa telepon ga diangkat-angkat?"

" Maaf pa, tadi Elena lagi ada kerjaan."

" Kamu udah diterima disana?"

" Iya pa. Elena sekarang kerja di perusahaan Baltimore."

" Wah!! Hebat anak papa udah kerja disana! Kamu jadi apa disana?"

" Di bidang public relation pa. Papa sehat kan?"

" Don't you worry, child. Papa sama mama baik-baik aja kok disini. Tau ga sekarang kami lagi dimana?"

" Asiknya jalan berdua. Hmm, biar Elena tebak. Pasti di Jerman!"

" Nope. Try harder."

" emm..

" 100 buat Elena! hahaha!!"

" Ish pa. Ga ngajak Lena ke perancis! Eits!! Papa ga boleh menepakkan kaki di Bora-bora! Not until I get there!"

" Hmm... Semoga deh. Kan bora-bora itu di perancis, jadi kan bisa sekalian, Lena."

" Ih, papa. Kesel Lena."

" Aww, jangan gitu dong. Elena, listen. Papa udah ketemu investor yang bersedia bantuin kita. Kebetulan, dia temen papa dulu. Nah, sekarang ini lagi di urus. Tapi, mungkin papa and mama belum bisa balik sekarang, butuh beberapa bulan dulu."

Aku sedih mendengar nya. Tapi, mau bagaimanapun, aku harus bisa bertahan. Ini demi perusahaan kami yang hancur dulu. Papa berusaha untuk membangunnya kembali, karena di matanya, perusahaan itu sungguh berharga. Bagaimana tidak? Perusahaan itu sudah diwariskan dari generasi ke generasi selanjut nya keluarga Muller. Dan sekarang, papa dan mama adalah generasi ke-3. Aku kurang tau jelas siapa penyebab runtuhnya perusahaan keluargaku itu, yang pasti dia adalah seorang wanita dengan dendam yang well, cukup besar.

" Gapapa pa. Lena harap semuanya berjalan lancar. Tapi, ga boleh lama-lama ya pa. Entar Lena sedih lo."

" That's my girl! Lena ga boleh sedih. Entar, pas papa balik, kita jalan bareng sama mama juga. Okeh?"

" Yes, papa. Take care. Be safe."

" Always. You too. I love you, Elena."

" Love you too, dad, mom."

Aku masuk ke dalam mobil, dan pergi membeli camilan.

My Runaway BabeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang