Part 27 - I should have known

1.1K 56 2
                                    

Heyhoo, readers! First of all, maaf ya updatenya lama. :( aku juga sedih belum bisa update cepet-cepet. Tapi part kali ini semoga lebih bagus daripada part sebelumnya.

Selamat ulang tahun ke-70, INDONESIA!

Nah, kali ini aku update walau masih tetep POV Elena. Kalau nanti ada waktu, aku update yang baru lagi. Okay?

Enjoy part 27.

- RH

Elena's POV

No, this can't be happening. Engga. Kamu harus kuat, Elena. Ga boleh rapuh gini. Engga. Gue ga boleh jatuh gini.

Batinku berkata sembari tanganku yang meremas rambutku dengan frustasi. Aku yakin orang-orang di dalam rumah Fanny tadi menganggapku sebagai pengkhianat.

Damien sedang mengendarai mobilnya, dan sesekali melirik ke arahku. Dia menggenggam tanganku dengan kuat. Aku yakin banyak hal berputar-putar dalam benaknya. Aku yakin dia masih shock.

Dengan semua yang telah terjadi tadi, aku hanya bisa menarik dan membuang nafasku dengan pelan, berusaha menenangkan. Aku masih ingat raut marah di wajah Adriel tadi ; aku masih ingat Alice dengan bibirnya yang mengering akibat makan kacang-yang God knows why ada di tiramisu cake itu tadi; aku ingat semua mata menatapku dengan nanar-tidak percaya akan apa yang kulakukan-sedangkan kenyataannya bahwa aku bahkan tidak tau kacang itu ada di cake.

Dan, ya, aku hanya bisa diam. Aku telah berusaha membela diriku, dan aku hanya diam, terpaku. Pandanganku buyar.

" Hey, hey, Baby. We're going through this together.", kata Damien sambil mengguncang bahuku. Aku bahkan tak sadar bahwa kami sudah sampai tujuan. Damien membawaku ke rumahnya, ya tentu saja, rumah Adriel lebih dekat ke rumah Damien daripada ke rumahku.

Aku balas menatap kedua mata hazelnya. Dia menatapku dengan penuh harap-penuh keyakinan. Dan aku yakin mukaku terlihat seperti ingin menangis.

" Damien, kenapa? Hm?"

Mataku mulai berkaca-kaca. Dia kemudian menarikku ke dalam pelukannya.

Hangat.

" Dam, mereka ga percaya lagi sama aku. I break their trust.", isakku di sela-sela tangisanku. Dia mengeratkan pelukannya, berkali-kali mencium puncak kepalaku.

" And yours, too. Probably.", kataku lagi kali ini mirip bisikan.

Dia melepas pelukannya kemudian menggenggam kedua bahuku erat. Sangat erat, aku tidak bisa bergerak dibawah cengkramannya.

" Ga. Kamu ga boleh mikir gitu, darling. Aku percaya kalau kamu ga mungkin dan ga akan tambahin kacang ke cake itu. Aku masih percaya sama kamu. Kamu juga harus percaya sama aku!"

Dia membawaku ke kamarnya. Sama seperti terakhir kali aku disini, semua masih tertata rapi.

Damien mendudukkanku di atas ranjangnya. Dia menghapus air mataku , kemudian mengambil salah satu kemeja nya dan memberikannya kepadaku.

Aku mengganti dress Fanny tadi dengan kemeja Adriel. Kemudian, Damien membawaku ke pelukannya di tempat tidur.

" Elena, kalaupun ada orang yang mungkin lg ngejahatin kamu, kamu harus tau kalau kamu orang yang baik, yang ga mungkin jahatin keluarganya sendiri. Baby, don't cry.", bisik damien di telingaku.

Aku menangis terisak di pelukannya. Dia menepuk punggungku sampai akhirnya aku tertidur pulas.

Damien's POV
Akhirnya, aku bisa melihat wajah tenangnya sekarang walau dengan mata sembap dan bibirnya yang kering. Aku tau hatinya hancur sekarang. Adriel marah kepadanya.

Elena... Kamu wanita paling tegar yang pernah aku kenal. Kamu selalu pasang muka 'baik-baik saja' di depan semua orang, walau pada kenyataannya, kamu terluka berat di dalam.

Elena... My Lena... Don't cry... I hate myself for that.

Akupun mulai berpikir. Siapa sih bedebah yang satu ini? Sejauh yang aku tau, Elena ga punya musuh. Tapi, apa benar? Aku sendiri kurang tau situasinya sekarang. Tapi aku yakin orang ini adalah orang yang sama dengan orang yang menjebak Elena di kamar mandi waktu itu.

Tak akan kubiarkan kau membuat dirinya menderita, siapapun dikau. Sudah cukup hari ini aku melihatnya bingung, sakit, sedih, marah. Aku harus memulai darimana semua ini?

Esok paginya..

Elena's POV

Sinar matahari masuk melalui jendela kamar Damien. Aku melihat ke kiriku, namun aku tidak menemukan Damien disana. Ada sepucuk surat tergeletak di atas meja.

Guten morgen, my Lena. Aku pagi ini ketemu Nick sebentar. Dia ada keperluan. Katanya sih self-recovering. Ga ngertilah anak yang satu ini.
Elena, entar aku balik kita bakal selesain ini sama-sama. Okay? This will be over soon, baby. Everything's going to be okay.
Yours,
Damien.

Aku tersenyum melihat tulisannya yang, surprisingly rapi. Jarang banget lo ketemu laki yang beginian.

Aku bahagia banget punya seseorang seperti dia. Damien, terimakasih sudah membantuku, walau aku tau akhir dari cerita ini bagaimana. Cerita ini terlalu bisa ditebak.

My Runaway BabeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang