XX - Ooops

1.3K 71 0
                                    

Elena's POV

Ternyata, selagi aku mandi tadi, Damien pergi membeli beberapa baju untukku.

Astaga! Ada berapa banyak sih uang dia ini? Dikit-dikit beli.

Saat aku selesai mandi dan memakai baju, aku keluar dan mendapati Damien sedang menonton TV di kamarnya.

Aku menghampirinya dan duduk di samping tempat tidur.

" Dam, ngapain beli baju sih?", tanyaku kepadanya.

Dia menatapku lekat. Sekarang pun, dia masih kelihatan capek. Aku harus membuatnya tidur.

" Aku ga mungkin biarin kamu pakai baju kerja kamu yang tadi malam itu. Emang ada apa sama baju yang aku beli? Ga suka ya?", jawabnya.

" Engga. Ini bajunya bagus kok. Enak dipakai. Ya udah. Makasih ya.", jawabku sambil tersenyum kepadanya.

Sanking tak tahannya, aku mengelus pipinya. Aku bahkan tak percaya bahwa aku melakukannya.

" Dam, tidur ya.", saranku.

Kulihat seringaian jahil muncul di wajahnya.

" Oh. Jadi sekarang kamu ngajak aku tidur. Ga di ajak pun, pasti aku mau sayang."

Bahkan kata "sayang" yang keluar dari mulutnya menimbulkan kupu-kupu di dalam perutku. Bisa kupastikan, pipiku merah seperti kepiting rebus sekarang.

Aku melotot ke arahnya dan mendapatinya menggenggam tanganku yang ada di pipinya.

" Damien, aku udah mulai sehat kok, walau belum sepenuhnya. So, now, kamu yang istirahat ya.", kataku kepadanya.

" Ada 1 syarat supaya aku mau istirahat.", katanya.

" As long as I can do it, I'll try."

" Temenin aku."

Baiklah, Damien. Sekali ini saja.

" Ya udah. Kamu mandi dulu ya."

Dia kemudian mendekatkan wajahnya ke arahku kemudian mencium bibirku. Awalnya hanya kecupan-kecupan, dan berakhir dengan bibirku yang bengkak. Huh! Dasar!

" Aku seneng deh, sekarang udah ada yang merhatiin.", katanya seraya menggendongku dan meletakkanku di atas ranjang.

Serius, mukaku sudah merah seperti kepiting rebus sekarang. Hingga akhirnya, aku tertidur sanking lelahnya.

Zzzzzzzzzzzzz... (Entah berapa lama)

Aku terbangun karena mendengar suara tawa dari bawah. Aku keluar dan mengendap-ngendap ke bawah. Aku mengintip dari balik dinding, andddd ternyata ada tamu.

That's Adriel. Sepupuku.

Aku berlari menyusuri tangga, ke arah ruang tamu, menempatkan diriku di atas sofa disamping Adriel dan langsung memeluknya erat, tanpa menghiraukan tatapan Damien yang, well, dari yang kulihat, terpukul.

" Hellooo baby! Where have you been?", tanyaku hampir histeris.

Aku menatapnya , masih tetap memegang bahunya. Adriel masih tetap Adriel yang sama. Tampang nya yang tampan pasti meluluhkan hati setiap wanita yang menatapnya. Kecuali aku, tentunya. Kami bertiga - aku, Adriel, dan Alice sering bermain bersama sejak kecil. Adriel bagaikan sosok abang bagiku. Dulu, ketika aku masih duduk di bangku SMA, dia yang selalu menjagaku dari jangkauan para lelaki di sekolahku. Walau begitu, masih banyak juga laki-laki yang mendekatiku. Adiknya, Alice. Biar om Abram , papanya, yang menjaganya dengan protektif.

Aku begitu menyayangi orang yang satu ini. Aku begitu merindukannya. Dia membelai rambutku, dan berkata,
" I'm here, babe. I miss you."
Seraya berbisik, " So damn much", kemudian mencium pipiku.

My Runaway BabeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang