Halo Readers! It seems like di wattpad ga bisa edit tulisan pake bold and italic lagi (FYI, aku ketik ini dari web di laptop yah), so here it is. Gapapa kan? Walau aku juga sebenarnya kurang seneng sih, tapi yaahh mau gimana lagi kan?
Okay! So, BIG THANKS buat semuanya yang udah baca, comment, khususnya yang udah nge-vote. THANKYOU GUYS! I'm looking forward toward another readers, comments, and votes! You're the best.
Before I continue, aku pengen kasih tau, bahwa aku udah buat cerita yang baru, check di works nya acc aku, atau search yang judulnya " My epic love". Tapi bukan berarti cerita ini ga lanjut ya. Aku cuma pengen nambah doang, dan ingat! CERITA INI AKAN TERUS BERLANJUT, TENANG AJA! Tapi, cerita itu juga lanjut. Please, care to read "My Epic Love".
So, well, aku kasih part 24 sekarang. Hope you enjoy! And please, preety please, comment my stories, tell me about the characters, and I will reply your comments. Dan kalau masih ada typo, please forgive me. Aku bakal lebih hati-hati.
Love you, Readers!
-RH
----------
----------
Elena's POV
Serius aku jantungan sekarang! Gimana engga? Damien barusan memukul seseorang, in his face! Damn it! I can't stop worrying about him.
" Dam, kamu seriusan gapapa kan? Ga ada kena luka kan? Atau mau aku antarin ke rumah sakit?", tanyaku sambil terus memandanginya. Kami sekarang berada di mobil Damien. Dia mengantarku pulang ke rumah.
" Elena, aku baik-baik aja.", jawabnya - berusaha meyakinkanku.
Setelah aku memastikan bahwa dia benar-benar baik, aku keluar dari mobil karena sudah sampai.
" See you tomorrow, Damien."
Belum sempat aku melangkahkan kakiku, dia sudah menarik tanganku dan sekarang kami beruda berhadapan, jarak diantara kami serasa tiada, dan dahi kami bersentuhan.
" Elena. Yang tadi kamu bilang tentang Nick ga bener kan?", tanyanya.
Hmm... I see where this conversation is going. Aku membeberkan senyum mematikanku kepadanya.
" Yahh, tergantung sih. Kalau kamu narik kata-kata kamu tadi, aku mungkin aja berubah pikiran. Mungkin ya.", jawabku sambil menaikkan alis mataku.
Dia menatapku dengan rahang yang mengeras dan ada tatapan sedih di matanya.
" Masa kamu ga peka sih? Listen, I'm crazy about you, and there's no other reason for me to say that you're the preetiest woman I have ever met. I love you. You should know that. Nobody, nothing can change it.", jelasnya sambil menangkup kedua tangannya di pipiku. Yep, jantungku berdegup kencang tidak karuan.
" Damien, kamu jahat tau ga? Aku tadi mau nangis pas kamu bilang gitu! Ya udah, aku balas balik deh.", jelasku sambil tertawa parau.
Kemudian, in a flash of seconds, dia menyiumku lagi. Ciumannya lembut, not demanding, dan aku bisa menyelaraskan ritmenya. This is the kind of kiss that melts my heart, the kind of kiss that makes me craving for more, the kind of kiss that I'm sure only he can make it, the kind of kiss that makes me more alive.
" Ehm, ehm"
Mati aku! Aunt Jenna pasti memantau kami dari tadi. Pipiku langsung merah karena malu, sedangkan Damien, sepertinya dia stay cool. Ya jelaslah, dia kan pandai acting. Aku langsung menghampiri Aunt Jenna yang sudah berdiri di depan pintu; Dia tak henti-hentinya tersenyum ke arahku dan ke arah Damien.
" Aunt Jenna, Hey! Damien barusan ngantar aku ke rumah.", kataku sambil tersenyum kikuk ke arah Aunt Jenna. Aku pun berbisik kepadanya, " Aunt Jenn, please stop the smiling. Senyumnya biasa aja kali."
Tiba-tiba Damien muncul di depanku dan Aunt Jenna.
" Aunt Jenna. Saya Damien yang waktu itu nelepon pas Elena kecelakaan.", jelas Damien sambil memasang tampang super cutenya.
" Well, Damien. It's nice to meet you. You're being very kind to drive Elena home safely. Please, jangan formal banget.", kata Aunt Jenna kepada Damien sambil menjabat tangannya.
" Well, then, I should get going.", kata Damien.
" Bye. See you tomorrow, drive safely. Love you.", kataku kepadanya sambil meminimalkan kata "Love you".
Dia tersenyum manis, kemudaian membalas dengan seringaian plus dengan lumayan terdengar, " Love you too, Elena." And then, dia kembali ke rumah.
Aku dan Aunt Jenna masuk ke dalam rumah, tapi Aunt Jenna tak henti-hentinya senyum. Dia menatapku lama, seperti menginginkan penjelasan tentang apa yang sudah terjadi tadi.
" Aunt Jenna, we'll talk about this tomorrow morning, okay? Aku ngantuk banget. Nite, Aunt Jenna.", kataku sambil berjalan ke dalam kamar dan... tidur tentu saja.
Esok paginya, aku sengaja berangkat lebih cepat. Mau tau kenapa? Karena aku mau menghindari pertanyaan dari Aunt Jenna, walau aku tau cepat atau lambat, dia akan tau dan aku harus menjelaskan semuanya kepadanya.
Dan ternyata sampai di kantor, bukan akulah satu-satunya orang yang berada disana. There it is, wanita yang waktu itu menyenggolku hingga aku hampir jatuh. Ada sesuatu tentang dirinya yang membuatku sangat curiga. Dia tengah sibuk dengan dokumen di atas mejanya, sampai dia tidak menyadari kedatanganku.
" Hey!", kataku. Dia kaget, dan langsung meletakkan sebuah buku besar diatas dokumen-dokumen itu. Aku sempat melihat nama Alice disitu.
Ada hubungan apa dia dengan Alice?
" Hey, nama kamu siapa? Masih ingat kan sama aku?", tanyaku - berusaha memberikan tampang manis dan alim, walau sebenarnya aku sedang memikirkan cara untuk melihat dokumen itu dan menyingkirkan wanita ini.
Aku menatap lurus ke kedua matanya, dan dia pun balas menatap. See? Something's happening around here. Kemudian, dia tersenyum -layaknya senyuman setan, inilah dia.
" Elena. Aku Lydia Fairmont. Senang berkenalan denganmu.", katanya.
Aku menaikkan alis mataku berusaha mencari adakah tatapan ketulusan di matanya, dan yep, tidak. Inilah tanda-tandanya. Kena kau. Dia menawarkan tangannyan kepadaku, tapi aku mengabaikannya.
" Hmm.. That's strange. Bagaimana kamu tau namaku? Kita belum pernah berkenalan sebelumnya.",jawabku.
" Oh, siapa sih yang tidak mengenalmu? Kau kan yang tengan dekat dengan Pak Damien sekarang? Semua orang disini tau kau siapa." jelasnya. Aku langsung menggenggam tangannya erat. Aku sengaja tidak menindihnya ke dinding, karena aku tau pasti ada cctv di ruangan ini.
" Siapa kau? Apa hubunganmu dengan Alice? Dan kenapa aku merasa kau lah orang yang mengikutiku selama ini.", kataku berusaha menggertaknya, walau dengan bisikan.
Dia hanya tersenyum sinis.
" Oh, Elena. Semua orang mungkin tau kau siapa, tapi aku? Aku hanya tau tentang dirimu lebih banyak daripada orang lain. Termasuk Damien.", jelasnya.
Aku terktawa hambar.
" Let me guess! Kau mengincar sesuatu dariku. Kaulah yang mengikutiku waktu itu di supermarket, dan kau lah yang menyenggolku seminggu yang lalu. Semua ini membuatmu berada di posisi berbahaya, Lydia Fairmont."
" Ah, kau pintar, Elena. Kau tidak bisa diragukan. Aku hanya menginginkan sesuatu darimu. Aku ingin melihatmu menderita. Lebih dari apa yang kau derita sekarang."
" Oh ya? Kau pikir aku menderita? Lihat sekelilingmu, Lydia! Apakah kau melihat tatapan menderita di mataku, atau tatapan kasihan di mata orang lain? Ahh, dan biar kutebak lagi! Pasti kau lah yang mengunci pintu kamar mandi dan menyiram air ke aku waktu itu. Jawab, benar kan?"
" Well, well, ya. Kau benar, Aku memang mengincarmu selama ini. Dan aku jugalah yang menyiram dan menguncimu waktu itu. Elena, itu hanya awal, kau bahkan belum sampai ke tahap tengah nya. Seperti yang kubilang tadi, aku hanya ingin melihatmu menderita."
Dan dengan itu, baru kali ini aku merasakan dendam yang begitu besarnya terhadap seseorang. Lydia Fairmont..
KAMU SEDANG MEMBACA
My Runaway Babe
Romance" I think I fall in love a bit with anyone who shows me their soul. This world is so guarded and fearful. I appreciate rawness so much." Then, he asked, " Now, show me yours." The question I fear now standing right in front of me. The dreadful thing...