Sesampainya di Indonesia, Ellen diantar langsung straight ke rumahnya. Di perjalanan, tak seorangpun dari Ellen, Damien, ataupun John berkata apapun. Ellen masih merasa sedih. Setengah mati dia berusaha menahan teriakan kecewanya kepada lelaki yang satu ini. Satu-satunya yang berhasil mencapainya, dan satu-satunya yang pandai membuatnya hancur seketika.
Damien juga merasakan hal yang sama. Dia sendiri masih emosi karena orang tuanya yang mendesaknya untuk bertemu gadis sialan entah siapa namanya itu. Padahal, dia tau, dan semua orang juga tau hanya seorang Elena Jean Muller yang bisa membuatnya jatuh hati over & over again.
" John, dari sini belok kanan. Di ujung sana ada rumah besar warna putih.", pinta Elena kepada John.
Damien yang bingung kenapa Ellen menyuruh John ke rumah lain, bertanya:
" Bentar. Itu rumah siapa?"Damien sudah memegang tangan Ellen lagi, dan dibalas dengan Ellen yang menatap ke arah pegangan tangannya dilanjutkan ke arah manik mata Damien.
" Ke rumah orang tua aku. Mereka udah balik." , jawab Ellen pelan tanpa membawa matanya ke arah Damien.
Sesampainya disana, Ellen menatap ke luar jendela, berdoa dalam hati, dengan hati berdebar bertemu dengan orang tuanya setelah 1 tahun lamanya.
Melihat rumah besar ini, memori-memori indah itu mulai muncul di benak Ellen. Dia yang sedang bermain di taman belakang dengan sang Kakek, bibi Emily yang biasa menyisir rambutnya tiap pagi sanking malasnya dia, dia membawa teman-teman SMA nya ke rumah ini, pesta ulang tahun ke-17 nya, ayah dan ibunya yang senang sekali menggangguinya, dan tentu saja, hari ketika rumah ini disita selama sekian lamanya. For the love of God, dia baru tamat SMA, dan semua itu hilang dalam sekejap.
Tapi tidak. Dia tidak pernah menyesali apapun. Bahkan, mencintai lelaki brengsek bernama Damien pun dia tidak menyesal. Tetesan air matanya tumpah; air mata bahagia, bangga, juga terharu.
Menyadari keberadaannya, dia segera menghapus air mata itu, kemudian keluar dari mobil.
Sebelum dia bisa sepenuhnya keluar, Damien menahannya. Lagi.
" Don't you dare runaway anymore. I'll find you.", bisiknya pelan.
Ellen diam, merasa tidak ada alasan baginya untuk menjawab pertanyaan Damien.
" Biarin gue ketemu sama keluarga gue. I'm going." , jawab Ellen sinis dan melepas genggaman Damien.
Damien merasakan hatinya terbelah dua merasakan tangan halus itu tak lagi berada dalam genggamannya.
" John, balik ke rumah mama papa.", perintah Damien.
-----------------
" Elena! My baby.... Aww... Hikzz, hikzz, come here.", sapa Isabelle, Ibu Ellen sesampainya dia melihat Ellen masuk ke rumah mewah itu.Isabelle memeluk Ellen dengan keras, kuat, pelukan untuk anak satu-satunya. Haru mengalir keras di pipinya. Ellen melakukan hal yang sama persis.
" Mommy... Where have you been? Hiks... Hiks... A-aku kesepian disini. It was hard for me.", jawab Ellen.
" Elena. My girl!!! She's home!! Wilkommen nach dir hause! Ich sehr vermisse dich.", sapa Phillipe Muller dan memeluk isteri dan anaknya.
Ellen kemudian memukul pundak ayahnya dan berkata:
" Kemana aja, hah?! Ga ingat lagi sama aku?", tanya Ellen.Ayahnya pura-pura minta ampun kepada anaknya satu-satunya.
" The thing is we're home. Everything's under control, Ellen. I am so proud of you.", kata Phillipe sambil mengelus sayang rambut anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Runaway Babe
Любовные романы" I think I fall in love a bit with anyone who shows me their soul. This world is so guarded and fearful. I appreciate rawness so much." Then, he asked, " Now, show me yours." The question I fear now standing right in front of me. The dreadful thing...