19| Menuju Keabadian

19 5 28
                                    

🌹

Ke pada dunia aku mengaku lelah
Namun aku belum siap mengembara
Menyusuri jalan menuju keabadian
Karena aku tak ingin kembali hilang arah
Sadar, bekalku belum seberapa
Tak ingin lagi merasa sunyi tanpa kawan

🥀🥀

🔞

Clarice Pov

Rasa perih di pergelangan tangan membuat Clarice mendesah pelan. Kerongkongannya juga terasa perih. Kedua mata itu terbuka sedikit, melihat bayangan buram dari sosok yang perlahan mendekat ke arahnya. Aroma parfum yang manis membuatnya membuka mata lebih lebar.

Tangan itu mengangkat kepala Clarice, meletakkannya dengan hati-hati di atas pangkuannya. "Lo masih sadar nggak?" tanya suara itu dengan nada lirih.

Clarice mendengus pelan. Napasnya terasa berat untuk ditarik. Dadanya juga terasa sesak. Clarice merasakan tarikan berat dari kelopak matanya. Memaksa gadis itu untuk menutup kembali kedua mata itu.

"Nih, lo minum dulu. Gue bawa air," tangan itu sedikit gemetar. Menahan kepala Clarice, dan tangan satunya lagi memposisikan botol mineral di bibir Clarice yang sedikit terbuka.

Saat kesadaran perlahan membuat pandangan Clarice kembali utuh, samar ia melihat siluet wajah Sera. Sudut bibirnya memar. Begitu pun bagian tulang pipi gadis itu.

Clarice membulatkan mata, membalas tatapan dari mata monolid Sera. "Sial! Kenapa gue mau temenan sama lo," gumam Clarice. Geraman rendahnya terdengar parau. Bibirnya kering karena masih kekurangan asupan mineral.

Sera menarik tumpukan karung yang berisikan styrofoam. Lalu memindahkan kepala Clarice dari pangkuannya ke atas karung usang itu. "Gue juga nggak mau temenan sama lo," balas Sera datar. Gadis itu menghela napas kecil. Ia meremas jarinya yang sudah dingin dan basah oleh keringat.

Sera menarik kaki, menekuk lutut, lalu melingkarkan tangannya. Ia menopangkan dagu di atas lutut kurus itu. Helaan napas gadis itu terasa berat, saat ia menatap keadaan Clarice yang memprihatinkan.

"Trus ngapain sok baik segala?" Clarice terbatuk pelan. Merasakan kerongkongannya masih perih. "Caelum juga, bakal benci sama lo kalau tahu apa yang terjadi sekarang."

Sera tercekat, memalingkan wajahnya ke samping. "Gue cuman bertahan," balas Sera pelan. Kedua mata kecil itu membulat, teringat sesuatu. Ia menatap Clarice dengan sorot tegang. Amarah yang tertahan juga berkecamuk di dadanya.

Sera juga tidak suka berada dalam posisi ini! Di mana ia tak bisa menentukan pilihan. Ia terpaksa menjalani pilihan yang dibuat oleh orang lain.

Jika ia ingin memutar ulang waktu, dan menghapus satu peristiwa... Sera akan menghapus momen di mana ia setuju memberikan kesuciannya pada pria berhati iblis itu! Sera akan mengabaikan segala caci maki, ejekan dan segala perundungan verbal yang dilontarkan oleh geng Hazel!

Seharusnya Sera bisa sadar diri! Karena orang yang mau berteman dengannya, tidak akan mengajukan persyaratan tak bermoral seperti keluar malam, merokok dan minum-minum!

Clarice menghela napas tajam. "Apa gue akan mati sebelum bertemu Caelum? Gue harap dia nggak merasa kehilangan..." air mata jatuh di pipinya yang telah kotor oleh debu. Clarice menekan perutnya yang kembali ngilu.

Sera mendekatkan wajahnya. Ia mengusap wajah Clarice, membuat keduanya saling lempar tatap. "Apa yang lo ketahui? Sehingga Om Alvaro nargetin lo gini?" suara Sera berupa bisikan lirih. "Lo jangan pikir Iqbal bisa melindungi lo dari bokapnya sendiri! Dia juga takut sama pria itu."

ᴄᴀᴇʟᴜᴍTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang