2|𝘔𝘢𝘴𝘪𝘩 𝘉𝘦𝘳𝘣𝘦𝘬𝘢𝘴

73 15 49
                                    

🌹

Setitik harapan berkelana
Membawa jiwa yang merana
Meskipun pada akhirnya menuai derita
Pada rekahan hati yang terluka

♥♥♥

⚠️ Kata-kata kasar!
Jangan ditiru ⚠️

Masih berbekas pada ingatan Caelum, di saat suara serak itu berteriak tepat di telinganya. "Bego lo! Dasar anak anjing!" Kepalan tangan itu kembali berayun menuju perut Cael.

Rasa perih kembali menjalar dari ulu hati ke seluruh tubuh. Udara terasa berat untuk Cael hirup. Ia terbatuk, saat punggungnya menghantam dinding.

Iqbal mendekatkan wajahnya. Mata bulat itu semakin lebar. "Lo pikir bisa gantiin posisi gue sebagai ketua tim basket?!" Embusan napas kasar itu membuat Cael mencium bau tembakau. "Gini ya..." Iqbal menaikkan tangannya. Jari-jarinya menunjuk pada dua pemuda lainnya yang berdiri di samping Cael.

Gio dan Jevin kembali menarik tangan Cael. Mencengkramnya erat agar Cael tidak melepaskan dirinya.

Iqbal sedikit mendongakkan wajah, pada Cael yang lebih tinggi sepuluh centimeter darinya. "Kalau lo ngundurin diri, gue bakal lepasin lo detik ini juga!" ucap Iqbal dengan suara congkak.

Seringaian muak tertarik di sudut bibir Cael. "Lu kalau udah kalah, terima kenyataan," ucap Cael dingin. "Jangan jadi pecundang dengan ngebully orang gini!" Nada tajam pada suara itu membuat Iqbal menatap berang.

Sorot mata Iqbal berubah geram. Ia mengayunkan dagunya sedikit, tanda ia menyuruh Gio dan Jevin untuk mengikat Cael pada salah satu kursi usang yang terletak sekitar dua meter darinya.

Selagi ia menyeret langkah pelan, Cael melirik keadaan di sekelilingnya. Gudang ini luasnya sekitar lima meter dengan lebar tujuh meter. Matras usang yang dipakai untuk mata pelajaran olahraga, terbentang di sudut ruangan. Kursi dan meja bekas terletak tak beraturan di tengah-tengah ruangan. Papan tulis usang tersusun di dinding sebelah kanannya.

Lantai gudang juga sudah kotor oleh jejak sepatu, puntung rokok dan remah makanan. Ia juga melihat sampah bungkus makanan dan minuman terletak di atas meja.

Hanya ada Iqbal, Jevin dan Gio. Empat orang lagi tidak ada di ruangan ini.

Tiga lawan satu? Jika Cael bisa memanfaatkan peluang di saat mereka lengah, seharusnya Cael bisa melawan mereka!

Cael merasakan tarikan kuat pada genggaman tangan kirinya. Jevin memang bisa beladiri. Gio tidak terlalu erat menggenggam pergelangan tangannya. Dua langkah dari kursi, Cael menarik kasar tangannya, lalu mendorong tubuh Gio. Pemuda enam belas tahun itu jatuh menimpa papan tulis.

Bunyi gaduh membuat Jevin terkejut, ia sedikit melonggarkan cengkramannya. Arus adrenalin meningkat di dalam darah Cael. Ia menendang kaki Jevin, membuat pria jangkung itu jatuh tersungkur. "Anjing!" maki Jevin.

Iqbal berteriak geram. Ia mencoba menarik baju seragam Cael.

Pukulan Cael melayang di udara, tertuju pada pipi Iqbal. Tubuh Iqbal limbung ke samping. Geraman kesal terdengar dari bibir Iqbal.

Cael sedikit berlari, menjauhkan dirinya dari jangkauan Iqbal dan teman-temannya. Sebelah tangannya menekan perut. Ia sedikit merasa mual. Bajingan itu memiliki pukulan yang kuat.

Cael menarik gagang pintu dengan kasar, membukanya lebar-lebar. Tidak ada siapapun di halaman belakang ini. Gudang sekolah ini terletak di sudut belakang sekolah, dekat dengan bangunan satu lantai yang berfungsi sebagai rumah penjaga sekolah.

Gudang ini sudah dijadikan Iqbal dan anggota gengnya sebagai tempat untuk berkumpul saat mereka membolos pada jam pelajaran. Mereka juga biasanya merokok di sini.

ᴄᴀᴇʟᴜᴍTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang