🌹
Meski aku merasa jenuh hingga ke titik 'lelah'
Aku akan terus 'berjuang'
Tak ada kata 'kalah'
Hingga aku merubahnya menjadi 'menang'🥀🥀
Guguran daun pinus memenuhi pekarangan rumah lama. Rumah kakeknya dulu yang dijadikan Caelum tempat berkumpul dengan Erik dan Jevin. Langkah lebar pemuda dua puluh tahun itu mengayun cepat, menyusuri halaman yang luasnya sekitar empat meter persegi. Cael mengangkat sedikit gagang pintu tua, agar kunci bisa diputar.
Sebelum memutuskan ke rumah ini, Caelum singgah sebentar ke rumah Elra. Ia ingin mengantar gadis itu ke kampus. Namun Elra ternyata sudah pergi dengan Redo, sepupunya. Cael sempat bertemu dengan Tante Ema, ibunya Redo. Mereka berbincang sebentar, sebelum Tante Ema berangkat kerja.
"Ayah Elra yang minta untuk merahasiakan keadaannya sekarang. Dia nggak mau anaknya malu punya ayah seorang narapidana dari kasus pembunuhan. Tapi Tante nggak tahu kalau ternyata kamu pihak penggugat dari kasus ini." Wanita berumur empat puluh lima tahun itu menggenggam tangannya dengan erat. Rasa bersalah dan amarah yang membuncah bercampur menjadi satu di dalam hatinya.
Ema merasa bersalah karena ternyata ayah Elra menjadi penyebab Caelum kehilangan saudari kembarnya. Di lain sisi, ia merasa marah karena dipermainkan oleh orang yang memiliki kuasa! Bagaimana bisa pelaku sebenarnya masih berkeliaran, bebas menghirup udara di luar penjara.
"Elra udah tahu Tante. Maaf karena aku yang ngasih tahu dia tentang kondisi ayahnya. Aku dan Elra juga...."
Tante Ema menarik napas tajam. "Jadi Elra udah tahu!" sela wanita itu. Sorot matanya tampak tegang.
Caelum menegapkan tubuhnya, sedikit terkejut dengan intonasi tajam Tante Ema.
Wanita itu berdehem pelan. Ia mengambil cangkir teh yang masih mengepulkan uap, menyesapnya sedikit untuk meredakan rasa panik yang menjalar di pikirannya. "Tujuan kamu apa deketin Elra?" Suara Tante Ema sedikit bergetar. Ia menatap Cael dengan sorot curiga. "Dia nggak tahu apa-apa. Kalau kamu mau nyalahin seseorang, ayahnya sudah membayar waktunya di penjara. Meski memang tidak adil. Tapi kejadian itu... tidak semuanya salah...."
"Aku nggak sepenuhnya nyalahin Om Bayu," sela Cael. Ia menatap kedua sorot kecewa dari wanita yang menjadi pengganti sosok 'ibu' bagi Elra. "Aku juga nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada malam itu. Om Bayu juga tidak memberi keterangan yang jelas." Tangan yang Caelum letakkan di pangkuannya sedikit bergetar. Ia tak bisa memproses perasaannya sekarang. Rasa kecewa, marah, sedih, putus asa... semuanya bercampur di dalam hatinya.
Jika ia boleh jujur, Caelum memang membenci pria yang menjadi ayah Elra. Pria itu tidak mau terbuka dalam memberikan keterangan. Ia tak tahu apa yang sebenarnya dilihat oleh pria berumur lima puluh tahun itu, ketika ia bertemu dengan Clarice!
Andai saja... Om Bayu mau berbicara yang sebenarnya, mungkin saja Cael akan menemukan bukti dan petunjuk baru. Untuk itu, tujuan awalnya mendekati Elra memang untuk mencari tahu tentang kejadian empat tahun silam, di mana ayah Elra terlibat dengan kejadian itu. Tapi sekarang, ketulusan yang gadis itu berikan pada Cael, membuatnya tak tega ikut membenci Elra.
"Tidak ada yang disembunyikan oleh Mas Bayu. Tapi kalau kamu curiga, Tante nggak bisa juga untuk menyalahkan harapan kamu untuk menemukan bukti-bukti baru." Tante Ema menarik napas dalam.
Sejujurnya, wanita itu tidak tega melihat sorot sedih dari pemuda tampan di hadapannya. Bagaimana pun, yang Caelum butuhkan adalah kebenaran. Dan kejadian empat tahun silam seolah ditimbun oleh kebenaran yang palsu. Semua kesalahan dilimpahkan pada Bayu. Kejadian itu murni kecelakaan.

KAMU SEDANG MEMBACA
ᴄᴀᴇʟᴜᴍ
Teen Fiction✨Series kedua dari ᴍᴇᴛᴀɴᴏꞮᴀ✨ Duka itu akan selalu ada, terpatri di dalam hati. Dari setiap cerita yang diulang, akan selalu menghantui. Tapi baginya, tidak ada kata sembuh. Karena terkadang, sakit itu kembali kambuh. Rekaman yang Cael temukan, menj...