🌹
Kegagalan bukan akhir dari perjuangan
Karena aku yakin, selagi aku bisa berjalan
Aku akan sampai pada tujuan🥀🥀
Senin pagi, Cael sudah di dalam mobilnya. Melajukan kendaraan roda empat itu dengan kecepatan rata-rata. Kepalanya masih berdenyut sakit, akibat tidak tidur semalaman. Tak sengaja, Cael membuka kotak yang berisikan foto polaroid Clarice.
Senyum lebar gadis itu tampak manis. Ini foto ketika mereka masih berada di Belanda. Cael masih ingat festival tulip itu! Tidak ada beban kehidupan, hanya ada mimpi dan harapan di benak mereka. Andai saja mereka tidak pindah, mungkin Clarice masih hidup? Betapa ia berharap, bisa memutar waktu...
Mungkin Caelum akan membuang rasa simpati itu. Membiarkan ibu mereka bersandiwara, mengatakan batinnya terluka. Ia dan Clarice akan melanjutkan sekolah mereka, bersama ayah dan ibu tiri yang penyayang di Belanda.
Salah memang, jika Cael membenci ibu kandungnya sendiri. Cael juga menyimpan cerita kelam yang membuatnya merasa jijik. Pernah suatu hari, di tengah malam, ia ke dapur, mengambil air putih karena merasa haus. Di tengah pikirannya yang masih setengah sadar, ia mendengar suara parau dari arah ruang tamu.
Ia terkejut, saat mendapati apa yang tengah terjadi di sana! Bagaimana pun, Cael sudah berusia lima belas tahun! Usia di mana hormon testosteron meningkat di dalam tubuh. Di tengah keterkejutannya bergumul dengan hasrat dan logika, Cael memaksa langkahnya untuk kembali menuju kamar. Kepalanya berdenyut nyeri. Hal yang tak senonoh itu terus berputar di benaknya. Ia tak tahu, bagaimana caranya menghilangkan gambaran tak pantas itu di pikirannya!
Mengembuskan napas dalam, Cael menggosok wajahnya dengan kasar. Meski ia benci sifat Amanda yang satu itu, ia tak bisa lari dari kenyataan. Bahwa wanita itu tetaplah ibunya! Jika Cael ingat-ingat, semenjak Clarice meninggal, Amanda tidak terlalu liar seperti dulu. Ia juga mulai jarang mengkonsumsi alkohol.
Hanya sesekali, Amanda berulah. Namun wanita itu tidak lagi membawa pria pulang ke rumah. Meski ada kalanya Amanda tidak pulang, dengan alasan ia ada pekerjaan di luar kota. Caelum tahu, ibunya pasti pergi dengan pria!
Menggelengkan kepalanya pelan, Cael tidak mau membiarkan sisa kenangan masa lalu meruntuhkan hidupnya. Karena sekarang, hidup Cael memiliki tujuan!
Sebelah tangannya yang gemetar menarik rantai kalung. Inisial E pada kalung itu, kini telah memiliki nama dan wajah. Cael menarik senyum kecil, ketika jarinya menyentuh lembut mainan kalung itu.
Ia mengganti rantainya. Lebih panjang dan maskulin. Karena yang terpenting bagi Cael adalah inisial nama Elra. Ketika Caelum tahu Elra yang menemuinya empat tahun yang lalu, jantungnya bergemuruh seketika. Karena ia memang mencari gadis itu. Hanya tahu bahwa gadis itu mengunjungi makam yang terletak tak jauh dari makam Clarice.
Benang takdir itu membuat Cael merasa dilema. Di satu sisi, Cael merasa kesal dengan ayah Elra. Di sisi lain, gadis itu membuktikan bahwa ia memiliki rasa empati yang tulus. Tidak semua orang memiliki hal itu! Kebanyakan orang meminta imbalan, mereka melakukan sesuatu hanya untuk dipuji.
Cael memelankan laju mobil saat memasuki area komplek perumahan. Tadi pagi, ia menelpon Elra, mengatakan pada gadis itu bahwa Cael akan menjemputnya. Mereka akan pergi ke kampus bersama.
Senyum kecil tertarik di sudut bibir Cael, saat melihat Elra sudah duduk di teras rumahnya. Gadis itu langsung berdiri, melangkah cepat menuju pagar rumah.
Wangi segar dari aroma jeruk dan vanila menyeruak masuk ke indra penciuman Cael. "Pagi sayang," ujarnya lembut. Cael mendengar tawa tercekat dari sebelahnya. Sudut bibir Elra sedikit berkedut. Menahan tawa yang ketara jelas terdengar dalam getaran suaranya. "Kenapa, baru sekali ya dipanggil sayang?" tatapan mereka bertemu. Wajah manis itu semakin merona.
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴄᴀᴇʟᴜᴍ
Teen Fiction✨Series kedua dari ᴍᴇᴛᴀɴᴏꞮᴀ✨ Duka itu akan selalu ada, terpatri di dalam hati. Dari setiap cerita yang diulang, akan selalu menghantui. Tapi baginya, tidak ada kata sembuh. Karena terkadang, sakit itu kembali kambuh. Rekaman yang Cael temukan, menj...