Terlalu lelah untuk sekedar berpura-pura
Terlalu lemah untuk mulai berupaya
Karena hidup hanya sandiwara
Yang merusak segala mimpi indahnya🥀🥀
|Clarice PoV
Aroma manis dari kopi dan Croissant memenuhi udara. Musik 90an mengalun rendah, menambah kesan vintage pada konsep retro coffee shop.
Jam di dinding menunjukkan pukul 10.15. Tidak banyak pengunjung Kafe, karena memang masih pagi. Ada satu pasangan di sudut yang berlawanan. Dan sekelompok anak kuliahan yang sibuk berkutat dengan laptop di hadapan mereka.
Empat orang gadis berseragam merah maroon duduk di sudut kafe. Lea merangkulkan tangannya pada pundak Sera. Sedangkan di depan mereka, Clarice dan Bella saling lempar tatap.
"Gue tanya sekali lagi! Dari mana lo dapetin video itu?!" maki Clarice. Kedua pipinya sudah merah, karena amarah.
Ia menggapai ponsel Bella, mencoba merebutnya dari gadis itu.
Bella menarik tangannya cepat. Ia berdecak, sambil memutar bola matanya malas, lalu membalas tatapan Clarice dengan sorot menghina. "Nggak penting dari mananya! Yang penting itu..." gadis itu tertawa pelan, "kontennya!" Bella mengibaskan rambut panjang bergelombangnya ke balik bahu. Dagunya dinaikkan, terlihat angkuh dengan senyum licik di sudut bibirnya.
Tawa melengking Lea terdengar mencemooh. "Lo itu ternyata anak wanita jalang!" ujarnya penuh kebencian.
Kalimat itu berhasil mengalihkan atensi Clarice, menatap Lea dengan sorot kesal. Keningnya berkerut dalam, pikirannya berputar cepat mengingat kejadian semalam.
"Ya wajar aja sih..." sambung Lea.
Clarice menggeleng pelan, mencoba mengenyahkan gambaran semalam yang kembali terlintas di pikirannya.
"Bokap lo balik ke negaranya, gara-gara nyokap lo yang nggak bisa ngendaliin dirinya!" ejek Lea. Ledakan tawanya membuat Clarice menatap gadis itu dengan sorot kesal.
"Ngendaliin diri? Lembut banget sih bahasa lo Le..." Bella membuat suaranya agar terdengar kasihan. "Ngendaliin napsunya kali ya?!" tawa mencemoohnya terdengar di ujung kalimat.
Kalimat itu membuat Clarice terdiam. Ia menahan geram, karena realita membuatnya tidak bisa berkilah. Napasnya terasa sesak, jantungnya bergemuruh hebat.
Mereka tahu apa mengenai mamanya? Lagian, Clarice menduga, Bella dan Lea pasti pergi ke kelab malam itu! Dan mereka yang mengambil video itu. Itu artinya, mereka juga cewek murahan!
Clarice melirik Sera. Gadis itu hanya diam. Kedua mata monolid itu memperhatikan Clarice dengan cemas. "Lo ngapain di sini? Mau ngejek gue juga?!" dengus Clarice pada Sera.
Meskipun ia tahu, Sera di sini hanya menjadi ATM berjalan mereka berdua. Karena Sera yang selalu membayar tagihan belanja Bella dan Leanora.
"Ni anak ya! Nggak ada hubungannya ama lo!" sindir Bella, sebelah alisnya yang disulam sempurna dinaikkan.
"Diam lo! Jangan banyak omong!" sambung Lea.
Clarice mengerutkan keningnya, menatap kedua gadis bully itu dengan sorot kesal. "Mau lo apa sih?!" pertanyaan itu ditujukan pada Bella.
"Mau gue..." Bella menghentikan kalimatnya sebentar. Jari lentiknya menyangkutkan helaian rambut ke belakang telinga. Ia memonyongkan bibirnya yang dipoles lipstik berwarna mauve. "Lo itu mundur," Bella berpaling, melirik Clarice. "Dari kandidat pemilihan Queen sekolah! Lo tu nggak pantas!" senyum mengejek Bella tertarik, saat kedua mata itu kembali memandang Clarice dengan sorot merendahkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴄᴀᴇʟᴜᴍ
Ficção Adolescente✨Series kedua dari ᴍᴇᴛᴀɴᴏꞮᴀ✨ Duka itu akan selalu ada, terpatri di dalam hati. Dari setiap cerita yang diulang, akan selalu menghantui. Tapi baginya, tidak ada kata sembuh. Karena terkadang, sakit itu kembali kambuh. Rekaman yang Cael temukan, menj...