28| Dalam Ketidakpastian

49 12 57
                                    

🌹

Tidak peduli seberapa kuat keinginanku untuk melupakan
Bayangan masa lalu masih merantai jiwaku dalam ruang ketidakpastian

🥀🥀

Getaran dari ponsel membangunkan Caelum. Ia mengulurkan tangan, meraba-raba permukaan meja yang terletak di samping tempat tidurnya. Sebelah matanya terbuka, melihat angka yang tertera di layar.

07.30 AM.

Hari Kamis ini, jadwal kuliah Cael hanya satu. Itu pun pukul dua. Jadi pagi harinya bisa luang.

Setengah jam kemudian, Cael sudah berdiri di depan kompor listrik. Ia hendak membuat sarapan sederhana. Seingat Cael, ia membeli roti tawar kemarin. Kantong putih yang Caelum berikan pada Erik kemarin masih terletak di atas meja dapur. Hanya tersisa roti tawar di dalam sana. Makanan ringan dan kaleng soda lainnya sudah lenyap tak bersisa.

Mengambil telur dari lemari pendingin, ia menceplok telur. Membiarkan kuning telurnya setengah matang, lalu menyisihkan telur ke atas piring keramik putih. Tidak ada margarin di sini. Alhasil, Cael memanggang roti tawar, sekedar memberikan tekstur krispi pada kedua bagian roti.

Cael membuka pantry, mencari toples berisikan serbuk kopi yang ia beli di salah satu brand coffee shop terkenal. Ia mengembuskan napas gusar, saat melihat toples berukuran 330 ml itu sudah kosong. Tidak sepenuhnya kosong. Ada sedikit sisa serbuk coklat kehitaman mengisi dasar toples. Sedikit sisa yang sukses membuat pemuda itu menggeram kesal.

Tanpa kopi, Cael menikmati sarapan dengan air mineral.

Meski dirasa kurang sempurna tanpa kafein, sudut bibir Cael terangkat, menyunggingkan senyum lega. Ia tidur nyenyak tadi malam. Pesan dari Jevin semalam membuat sakit kepalanya hilang.

"Andai ada cara untuk mengambil DNA Iqbal. Gue pengen tes, apakah anaknya Bella ada hubungannya dengan bajingan gila itu!" ucap Cael geram. Kedua tangan di pangkuannya membulat kencang.

Jevin menarik napas tajam, terkejut mendengar perkataan Cael. Tak pernah terpikirkan olehnya kemungkinan buruk itu. Namun mengingat sifat Iqbal yang sudah berlabel 'bad boy', tuduhan Cael terdengar masuk akal. Iqbal memang tipikal pria yang akan memacari siapa pun gadis cantik di sekitarnya.

Cael mengacak rambutnya dengan kesal. Embusan napasnya terdengar tajam. "Lea juga nggak ngomong apa-apa. Gue juga sebenarnya..." Cael menggigit bibir bawah. Terdiam dengan rencana keji di pikirannya. Andai saja dia tega melukai wanita seperti Iqbal terkutuk itu memperlakukan orang semaunya! Mungkin siksaan itu akan membuat Lea menceritakan segalanya yang gadis itu ketahui.

Ah, tapi ada cara lain sebenarnya. Dan cara itu bisa menghancurkan mental Lea. Menakut-nakuti gadis itu dengan ruangan gelap dan musik horor. Lalu memberi Lea sedikit makanan, namun tetap membuat gadis itu kelaparan.

Gadis malang itu akan mudah berhalusinasi. Cepat atau lambat, Lea akan menyerah. Ia akan menceritakan apa pun yang ia ketahui, demi kebebasannya dari siksaan mental yang Cael berikan.

"Coba lu bilang ke Bang Raka. Siapa tahu dia bisa ambil kedua DNA itu. Iqbal dan anaknya Bella!" usul Jaka.

Cael mengencangkan rahang. Jika ia pikir dengan kepala jernih, Raka belum menemukan apa pun selama tiga bulan ia mempekerjakan pria tiga puluh tahunan itu. "Gue rencananya bakal cari detektif lain...."

Kemungkinan Raka berkhianat tidak pernah terpikirkan oleh Caelum. Apa yang Redo katakan kemarin sore di rumahnya, memang membuat ia merasa kesal. Ia ingin menemukan Raka secepatnya, lalu menanyakan apa alasan pria itu berkhianat.

ᴄᴀᴇʟᴜᴍTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang