🌹
Awalnya, aku hanya akan mampir sementara
Namun di sepanjang jalan, kau memberi arah
Tidak peduli apakah akhirnya akan sengsara
Yang jelas, sekarang aku ingin singgah🥀🥀
Dapur semakin terang, di kala hari beranjak siang. Jendela dengan bingkai kotak-kotak, setinggi dua meter dengan lebar satu setengah meter, memberikan akses pada cahaya alami.
Ponsel Caelum berdering. Ia merogoh saku celananya, mengeluarkan benda pipih itu. Keningnya mengernyit dalam, melihat nama Uki, teman kuliahnya.
Elra meletakkan segelas jus yang baru ia salin dari kotak kemasan ukuran satu liter. Cael tersenyum tipis, sebelum ia mengambil cairan berwarna merah jambu itu, lalu meneguknya beberapa kali.
"Bentar ya, ada telpon dari Uki."
Gadis itu mengangguk kecil. Ia kembali duduk pada kursi kayu yang terletak di hadapan Caelum.
"Lu di mana El? Kita jadi rapat lima belas menit lagi? Atau gimana?" Uki langsung memberondongnya dengan pertanyaan.
Rapat apa?
Ah, sial! Cael melupakan rapat kemah itu!
"Iya. Gue... hmm..." Caelum mendengar decihan pelan dari seberang telepon.
"Anak-anak minta undur dua jam lagi. Lu bisa nggak? Aurel sama Galuh lagi ngumpulin bahan untuk tugas sinema."
Cael mengembuskan napas kecil, merasa lega karena ia tidak perlu buru-buru pergi ke kampus. Ia harus ke rumah sakit dulu. Memastikan Sera menyetujui tawaran investasi itu.
"Oh! Iya, nggak papa. Gue tutup dulu ya," ucap Cael cepat.
Ketika kembali menatap mata besar pada gadis manis di depannya, Caelum sedikit menahan napas. Ia merasakan dunia berputar pelan. Dan waktu bergulir begitu lamban. Seolah tatapan itu mengunci sebuah momen, yang sulit membuatnya terlepas.
"Gue..." Cael berdehem pelan. "Aku pergi dulu ya. Ada rapat panitia kemah." Usai dengan kalimat barusan, Cael cepat-cepat memutus kontak mata.
Ia berbohong! Dan bagi Cael itu sebuah tindakan yang menyebalkan.
Ia tak suka berbohong!
Cael tidak akan langsung pergi ke kampus. Ia akan pergi ke rumah sakit. Namun ia tidak mau mengatakan rencananya untuk pergi ke rumah sakit pada Elra.
Mereka baru saja jadian. Cael harus bisa menjaga perasaan gadis itu. Dan entah mengapa, terasa penting baginya untuk menjaga perasaan Elra.
Senyum kecil terukir di wajah oval itu. Elra mengangguk pelan. "Iya nggak papa. Lo hati-hati ya."
Caelum ikut menarik senyum, "ntar, gue ke sini lagi ya."
Ah, sial! Mengapa dia membuat janji yang belum pasti ia tepati?!
Tawa kecil terdengar dari gadis manis itu. Elra menggaruk kepalanya, membuat handuk kecil itu terlepas. Rambut lurus itu panjangnya menyentuh bahu.
Sebelum peristiwa kebakaran itu, rambut Elra menutupi hingga pinggul. Ia sering menggulung rambutnya, atau menjepitnya asal. Jarang sekali gadis itu menggeraikan rambutnya.
Pertama kali Cael melihat wajah Elra, ialah dari foto yang ia terima dari Bang Raka. Ketika bertemu gadis itu di kampus, ia menggertakkan rahangnya, menahan amarah yang membuncah di dada.
Waktu itu, dendam masih membuatnya berpikiran picik. Ia memikirkan segala kemungkinan licik. Cael memang akan membuat Elra mencintainya. Lalu setelah ia bisa mendapatkan bukti dari Pak Bayu, Cael akan meninggalkan gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴄᴀᴇʟᴜᴍ
Teen Fiction✨Series kedua dari ᴍᴇᴛᴀɴᴏꞮᴀ✨ Duka itu akan selalu ada, terpatri di dalam hati. Dari setiap cerita yang diulang, akan selalu menghantui. Tapi baginya, tidak ada kata sembuh. Karena terkadang, sakit itu kembali kambuh. Rekaman yang Cael temukan, menj...