🌹
Jika kubiarkan waktu membuka
Kenangan masa lalu yang memutar peristiwa
Di saat senyuman itu masih ceria
Oleh sedikit momen bahagia🥀🥀
✨ Clarice PoV
Riuh lorong kelas menjadi pertanda bahwa jam istirahat telah tiba. Langkah kaki Clarice sengaja dibuat gontai, seolah ia benar-benar tengah menahan rasa sakit di perutnya.
Gadis cantik itu terus melangkah, melewati pintu kelasnya yang sudah terbuka lebar. Tujuan Clarice ialah kelas Caelum, yang berjarak dua kelas.
Biasanya, dia akan meminta Cael untuk membelikannya makanan. Ia malas untuk mengantri. Sedangkan Cael, sebentar saja berdiri, kerumunan gadis-gadis itu akan membelah diri, memberikan jalan tol untuk Caelum. Dan bibi kantin yang genit, langsung dengan gesit menyiapkan makanan untuk pemuda itu.
Ketika ia sampai di kelas Cael, gadis itu tidak menemukan keberadaan kembarannya. Alih-alih, dia melihat Sera sedang menyusun lembaran kertas di meja guru.
Hanya ada beberapa murid di dalam kelas, yang Clarice tidak tahu siapa nama mereka.
"Ser, Caelum mana?" tanya Clarice saat sudah dekat dengan Sera.
Gadis ramping itu menoleh, menatap Clarice dengan kening berkerut. "Udah keluar Ris." Sera kembali mengalihkan pandangannya pada lembaran putih di tangannya.
Giliran Clarice yang mengernyitkan keningnya. Ia pikir, Cael akan menemuinya di UKS. Biasanya begitu.
"Gue dengar tadi... dia ada latihan." Sera menjepit kertas, sebelum mendekap lembaran kertas itu ke dadanya. "Dua minggu lagi bukannya ada lomba?" tanya gadis sipit itu.
Clarice mengangguk pelan. "Oke deh," ujarnya singkat. Kemudian ia berbalik, meninggalkan Sera yang masih termenung di meja guru.
Ketika Clarice sudah berada di ujung lorong, jantungnya berdetak cepat saat melihat kerumunan orang-orang berlarian menuju gedung olahraga. Beberapa lirikan mata mengarah pada Clarice, membuatnya semakin bingung.
Entah mengapa, perasaan tidak enak mulai mengusik jiwanya.
Pintu lapangan basket indoor itu terbuka lebar. Dipadati oleh tubuh yang berdesakan di sana.
"Clar!" panggil Intan sambil melambaikan tangannya. Gadis berambut pendek itu berdiri di samping pintu. Mencoba menyudutkan dirinya agar tidak terkena dorongan dari kerumunan siswa yang masuk ke dalam gedung.
Napas Clarice tertahan, mendengar nada cemas Intan. Ia sedikit mempercepat langkahnya.
"Ada apa?" tanya Clarice.
"Cael, Clar!" sorak Intan. Mata bulatnya semakin terbuka lebar. Intan menarik tangan Clarice. Keduanya sekarang mengikuti arus massa menuju gedung.
Kegaduhan di sekeliling membuat kepala Clarice berdengung hebat. Kerumunan sekitar tiga meter, juga semakin bertambah padat.
"Anjir, seriusan si Jevin nonjok Cael!" ujar salah seorang siswa.
Teman di sebelahnya menyikut lengan si gadis rambut cepol, lirikan di sudut matanya menunjuk Clarice. Gadis yang berujar berpaling, mengikuti arah pandang temannya. Ia menutup mulut, saat kedua mata itu beradu pandang dengan Clarice.
Clarice menarik napas tajam. Seketika, tungkai kakinya terasa lemas. Begitupun tubuhnya mulai bergetar pelan. Meski jantungnya terasa diremas-remas.
Intan masih menarik Clarice menuju kerumunan. Langkah gontai gadis itu terseok-seok di tengah keramaian. Suara-suara di sekelilingnya seperti kicauan yang tidak memiliki arti. Karena ia sedang terjebak di ruang asumsi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴄᴀᴇʟᴜᴍ
Teen Fiction✨Series kedua dari ᴍᴇᴛᴀɴᴏꞮᴀ✨ Duka itu akan selalu ada, terpatri di dalam hati. Dari setiap cerita yang diulang, akan selalu menghantui. Tapi baginya, tidak ada kata sembuh. Karena terkadang, sakit itu kembali kambuh. Rekaman yang Cael temukan, menj...