🌹
Aku ingin merubah alur cerita
Memulainya dari awal untuk menghilangkan derita🥀🥀
Perasaan khawatir Caelum semakin menjadi karena sedari tadi ia tidak melihat keberadaan Sera dan Lea di dalam kelas. Ia kembali mengambil ponsel dari dalam saku celananya. Cael mengembuskan napas kesal, menatap layar yang menampilkan notifikasi game dan chat lainnya yang tidak penting untuk saat ini. Tadi pagi, ia mengirim pesan pada Clarice, menanyakan apakah gadis itu berangkat ke sekolah atau tidak. Namun belum ada balasan dari gadis manis itu.
Cael langsung bergegas menuju kelas Clarice. Kedua sorot matanya fokus mencari-cari keberadaan gadis itu di antara gerombolan siswi yang duduk berkelompok di sudut ruangan. Beberapa siswi yang tidak sengaja bertemu pandang dengannya, tersenyum kecil, melirik Cael dengan sorot malu-malu. Hanya satu yang Cael kenal di antara kerumunan itu.
Gadis tembem berkacamata petak itu melambaikan tangan di udara. Senyum lebar terukir di wajahnya. "Nyariin yang nggak ada ya?" teriak Intan. Gadis itu sudah bisa menerka apa alasan pemuda tampan itu berdiri mematung sambil mengamati teman-teman sekelasnya.
Caelum membuang napas tajam. Apa yang ia khawatirkan menjadi kenyataan. Bahwa Clarice bolos sekolah. Meski tidak ada lagi pembelajaran, para siswa dan siswi disibukkan dengan persiapan acara untuk malam ini. Cael hanya merasa khawatir tidak bertemu dengan saudarinya. Ia juga tidak bisa menghubungi gadis itu. Entah ponselnya sengaja dimatikan, atau memang kehabisan baterai.
Intan sudah berjarak sekitar dua meter dari tempat Caelum berdiri. Sorot mata penasaran gadis itu terlihat ketara dari balik kaca mata, menatap wajah bingung pemuda yang masih berdiri di samping pintu kelas. "Gue bisa ngomong bentar nggak sama lu?" tanya Intan. Suaranya sedikit berbisik.
Cael menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Seulas senyum tipis terukir di wajahnya. "Ah... ya. Boleh," jawabnya sambil menganggukkan kepala.
Intan melangkah cepat di depan Cael. Sedangkan pemuda itu hanya diam, mengikuti gadis itu dengan langkah lebarnya. Keduanya pergi ke arah perpustakaan.
Intan menelisik beberapa lorong yang berjejer dengan buku-buku pelajaran. Hingga ia sampai pada bagian sastra, gadis itu berhenti sejenak. Kepalanya terjulur, memastikan apakah ada orang di lorong sebelah atau tidak.
Setelah memastikan tidak ada siapa pun pada kedua sisi lorong itu, Intan melangkah ke tengah-tengah lorong. Ia membalikkan tubuh, menghadap Caelum yang berdiri sekitar dua langkah darinya. Hal pertama yang gadis itu lakukan adalah menarik napas dalam. Hal kedua, ia memutus kontak mata dengan Caelum. Ia tak bisa menahan detak jantungnya yang seketika berdebar kencang.
Sebelumnya, ia tak pernah memiliki kesempatan untuk berkomunikasi dengan durasi yang cukup lama dengan Cael. Ia hanya berbicara singkat dengan pemuda itu. Dan sekarang, ia harus bisa menyembunyikan kegugupannya saat kembali membalas sorot penasaran Cael.
Pemuda yang ditatap hanya bersedekap. Ia mengembuskan napas tajam sebelum berucap, "Bukannya ngomong di sini makin jelas? Suara kita makin keras. Orang juga nggak..."
"Gue cuman mau bilang," sela Intan. "Kalau gue khawatir sama hubungan Iqbal dan Clarice."
Caelum menggertakkan rahang. Ia sama sekali tidak menyangka Intan mengucapkan hal yang menjadi kekhawatirannya akhir-akhir ini. Clarice bukan hanya sekedar teman biasa bagi Iqbal. Jelas ada hubungan yang diam-diam mulai terjalin di antara keduanya.
Intan mengembuskan napas gusar. Ia menggelengkan kepalanya dengan perasaan kalut. "Iqbal itu cowok brengsek! Gue nggak mau dia ngerusak Aris!" desis Intan. "Dan berurusan dengan keluarga Adhiyaksa sama aja dengan misi bunuh diri! Mereka orang-orang yang memiliki pengaruh, nggak hanya di sekolah tapi juga di kota ini." Intan menarik napas dalam sebelum ia melanjutkan. "Gue denger, Bella aja udah pernah diajak liburan ke Bali. Mereka cuman pergi berdua. Ngapain coba, liburan cuman berdua doang? Emang mereka pasangan baru nikah? Cukup umur aja belom!"
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴄᴀᴇʟᴜᴍ
Teen Fiction✨Series kedua dari ᴍᴇᴛᴀɴᴏꞮᴀ✨ Duka itu akan selalu ada, terpatri di dalam hati. Dari setiap cerita yang diulang, akan selalu menghantui. Tapi baginya, tidak ada kata sembuh. Karena terkadang, sakit itu kembali kambuh. Rekaman yang Cael temukan, menj...