DUA PULUH SATU

104 17 2
                                    

"Nady, kamu seriusan gak mau ketemu Biru?"

Daritadi Kalangga bawel banget nanyain gue mau ketemu Biru atau enggak padahal gue udah jawab enggak daritadi, lagian apa yang harus diomongin lagi? Semuanya udah jelas, Biru bakal menikah dan hidup bahagia. 

"Enggak, Kala."

"Aku tau kamu masih punya banyak pertanyaan buat Biru. Say it, before its too late." 

"Aku udah gak mau ketemu Biru."

"Nady, aku tau rasa kecewa kamu lebih besar tapi coba kasih Biru kesempatan buat menjelaskan semuanya sama kamu. Aku yakin setelah ini kalian akan hidup bahagia dengan pilihan hidup masing-masing, Biru cuma mau menyelesaikan apa yang harus kalian selesaikan."

Gue natap Kalangga yang lagi nyetir, dia sangat amat berbeda dengan Kala yang biasanya gue liat.

"Are you fine ngeliat aku sama Biru?"

Kalangga menganggukan kepalanya, "Akhirnya kamu juga akan balik ke aku lagi." Katanya percaya diri.

Gue ketawa ngeliat Kalangga yang sangat amat percaya diri. Gue menggukan kepala tanda setuju buat ketemu sama Biru hari ini.

"So, we're going to the airport right now?" Tanya Kalangga.

"Yes, love!"

Kalangga senyum salah tingkah ke arah gue, dia genggam tangan gue sambil sesekali dikecup. 

"Nanti kalo bisa jangan nangis ya, kasian matanya udah nangis semaleman." 

__

Gue bisa lihat Biru yang lagi duduk di kursi tunggu, dia keliatan gelisah sambil sesekali liat sekitar. Dia pasti nunggu gue.

Mata kita bertemu, Biru langsung berdiri begitu dia liat gue. Kalangga yang masih berdiri di samping gue langsung lepas genggaman tangannya dengan halus.

"Aku tunggu kamu di tempat kopi ya, I love you." Sebelum pergi Kalangga kecup puncak kepala gue dulu.

Gue jalan menghampiri Biru yang masih berdiri mematung, jantung gue berdetak gak normal sekarang. Rasanya aneh banget, biasanya gue kalo ketemu Biru pasti dengan perasaan yang excited tapi sekarang gue ngerasa kosong, bingung dan marah. 

"Bestari." Katanya.

"Aku harus sampai di kantor sebelum jam makan siang, I don't have many time." Kata gue.

"Okay. Tari. I'll make it quick." 

Gue duduk di kursi dan Biru duduk di samping gue, kita hening beberapa saat sampai akhirnya Biru yang membuka obrolan.

"Udah terima barang yang aku titip ke Kala?" Tanya nya.

Gue ngangguk, "Congratulations for your wedding."

"Am I too asshole if I ask you to be there?"

Gue natap dia dengan tatapan dingin, "You are. Setelah semua yang kamu lakuin ke aku sekarang kamu minta aku dateng ke pernikahan kamu? Kamu punya otak gak sih?"

"Tari, I'm okay if you won't forgive me for the rest of your life but please.. terakhir kali aku mau kamu ada di hari pernikahan ku, I beg you."

Biru beneran gak punya hati ya?

"Kamu mau apa sih kalo aku datang ke sana? Kamu seneng liat aku menderita? Kamu gak tau Biru gimana susahnya aku buat bangkit setelah hari itu. Kamu gak tau se-berantakan apa aku. Kamu masih mau aku ngeliat kamu ada di pelaminan sama perempuan lain? Otak kamu dimana?!" Gue udah gak bisa nangis, yang gue rasain cuma kecewa sekarang.

"Aku cuma mau kamu tau kalau kamu akan tetap baik-baik aja tanpa aku, Bestari. Aku tau aku brengsek banget maksa kamu buat dateng ke pernikahan ku padahal aku udah sakitin kamu berkali-kali, tapi kamu harus tau itu cara aku supaya kamu benar-benar bisa lupain aku. I know you, Bestari. Dengan aku kasih undangan dan omongan aja kamu akan tetap dengan pendirian kamu buat terus ingat aku dan jadi menutup diri untuk orang lain, aku cuma gak mau kamu hidup seperti itu. You deserve someone better than me."

He's right.

"Itu biar jadi urusan aku. Sekarang kamu bisa pergi dan menjalani hidup baru kamu dengan bahagia, jangan pernah lagi datang di hidup aku, Biru."

"Aku mau menyelesaikan ini dengan baik-baik, Tari. Aku mau kita sama-sama berdamai sama diri sendiri."

"Aku kira kamu orangnya, Bi." 

"You deserve happines, Bestari. You deserve the kind of happines that makes your heart fill with warmth. And you deserve to feel what it feels like to be okay, to feel like the world isn't against you. You deserve to be okay, tapi bukan sama aku, Tari. Bukan aku."

"I know it's hard for you to hear this, especially di kondisi kamu sekarang ini. But I still want you to know, one day you are going to feel okay again. One day you are going to feel happy again, it's just a matter of time, Bestari." 

Gue natap mata Biru yang berkaca-kaca, gue makin sadar kalau setelah ini Biru beneran akan pergi dan memulai hidup barunya. 

"Can time really change everything?" Tanya gue.

Biru menganggukan kepalanya. "Setelah ini akan banyak kebahagian yang akan datang di hidup kamu."

He's right. Gue harus memulai kembali hidup gue, gue harus terima fakta kalau bukan Biru orangnya. Kinda hurt but it's okay, I think I know who can make this better.

"Kamu harus ingat, I will always care for you even we're not together, and even we're far, far away from each other. Sekalipun kamu pilih buat benci dan lupain aku, Bestari."

"I wouldn't have ever imagined this day comes. So, I guess our story ends here?"

Biru menganggukan kepalanya. We're over.

"Can I hug you for the last time as my pretty ex girlfriend?" Tanya Biru sambil senyum.

Gue setuju dan bawa Biru ke pelukan gue, rasanya sedih banget tapi juga lega. Setelah ini gue udah gak mau mempertanyakan apapun tentang kepergian Biru karena seperti yang Biru bilang gue harus menerima fakta dan kembali menjalani hidup gue dengan lebih bahagia.

"Selamat berbahagia, Biru."

"Kamu juga harus lebih bahagia, Bestari."

__




Written in The StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang