TIGA PULUH SATU

93 8 0
                                    

Kita udah pindah ke hotel yang dipesenin sama Biru, malem ini Biru juga ajak gue sama Kalangga dinner sama calon istrinya. Biru bilang dia mau kenalin gue ke calon istri nya, gue juga penasaran sih siapa yang bisa gantiin gue di hidup Biru.

BERCANDAAAAAAAA.

"Cantik banget." Kata Kalangga waktu gue lagi ngaca di kaca full body.

"Apasih bilang aku cantik terus?"

"Ya kan emang cantik." Katanya terus dia cium pipi gue.

Gue balik badan terus peluk Kalangga yang berdiri di depan gue, Kalangga gak nolak dia juga langsung bales pelukan gue.

"I love you, Kal."

"I love you more, Nadyla."

I kiss him on lips and we kissed. 

Gue menjauhkan badan gue duluan, Kalangga keliatan sebel tapi sekarang kita harus turun ke restaurant buat dinner bareng Biru. 

"Nanti lagi, sekarang kita harus turun karena udah ditunggu sama Biru."

"Beneran ya nanti lagi?"

Astaga gue lupa dia gak bisa dijanjiin.

Gue ngangguk, "Iya, Kalangga."

"Okay, let's go!"

Dia jadi semangat banget, kita keluar kamar hotel dan sepanjang jalan Kalangga rangkul pinggang gue sesekali dia cium pipi gue. 

Gak butuh waktu lama kita sampe di restaurant hotel, gue bisa liat Biru yang udah duduk di ujung ruangan bareng calon istrinya. Kalangga semakin mengeratkan rangkulan nya di pinggang gue.

"You're the prettiest." Bisiknya. Gue cuma ketawa dengernya.

Biru melambaikan tangannya waktu dia ngeliat gue dan Kalangga, kita samperin Biru dan duduk berhadapan dengan kursi mereka.

"Kenalin, Deana." Kata Biru sambil memperkenalkan calon istrinya.

Gue dan Kalangga gantian berjabat tangan sama Deana sambil nyebutin nama masing-masing.

"Ternyata lebih cantik aslinya." Kata Deana, gue pasang muka bingung.

"Biru sering banget ceritain kamu, kata Biru kamu cantik tapi menurut aku lebih cantik aslinya sih."

Gue natap Biru dengan muka penasaran, jadi maksudnya Deana tau gue dari lama sedangkan gue gak tau apa-apa?

"Aku ceritain kamu ke Deana yang baik-baik kok, yang suka ngambek gak aku ceritain." Katanya dengan nada bercanda.

"Harusnya lo ceritain Bi, biar gak kaget kalo liat Nady mode banteng." Kata Kalangga.

Gue natap Kalangga sinis, dia ketawa sambil genggam tangan gue. "Bercanda sayang, kamu gak kayak banteng soalnya gak ada banteng yang cantik banget begini."

Beneran Kalangga ngeselin banget.

"Lucu banget sih kalian." Kata Deana.

"Kalangga lebih ke ngeselin daripada lucu." Kata gue.

"Biru juga, sama aja ya cowok tuh ternyata ngeselin." 

Akhirnya kita lanjut ngobrol sambil makan, Deana orangnya asik dan kayaknya Biru udah ceritain banyak tentang gue karena dia keliatan tau banyak soal gue. Kalangga juga sepanjang dinner ini gak melepaskan tangan nya buat genggam tangan gue, kita ngobrol seolah-olah kita ini temen deket apalagi Biru, sekarang dia benar-benar memperlakukan gue sebagai temannya.

__

Gue sama Kalangga udah siap tidur, kita tidur di kamar dan kasur yang sama. Kita masih ngobrol, pillow talk gitu ceritanya.

"Aku harus mulai dari mana ya kalo mau nikahin kamu?" Tanya Kalangga.

"Aku kan udah gak punya orang tua jadi kamu harus ketemu sama Pakde Budhe ku, mereka yang ngurusin aku setelah aku ditinggal Ayah Ibu."

Semenjak Ayah sama Ibu meninggal semua urusan gue diurusin sama Pakde dan Budhe dari Ayah, mereka baik banget sama gue mungkin mereka paham gimana rasanya seorang anak kelas 5 SD ditinggal sama orang tuanya meninggal dalam waktu yang berdekatan.

Kayaknya gue belum pernah cerita kenapa orang tua gue bisa meninggal ya. Dulu ayah dan Ibu gue seorang PNS, ayah meninggal lebih dulu dari Ibu karena kecelakaan mobil, ayah sempet dirawat beberapa hari di rumah sakit kemudian dinyatakan meninggal. 

Belum sempat gue bisa menyembuhkan luka kehilangan Ayah, gue juga harus kehilangan satu-satunya orang tua yang gue punya. Ibu nyusul Ayah selang beberapa bulan kemudian karena selama ditinggal Ayah, Ibu jadi sakit-sakitan tapi Ibu juga harus tetap kerja supaya bisa menghidupi kita berdua.

Yang makin sedihnya gue orang pertama yang tau Ibu gak ada, waktu itu gue mau berangkat sekolah jadi mau pamitan sama Ibu, setiap hari Ibu harus berangkat kerja tapi hari itu dari subuh Ibu sama sekali gak keluar dari kamarnya. Gue yang mau pamit sekolah masuk ke kamar Ibu, gue liat Ibu berbaring di atas kasur gue samperin dan mencoba buat bangunin Ibu. Tapi ternyata Ibu gak gerak dan waktu gue cek nadi nya udah berhenti.

Ibu meninggal sambil peluk foto keluarga kita.

Bisa dibayangin gimana hancurnya gue saat itu, setelah kehilangan Ibu dan Ayah gue diurus sama Pakde dan Budhe. Mereka ikut tinggal sama gue di Jakarta, di rumah gue yang sekarang. Sampai menjelang lulus SMA gue bilang gue gapapa ditinggal sendirian di Jakarta karena gue juga udah bisa ngurus diri sendiri, Pakde sama Budhe gue anaknya udah pada gede saat itu jadi mereka punya waktu yang sangat luang untuk ngurus dan ikut tinggal sama gue di Jakarta.

"Kal, gimana rasanya tumbuh besar didampingi sama orang tua?" Tanya gue.

Kalangga sadar obrolan kita ke arah mana, dia ngusap rambut gue sambil natap mata gue. "Kamu dulu kalo ada PR di sekolah suka minta tolong Mama bantu kerjain gak?" Tanya gue.

Kalangga jawab pertanyaan gue dengan anggukan.

"Aku dulu juga gitu, dari awal aku masuk sekolah Ibu udah bilang ke aku kalo nanti aku punya PR aku harus kasih tau Ibu biar Ibu bantu, nanti aku kerjain sendiri dulu PR nya kalo ada yang gak ngerti baru nanya habis itu PR aku dikoreksi sama Ibu." 

"Tapi kadang Ayah juga suka bantuin sih kalo lagi gak banyak kerjaan, kamu tuh mirip banget sama Ayah suka bawa kerjaan kantor ke rumah. Padahal kalo udah sampe rumah tuh harusnya istirahat."

Kalangga senyum dengernya, dia masih terus natap gue. "Kangen Ayah sama Ibu ya, sayang?"

Gue ngangguk, Kalangga peluk gue sambil usap-usap punggung gue. "Nangis aja sayang, It's okay aku ada disini kamu gak sendiri."

Gue yang udah nahan buat gak nangis malah langsung nangis digituin. Gak tau kenapa ya rasanya tuh kayak kehilangan sesuatu yang besar, rasanya gak jauh beda sama kayak Ayah dan Ibu ninggalin gue. 

"It's okay, sayang." Katanya masih sambil terus ngusap punggung gue.

"Aku kira aku udah ikhlas, Kal." Kata gue masih sambil nangis.

"Aku mungkin gak akan tau gimana rasanya jadi kamu, tapi kamu hebat banget bisa menghadapi ini, bisa berdiri di kaki sendiri selama ini. You're trying your best and I'm very proud of you, Nadyla." Katanya.

"I promise you won't have to face it all alone anymore, sayang. You did very well, Nadyla."

__

Written in The StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang