TTP || Reason

106 10 6
                                    

Aku duduk di bingkai jendela kamarku—di lantai dua

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku duduk di bingkai jendela kamarku—di lantai dua. Bersandar dan memeluk kedua kaki yang terlipat di depan tubuh. Bertemankan semilir sejuk angin malam, menghirup aroma yang teramat ku sukai;aroma tanah yang basah sehabis diguyur hujan. Ya, Seoul sempat diguyur hujan singkat beberapa jam lalu.

Ini kondisi yang persis dengan tujuh tahun lalu. Masa lalu benar-benar telah kembali.

Disaat hanya ketenangan yang ingin kurengkuh, tapi isi otakku masih terus meluap perihal seribu pertanyaan yang hadir silih berganti. Utamanya, aku masih berpikir tentang alasan dari hal mistis yang kualami dua hari lalu.

Dan agaknya, sekarang aku baru menyadari sesuatu.

Sejak pertama kali bangun—dari mimpi buruk yang sialnya nyata ini, yang ku khawatirkan hanya perihal urusan pribadiku dengan Jungkook. Kepalaku hanya dipenuhi tentang Jungkook dan dia. Sampai aku melupa perihal seseorang yang mungkin menjadi alasan dibalik kejadian besar ini.

Park Jimin.

Yeah, mungkin dia alasannya. Ini terdengar klise, tapi mungkin ada sesuatu yang perlu kuperbaiki mengenai takdir yang harus diterima Jimin di kemudian hari. Mungkin aku bisa merubah takdirnya?

Tapi yang menjadi pertanyaannya, bagaimana caranya aku bisa menyelamatkan Jimin dari kematian? Bisakah aku menahan takdir itu agar tidak menemuinya?

Ataukah, aku harus menemukan pelakunya? Agar aku, berikut Jisoo, Irene dan Tzuyu tidak dijadikan kambing hitam?

Aku kembali ke tujuh tahun—atau barangkali enam tahun sebelum kematian Jimin, maka itu artinya aku akan bertemu dengan Jimin lagi? Aku akan mengulang takdirku bersama Jimin?

Sejujurnya bukan hal yang buruk untuk menjalani suatu hubungan dengan Jimin, tentu saja dia pemuda yang baik. Sangat baik. Tapi disaat seperti ini, apakah aku bisa mencintainya sama seperti dulu?

Sekarang aku sedikit kesal untuk mengakui jika Jungkook adalah suamiku. Tetapi tentang Jimin, jujur saja jika saat ini hatiku tidaklah kosong. Tidak seperti yang lalu.

Lantas, bisakah aku mencintai Jimin dengan baik disaat sudah ada seseorang di hatiku? Aku hanya takut akan memberikan hubungan curang padanya. Aku tahu apa yang akan terjadi di antara aku dengan Jimin nanti, dan sepertinya akan berat bagiku untuk mengulang hari itu. Kini aku takut mengkhianati Jungkook. Meski di masa depan, memang takdirku bersatu dengan Jungkook disaat kondisiku sudah rusak.

Ah sial. Ini permainan takdir dan perasaan yang sangat sulit.

Sebuah suara dari petikan senar gitar sukses mengalihkan atensiku, setidaknya mampu menghapus permasalahanku barang sejenak. Alunan indah itu membawaku untuk menoleh, dan kudapati presensi seseorang di halaman rumah tengah duduk di sebuah kursi bersama gitar serta sebuah buku di pangkuan.

Kupastikan Yoongi oppa sedang membuat lagu, itu pekerjaannya yang kubilang. Dia seorang produser—masih pemula di tahun ini.

Lantas aku segera turun dari jendela, berikut keluar dari kamar. Pintu utama terbuka lebar saat aku sampai di lantai dasar, dan aku bisa melihat langsung Yoongi oppa dari sini.

To The Past || HYUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang