Ini sudah sepekan sejak kejadian itu—beruntung kemarahan Yoongi oppa tidak berlanjut. Dia hanya bersikap apatis malam itu, lalu keesokan paginya dia kembali seperti biasa. Dan satu yang dapat ku pahami..
.. reaksi—yang tidak seharusnya—Yoongi oppa malam itu hanya karena dia cemas, dan merasa memiliki tanggungjawab besar atas diriku selama jauh dari jangkauan mommy dan daddy.
Aku teramat mengerti. Tapi tetap saja aku tidak bisa memberitahu perihal Jisoo kepada Yoongi oppa. Aku ingin takdir berjalan semestinya—sebab bagaimanapun Jisoo adalah jembatanku untuk memiliki hubungan intens dengan Jimin.
Minggu lalu tidak terlalu berat untuk ku lalui, hanya sedikit kejadian di hari pertama—lalu selebihnya hari-hariku tenang dari gangguan siapapun. Termasuk Jungkook, pun Jimin. Aku belum mendapatkan moment apapun lagi dengannya sejak terakhir kali di kelas taekwondo hari itu—hanya bertatapan kilas.
Tapi agaknya aku harus bersiap untuk minggu ini—banyak kejadian besar yang akan aku terima mulai hari ini. Salah satunya adalah.. aku akan saling mengenal dengan Jimin tepat di hari ini.
Seharusnya begitu.
Aku baru memasukkan suapan pertama ke dalam mulut, tatkala sebuah tangan terulur lalu menuangkan cairan berwarna merah pada nasi di atas piringku, berikut sisa minuman berperisa strawberry itu ikut merusak semua lauknya pula.
Boleh aku jujur? Aku kesal pada lembaran yang satu ini. Siapa yang tak akan kesal makanan dirusak disaat perutmu sedang lapar?
Namun aku hanya bisa meredam kesal dengan memejam, berikut menghela nafas panjang. Selanjutnya ku angkat atensi guna menangkap pelakunya, dan ku dapati ketiga gadis itu memasang seraut wajah yang tak jauh berbeda. Seringai licik dengan tatapan angkuh serta menantang.
Ini bukan perihal Jimin. Karena memang pada dasarnya mereka senang mengganggu saja.
"Kenapa? Ingin marah padaku, huh?" Ini bukan karena seraut kesalku terlalu kentara, jelas Jisoo hanya bermain-main dengan pertanyaannya.
"Tidak." Lantas aku menggeleng, lalu beranjak sembari menyahuti tempat makanku. "Maaf, aku harus pergi." Berlagak seolah malas berdebat—sejujurnya memang malas—aku melewati tubuh Jisoo guna menghindar.
Namun baru tiga langkah terambil setelah berhasil, sebuah tangan mencekal lenganku lalu menariknya kuat. Berujung —
Prang!*
— tempat makan berbahan aluminium itu lepas dari tanganku setelah ditepis dengan sengaja. Aku tahu ini akan terjadi, maka aku tidak terkejut. Aku hanya stagnan menatap nasi beserta lauk berkuah merah itu tercecer di bawah wadahnya yang terbalik.
"Oops! Sorry. Tidak sengaja." Itu Irene, kesannya tidak jauh berbeda. Dia hanya bermain-main. Bahkan setelahnya aku dapat menangkap kekehan meremehkan dari Jisoo.
KAMU SEDANG MEMBACA
To The Past || HYUNA
FanfictionKembali ke masa lalu? Awalnya, kukira masa lalu kembali untuk diulang. Mengubah satu kejadian buruk untuk diselamatkan. Tapi faktanya, tidak sesederhana itu. Kali ini, aku menemukan pelakunya. Tapi, itu bukan sebuah pertanda baik. Itu adalah titik k...