Kina menatap pantulan dirinya pada cermin. Waktu telah berlalu, saat ini usia kandungannya telah menginjak usia tujuh bulan. Baru beberapa hari lalu mereka mengadakan syukuran kecil-kecilan mengikuti adat orang tua jaman dulu.
Menggigit bibirnya, Kina merasa tak percaya diri dengan tubuhnya saat ini. Badan melar, kulit kusam tak terurus, juga stretch mark yang muncul saat perutnya membesar. Kina benar-benar merasa buruk pada keadaannya saat ini. Mau diapakan juga, dirinya terlihat tak menarik sedikitpun saat ini.
Menundukkan kepalanya, Kina menghela kasar sebelum kembali menurunkan kausnya yang semula terbuka ketika dirinya bercermin.
"Udah makan?"
Kina menatap Zino yang baru keluar kamar mandi dengan lilitan handuk sepinggang juga handuk kecil untuk mengeringkan rambutnya.
Pria itu semakin tampan dengan tubuh yang semakin bagus. Tidak seperti dirinya yang justru berkebalikannya. Bagaimana jika orang berpikir bahwa Zino adalah anaknya atau Adiknya, bukan Suaminya.
Tak kunjung mendapat jawaban, Zino mendekat lalu menempelkan kedua tangannya yang dingin karena air pada pipi Kina yang tersentak kaget dibuatnya.
"ZINO!"
Zino tertawa pelan mendengar teguran Istrinya. "Ya kamu ditanyain malah bengong. Udah makan belum?"
Masih dengan raut kesalnya, Kina membalas pria itu dengan gelengan.
"Kenapa? Aku'kan udah bilang, kamu makan duluan aja," katanya memberikan elusan pelan di kepalanya sebelum menuju lemari mengambil pakaian.
"Nungguin kamu," jawab Kina diangguki saja oleh Zino yang segera bersiap.
Selesai bersiap, Zino kembali menghampiri Istrinya dan menggandeng perempuan itu.
"Ayo sarapan! Kasian bocilnya belum dikasih makan," ucapnya dengan satu tangan mengelus perut Kina.
Mereka berjalan beriringan ke meja makan. Sampai Zino maju lebih dulu, menarik kursi untuk Kina yang tersenyum tipis sembari mengucap terima kasih.
Disela makannya, Zino melirik ke arah Kina yang nampak kurang berselera. Bahkan susu yang sudah ia buatkan untuk Istrinya belum tersentuh olehnya.
"Kenapa? Mau makan yang lain?"
Kina mendongak, lalu menggeleng pelan sebelum memasukkan nasi ke dalam mulutnya dengan tak berselera.
"Gak suka sama rasa susunya? Mau ganti rasa lain apa?"
Sama seperti sebelumnya, Kina hanya membalas melalui gelengan pelan dengan muka masamnya. Tak ada yang bisa Zino lakukan lagi selain menghela pasrah.
Pria itu melanjutkan makannya dengan cepat. Bagaimanapun jadwalnya hari ini padat, Zino harus memantau tempat produksi, toko, serta kebunnya. Dirinya harus menyelesaikan makan dengan cepat agar bisa segera bekerja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepasang Sepatu Tanpa Arah [END]
Romance"Lo gak sadar? Kita sama-sama hancur. Gak ada keharmonisan dikeluarga kita. Tapi lo bermimpi buat membangun rumah tangga sama gue? Lo pikir bisa? Lo yakin gak akan buat tuh anak menderita dengan kelakuan kita di masa depan? Lo yakin bisa jadi orang...