"Aku ke masjid depan dulu ya? Udah lama aku gak ke sana. Aku udah janji sama Mas Kalbi kalau mau belajar ngaji malam ini," ijin Zino meminta persetujuan pada Kina yang tengah merebahkan tubuhnya di atas ranjang sembari memainkan ponselnya.
Kina berdehem pelan sebagai jawaban.
Zino merasa tak puas dengan balasan Istrinya. Ia mendekat lalu menempelkan kain selimut di kening Istrinya, hal itu membuat Kina sempat memberontak dan ingin menyingkirkannya sebelum suara Zino menghentikan pergerakannya.
"Diem... Aku mau nyium tapi udah wudhu," katanya lalu mengecup kening Istrinya yang sudah dialasi kain selimut.
Membuka selimut yang menutupi wajah Istrinya, Zino meledakkan tawanya begitu raut sebal terlihat menggemaskan di matanya itu terpampang jelas di hadapannya.
Rasanya begitu sayang jika wajah yang mulai berisi itu tak dikecupi habis olehnya.
"Hah... kayaknya emang aku perlu wudhu lagi ini"
Kina membulatkan matanya, berniat menghindar tapi kedua tangan Zino lebih dulu menahan kedua sisinya.
Pria itu kini sudah seperti anjing yang mengendusi majikannya. Tak ada satu bagianpun di wajah Kina yang terlewat dari bibir penuh tipu daya itu.
Puas dengan perbuatannya, Zino menegakkan tubuhnya lalu berjalan tanpa beban keluar dari kamar. Meninggalkan sang Istri yang uring-uringan dibuatnya.
Sampainya di masjid, Zino segera mengambil air wudhu begitu adzan isya berkumandang.
Zino melemparkan senyuman ramah saat bersitatap dengan makmum lain. Hingga ia mengambil barisan pertama di belakang imam untuk menunaikan kewajibannya itu.
Selesai solat, Zino tak langsung bangkit dari posisinya. Pria itu memilih berdzikir terlebih dahulu hingga keadaan masjid mulai sepi dan hanya menyisakan dirinya bersama imam yang memimpin solat tadi.
Pria dewasa di depan Zino juga terlihat belum merubah posisi terakhir solatnya. Mulutnya bergumam pelan merapalkan nama-nama terbaik yang hanya dimiliki oleh Tuhannya.
Hingga akhirnya pria dengan suara adzan yang begitu merdu itu membalikkan badannya, menatap Zino seraya tersenyum ramah.
"Maaf ya lama. Mau baca qur'an sekarang?" katanya diangguki oleh Zino yang segera bangkit mengambil kitab suci kemudian memposisikan dirinya berhadapan dengan pria yang lebih tua darinya itu.
Selesai membaca beberapa halaman, Zino menyudahi mengajinya.
Kalbi tersenyum hangat, menepuk pelan pundak tetangganya yang juga penduduk baru di sini setelah kuliah hampir empat tahun di kota. Ia sudah menganggap Zino seperti Adiknya sendiri.
"Gimana usahanya? Lancar?"
Zino membalas senyuman itu, lalu mengangguk malu. "Alhamdulillah lancar. Ini juga berkat Kakek Nenek yang ngerintis usaha dari awal sampai dikenal banyak orang. Aku cuman ngelanjutin, dan alhamdulillah lebih baik, karena sekarang bisa jual online juga"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepasang Sepatu Tanpa Arah [END]
Romance"Lo gak sadar? Kita sama-sama hancur. Gak ada keharmonisan dikeluarga kita. Tapi lo bermimpi buat membangun rumah tangga sama gue? Lo pikir bisa? Lo yakin gak akan buat tuh anak menderita dengan kelakuan kita di masa depan? Lo yakin bisa jadi orang...