Melirik tangan Kina yang berpegang pada pinggangnya, Zino merasa ada yang salah dengan wanita itu. Kina lebih banyak diam setelah dia menjemputnya dari rumah sang Ayah.
"Masih laper?" tanyanya mengingat ketika mereka berhenti di tempat makan, Kina hanya makan sedikit, sisanya Zino'lah yang harus menghabiskan.
Gelengan pelan menjadi jawaban Kina yang membuat Zino merasa tak puas.
Menghela pelan, Zino melanjutkan perjalanannya ke rumah sang Kakak yang pasti sudah menunggu mereka.
Sampai di rumah Kakaknya, Zino turun dari motor dan mengikuti Kina yang mendahuluinya berjalan di depan.
"Udah pulang? Tadi diajak makan dulu nggak sama Zino?" kata Zelka melihat Adik dan calon Adik iparnya masuk.
"Udah, tadi udah makan di rumah makan padang"
Mengangguk mengerti, Zelka kembali fokus pada barang-barang di hadapannya.
"Jadi rencananya Mbak mau percepat nikahan kalian. Maharnya Mbak kasih sesuai kemauan kamu kemarin, terus nanti Mbak juga kasih pegangan buat kedua pihak orang tuamu biar adil. Oh iya, ini bajunya nanti kalian cobain cocok nggak," kata Zelka menunjuk tumpukan barang di depannya.
Tak mendapat respon, Zelka melirik ke arah Kina yang menunduk seperti orang banyak pikiran.
Beralih menatap Adiknya, Zelka menaikkan alisnya bertanya pada sang Adik tentang apa yang terjadi sebenarnya.
Zino yang juga tak tahu jawabannya hanya menggidikkan bahunya.
Menghela pelan, Zelka berdiri dan menepuk pelan pundak Kina. Menyadarkan wanita itu dari beban pikirannya.
"Sana istirahat di kamar. Tadi malem pasti gak bisa tidur kamu di tempat itu," kata Zelka pengertian.
Kina menatap tak enak Zelka. Wanita ini terlalu baik padanya yang bahkan merupakan calon ipar tak diharapkan.
Jika keluarga orang lain mungkin akan memandang rendah Kina dan menjelekkan pihak perempuan. Tapi tidak, sedari awal Zelka selalu berada di sisi Kina dan memberikannya dukungan. Bahkan tak malu untuk mengakui kesalahan Adiknya sendiri di hadapan orang lain termasuk keluarga Kina.
"Persiapan pernikahan biar Mbak sama Zino yang urus. Kamu istirahat, jangan banyak beban pikiran," lanjutnya menuntun Kina menuju kamar.
Menoleh ke belakang, Zelka mengisyaratkan Zino untuk menyelesaikan tugasnya yang tertunda.
Sampai di kamar, Zelka merapihkan rambut Kina yang sedikit berantakan.
"Emang gak mudah, tapi kamu pasti bisa. Jangan anggap Mbak itu Mbaknya Zino. Anggap Mbak sebagai saudari kamu sendiri. Mbak gak akan bela Zino kalau dia salah," ucapnya menyadarkan Kina bahwa dia masih memiliki orang lain di sisinya.
Kina menunduk, matanya kembali berembun saat mendengar kalimat menyentuh dari orang asing yang baru beberapa hari ia kenal.
"Sst..." Zelka menenangkan Kina dengan mengelus punggungnya.
___
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepasang Sepatu Tanpa Arah [END]
Romance"Lo gak sadar? Kita sama-sama hancur. Gak ada keharmonisan dikeluarga kita. Tapi lo bermimpi buat membangun rumah tangga sama gue? Lo pikir bisa? Lo yakin gak akan buat tuh anak menderita dengan kelakuan kita di masa depan? Lo yakin bisa jadi orang...