"Lo gak sadar? Kita sama-sama hancur. Gak ada keharmonisan dikeluarga kita. Tapi lo bermimpi buat membangun rumah tangga sama gue? Lo pikir bisa? Lo yakin gak akan buat tuh anak menderita dengan kelakuan kita di masa depan? Lo yakin bisa jadi orang...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sampainya di depan kos'an Kina, Zino membantu wanita itu melepas seatbeltnya. Kina dibuat terpaku sesaat oleh perlakuannya. Pria itu melakukan tindakan tanpa aba-aba hingga membuat jantungnya berdetak kencang. Apalagi posisi mereka saat ini sangat dekat. Entah Zino mendengar atau tidak detak jantungnya saat ini.
"Udah," beritahu Zino selesai melepas seatbelt, menatap Kina yang masih terdiam kaku.
"Ah_? Iya, makasih," gugup Kina berdehem pelan sebelum keluar dari mobil Zino.
Berjalan memasuki kos'annya, Kina dibuat menoleh ke belakang saat melihat pria itu justru mengikutinya.
"Gak pulang?"
Zino menggeleng tanpa jawaban, masih berdiri tegak dan menunggu Kina melanjutkan langkahnya.
Memiringkan kepalanya ke samping bingung, Kina kembali lanjut melangkah hingga masuk ke dalam kos'an.
Tujuan utamanya adalah menyimpan saladnya di dalam kulkas. Buah dengan saus asam manis itu akan ia makan saat dirinya perlu makan tapi tak bisa menerima makanan masuk ke dalam perutnya.
Zino ikut masuk, menunggu Kina berbalik menatapnya.
"Kin," panggilnya akhirnya membuka suara setelah tadi lebih banyak diam.
"Gue mau ngomong," ucapnya serius menatap Kina yang sudah menoleh ke arahnya.
"Ngomong apa?"
Melotot terkejut, Kina tak menyangka Zino bersimpuh di hadapannya dengan kepala tertunduk.
Melangkah ke depan untuk menutup pintu sebelum ada orang lain yang melihat tindakan pria itu. Setelahnya Kina kembali pada Zino yang belum beralih dari posisinya.
"Zin jangan kayak gini," kata Kina mencoba meminta pria itu untuk berdiri, tapi Zino menolaknya.
"Jangan gugurin dia_"
Kina menjauh, wanita itu memundurkan langkahnya mendengar ucapan Zino.
Menggeleng tak percaya, Kina merasa dikhianati oleh Zino yang sebelumnya mendukung keputusannya.
"Jangan kayak gini No!" peringatnya digelengi lemah oleh Zino.
Menatap memelas ke arah Kina, Zino berharap wanita di hadapannya bisa luluh dengan ia memohon seperti ini. Persetan dengan harga diri, nyawa darah dagingnya lebih penting saat ini.
"Gue gak bisa Kin_ dia anak gue, anak lo sama gue. Lo gak denger detak jantung dia tadi? Lo tega bunuh dia?"
"Enggak Kin, gue gak bisa lakuin itu"
Mendongak ke atas Kina berusaha menahan dirinya agar tidak terbawa suasana yang tercipta oleh pria di depannya.
"Dia sekarang masih segumpal daging kecil. Gak ada yang lebih penting dari hidup kita sendiri. Lo gak tau perjuangan gue biar bisa sampai sini? Keluarga gue yang dari awal nentang gue buat kuliah bakal nyuruh gue keluar begitu tau tentang ini_"