Zino berdiri cemas tak jauh dari mobilnya saat perempuan yang baru saja kemarin jatuh sakit karena mabuk perjalanan itu, tiba-tiba pagi ini ingin ikut bersamanya ke ladang menggunakan mobil.
"Kamu yakin gapapa? Pake motor aja yuk," bujuk Zino membantu Kina yang kesulitan membuka pintu mobilnya.
Mengangguk tanpa beban, Kina tak pernah sesemangat ini menaiki kendaraan yang paling ia takuti itu sebelumnya.
Mungkinkah efek hamil?
Entahlah, Kina tak tahu. Yang jelas, dirinya hanya ingin kemauannya dituruti oleh Zino.
"Ayo!" tegur Kina menatap Suaminya yang hanya berdiri mematung dengan wajah pucat panik.
Menghela kasar, Zino menuruti dengan terpaksa keinginan Kina yang tak wajar itu.
Mendudukkan diri di kursi pengemudi, Zino menatap Kina yang duduk di sampingnya. Tangannya terulur menyentuh permukaan perut Kina yang terbalut kain.
Kina tercekat, tak menduga apa yang Zino lakukan saat ini. Bahkan kini tubuhnya sudah menegang kaku dibuatnya.
"Jangan nyusahin Bunda kamu, kasian dia baru sembuh," ucap Zino seolah berbicara pada janin yang berusia kurang lebih empat bulan itu.
Berdehem pelan, Kina menoleh ke samping jendela. Berusaha menyembunyikan wajah salah tingkahnya di hadapan Zino.
Padahal Zino telah menyadarinya.
Terkekeh lucu, Zino menegakkan kembali tubuhnya lalu mulai menjalankan mobilnya.
Di perjalanan Kina tak berhenti mengunyah kue kering yang kemarin malam dibeli oleh Zino sebagai teman begadangnya mengerjakan rencana pengelolaan ladang selanjutnya. Tapi justru lupa termakan dan kini Kina'lah yang akan menghabiskannya.
Melihat-lihat sekeliling yang mereka lewati, Kina salah fokus pada satu bangunan besar tak terpakai peninggalan Kakek Nenek Zino.
"Itu dulu toko oleh-oleh keluargamu'kan Zin?" tunjuk Kina mengalihkan perhatian Zino sekilas sebelum kembali fokus ke depan.
Zino mengangguk. "Iya, tapi udah gak keurus setelah Kakek Nenek meninggal"
"Sayang banget, padahal dulu terkenal banget. Apalagi oleh-oleh keripik pisangnya yang banyak varian rasa. Terus aku paling suka sama aneka macam keripik buahnya," kata Kina menyayangkan.
"Ya mau gimana lagi? Kak Zelka fokus ke butik, Suaminya juga fokus ke swalayan. Papa juga punya usaha kopi yang gak bisa ditinggalin. Pendapatan dari pekerjaan mereka lebih meyakinkan bagi mereka," jelas Zino.
Kina terdiam, berpikir sejenak sebelum berbicara.
"Kenapa gak kamu yang nyoba? Kalau berhasil kamu bisa lebih sukses dari sebelumnya"
"...."
"Maksudku_ aku bukannya gak puas atau gimana. Aku tau pendapatan dari ladang juga udah lebih dari cukup. Cuman tuh kayak_ sayang gitu lho bangunan sebagus dan segede itu nganggur. Lagipula toko Kakek Nenek kamu udah punya nama yang terkenal. Yang penting kamu bisa samain atau bahkan tingkatin kualitas sama yang dulu. Di jaman modern ini kita juga bisa promosi dari sosial media"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepasang Sepatu Tanpa Arah [END]
Romance"Lo gak sadar? Kita sama-sama hancur. Gak ada keharmonisan dikeluarga kita. Tapi lo bermimpi buat membangun rumah tangga sama gue? Lo pikir bisa? Lo yakin gak akan buat tuh anak menderita dengan kelakuan kita di masa depan? Lo yakin bisa jadi orang...