"Zino tuh belum terlalu dewasa. Dia keras, juga kekanakan. Sering kali buat kesalahan dan menyesal. Tapi Kin_ satu yang Mbak bisa yakinkan ke kamu, kalau Zino itu serius. Dia serius soal kamu dan tanggung jawabnya"
Kina memejamkan matanya, kunjungan Kakak Zino kemarin sore membuatnya kini berada semobil dengan Zino menuju ke kampung halamannya.
"Kemarin Mbakku ngomong apa aja?" tanya Zino mengganti panggilan menjadi aku-kamu atas perintah Kakaknya.
"Di sana jangan lo-gue'an. Mana ada mau nikah masih lo-gue'an"
Itulah yang dikatakan Zelka saat Zino menyusulnya ketika malam setelah pulang dari kampus. Zino sendiri terkejut saat Kakaknya mendatangi rumah wanita yang dihamilinya tanpa omongan terlebih dahulu dengannya.
Hari itu Zino berbicara dengan Kina seperti biasa, tapi sang Kakak menegur dan meminta mereka mengganti sebutan.
"Nggak ngomong apa-apa," balas Kina didecaki tak percaya oleh Zino.
"Bohong"
Kina diam, menikmati rasa pusing dan mual tak tertahankan.
Menutup mulut dengan satu tangan, tangan yang lainnya mencari kantong plastik yang sebelumnya sudah disiapkan oleh Zino untuknya.
Zino melirik ke arah Kina yang memuntahkan isi perutnya. Entah sudah keberapa kalinya wanita itu muntah karena mabuk perjalanan.
"Coba tidur, nanti kalau sampai aku bangunin"
"Kalau bisa udah dari tadi! Ck, gue tuh pusing Zin... Lo gak tau rasanya mabuk gimana! Yang rasain gue! Lo kira bisa tidur semau gue apa?" decak kesal Kina kembali menyenderkan kepalanya ke belakang.
Satu tangan Zino yang tidak menyetir terulur untuk memijat pelan kepala belakang Kina, tapi wanita itu justru menepisnya kasar dengan ekspresi sebal.
"Gue capek Zino! Please..." lirih Kina tak mau diganggu, padahal niat Zino hanya ingin meringankan pusingnya.
"Aku bukan gue!" ralat Zino membenarkan ucapakan Kina, tapi nampaknya wanita itu tak peduli.
Kina memejamkan matanya, berusaha tertidur disaat pusing dan mual tak kunjung hilang. Belum lagi getaran mobil yang membuat tubuhnya bergerak dari posisi awal.
Menolak untuk dipijat, Zino berinisiatif menggenggam tangan Kina. Ia pikir wanita itu akan melakukan hal yang sama seperti sebelumnya, tapi ternyata Kina hanya diam dengan mata terpejam.
"Kamu tidur Kin?" tanya Zino memastikan.
"Belum, udah jangan tanya-tanya! Kepalaku pusing, perut juga sakit mual terus," balas Kina masih terpejam dengan sebutan yang berbeda dari sebelumnya. Hal itu membuat Zino tanpa sadar menyunggingkan senyumnya senang.
Selama perjalanan Kina hanya menakutkan satu hal, yaitu respon keluarganya. Apakah mereka akan baik-baik saja? Ah tidak, lebih tepatnya apa setelah ini dirinya baik-baik saja? Mereka pasti akan mengasingkan anak pembawa aib keluarga. Tidak dipukuli habis-habisan saja Kina sudah bersyukur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepasang Sepatu Tanpa Arah [END]
Romance"Lo gak sadar? Kita sama-sama hancur. Gak ada keharmonisan dikeluarga kita. Tapi lo bermimpi buat membangun rumah tangga sama gue? Lo pikir bisa? Lo yakin gak akan buat tuh anak menderita dengan kelakuan kita di masa depan? Lo yakin bisa jadi orang...