"Kamu mau kemana? Memangnya keluarga kamu masih mau nerima kamu? Apa kata mereka dan orang-orang sekitar? Kamu pulang ke rumah dalam keadaan hamil besar karena ribut sama Suami."
"Memangnya kamu nggak malu setelah buat aib keluarga yang udah susah-susah kuliahin, tapi sekarang mau kembali lagi sama mereka?"
__Sudah lebih dari tiga puluh menit berlalu, dan Kina masih berada diposisi yang sama dengan air mata yang tak berhenti membasahi pipinya.
Bahunya bergetar, lidahnya bahkan sampai terasa sedikit asin karena darah yang keluar dari gigitan di bibir bawahnya. Tindakan itu dia lakukan agar isakannya tak semakin keras hingga terdengar sampai ke luar.
Harga dirinya dan gengsinya begitu tinggi untuk menampakkan kelemahannya pada orang lain.
Terduduk di depan koper yang terbuka tanpa ada niatan untuk menambah atau mengeluarkan isinya. Kina benar-benar merasa direndahkan oleh Zino, namun ia tak bisa menampik ucapannya yang ada benarnya.
Benar, dirinya sangat hina...
Bagaimana bisa Kina masih berpikir untuk kembali ke rumah setelah mengecewakan orang tuanya yang telah berharap banyak padanya yang memutuskan untuk melanjutkan pendidikan, namun justru berakhir mengecewakan semua orang.
Rasanya ingin meluapkan amarahnya.
Tapi tak tahu pada siapa...
Dimana Zino..? Pria itu langsung keluar dari kamar mereka setelah mengatakan hal menyakitkan tersebut. Tak lupa mengunci pintunya dari luar, dengan tujuan supaya Istrinya bisa menenangkan diri dan mengurungkan niat untuk pergi dari rumah mereka. Tapi yang dilakukannya justru tak lebih dari membuat Kina semakin terpuruk.
Lelah menangis dengan posisi yang sama, Kina memilih bangkit kemudian membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur.
Tak ada pilihan lain.
Tentu saja karena saat ini dirinya terkurung.
Baru saja memejamkan mata, pintu terbuka lalu terdengar langkah kaki mendekat ke arahnya.
Matanya yang terpejam masih bisa merasakan elusan lembut di kepalanya sebelum orang itu berpindah dan ikut tiduran di sampingnya yang masih kosong.
Tatapan bersalah menyorot dalam pada sang Istri yang entah berapa banyak mengeluarkan air mata karenanya.
Menyesal?
Tentu saja Zino menyesal...!
Tak pernah dirinya berpikir untuk melihat mata itu kembali mengeluarkan air mata karenanya.
Emosi tak terkontrolnya membuatnya mengucapkan kalimat yang terdengar begitu menyakitkan, bahkan baginya sendiri setelah menyesalinya.
Menarik nafas panjang, Zino memejamkan matanya. Ia hanya berharap bahwa hari esok akan lebih baik untuk mereka berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepasang Sepatu Tanpa Arah [END]
Romance"Lo gak sadar? Kita sama-sama hancur. Gak ada keharmonisan dikeluarga kita. Tapi lo bermimpi buat membangun rumah tangga sama gue? Lo pikir bisa? Lo yakin gak akan buat tuh anak menderita dengan kelakuan kita di masa depan? Lo yakin bisa jadi orang...