Sekembalinya ke rumah, Zino berusaha membujuk Kina yang lebih banyak diam sejak perdebatan kecil mereka di dalam mobil saat akan ke kebun sampai kini mereka sudah pulang dari sana.
Perempuan itu hanya akan membalas singkat setiap perkataan Zino tanpa menatap wajahnya.
Menghela pelan, Zino menatap dalam punggung Istrinya yang perlahan menjauh dari pandangannya menuju ke kamar.
Lebih baik Istrinya itu mengomelinya daripada mendiaminya seperti ini.
Zino memilih membersihkan diri terlebih dahulu. Lagipula sebentar lagi akan maghrib, dia akan beribadah di masjid dekat rumahnya bersama pemuda lain.
Sedangkan Kina hanya diam memainkan ponselnya, bahkan perempuan itu tak terusik sedikitpun saat Zino masuk mengambil baju ganti.
"Mau makan apa? Nanti kalau laper minta tolong masakin sama Bude aja. Seandainya Bude udah pulang, nanti aku beliin makanan di luar," kata Zino hanya dibalas deheman pelan oleh Kina yang tak mengalihkan perhatiannya pada ponselnya.
Selepas Zino keluar, Kina menatap pintu yang tertutup lalu bangkit dari tempat tidurnya untuk bersiap membersihkan tubuhnya juga.
Hari semakin sore. Hingga menjelang maghrib, Zino tak menampakkan batang hidungnya kembali di kamar.
Mungkinkah pria itu ikutan marah? Zino muak dengan sikap emosional Kina?
Kina menunduk, tanpa sadar air matanya kembali menetes.
Hormon hamil sialan! Kenapa dia harus menangisi pria itu?
Memangnya siapa Zino sampai harus ditangisi olehnya? Tak ada manfaatnya menangisi orang sepertinya.
Mengusap kasar air matanya yang membasahi pipi, Kina bangkit dan mengambil air wudhu. Biarkan ia solat sendiri hari ini.
Lain otak, lain di hati. Nyatanya Kina tak bisa untuk tidak kepikiran tentang Suaminya itu.
Bahkan saat maghrib sudah terlewat dan adzan isya sudah berkumandang, pria itu masih belum kembali ke kamar mereka.
Zino sudah tak menyayanginya? Secepat inikah pria itu menyerah terhadapnya dan anaknya? Padahal sebelum menikahinya, Zino berjanji akan membahagiakan keluarga mereka.
Nyatanya baru beberapa hari usia pernikahan mereka, Zino sudah tak ingin datang ke kamar perkara Kina menginginkan kehidupan anaknya yang berkecukupan di masa depan.
Apa tadi? Dia akan membelikannya makanan? Tapi apa ini? Dia bahkan tak mau menemuinya ke kamar. Zino lupa bahwa terakhir ia memberikan makan anak dan Istrinya siang tadi saat mereka pulang dari ladang.
Menghela pelan, Kina bangkit dan memilih memasak apapun yang ada di dapur. Bagaimanapun dia dan anaknya harus memakan sesuatu malam ini.
Melihat keberadaan mie instan dan telur, Kina berinisiatif memasak makanan instan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepasang Sepatu Tanpa Arah [END]
Romance"Lo gak sadar? Kita sama-sama hancur. Gak ada keharmonisan dikeluarga kita. Tapi lo bermimpi buat membangun rumah tangga sama gue? Lo pikir bisa? Lo yakin gak akan buat tuh anak menderita dengan kelakuan kita di masa depan? Lo yakin bisa jadi orang...