"Kina!"
Kina menoleh ke belakang, menatap sosok yang baru saja memanggilnya dikala ia tengah bersantai di kantin sembari menunggu pembelajaran jam siangnya.
"Kenapa gak bisa dihubungin?" resah Zino mendudukkan dirinya di depan Kina yang justru menatap sekitar.
Menunduk sambil menggigit bibir bawahnya saat sadar tengah menjadi pusat perhatian, Kina berdiri lalu menarik kasar tangan Zino agar mereka segera pergi dari tempat ramai itu.
Zino ingin protes, tapi ia tetap mengikuti Kina hingga mereka sampai di tempat yang sepi.
"Lo seneng banget ya jadi pusat perhatian?"
"Hah? Maksudnya?"
Menghela kasar, Kina tak tahu harus menjelaskan dari mana.
"Udah'lah, sekarang gue tanya kenapa lo ke sini? Bukannya jadwal kuliah lo sore? Pagi ini seharusnya lo ngeband di cafe'kan?"
Zino menggeleng. "Gue udah keluar dari band"
Kina terkejut, ia tak tahu tentang hal ini. Apa alasan Zino keluar? Bukankah pria ini sangat menyukai musik? Zino tak mungkin meninggalkan musik yang sudah seperti bagian hidupnya begitu saja.
Mengabaikan raut terkejut Kina, Zino kini mendekat, menatap serius wanita di depannya.
"Kin_" membasahi bibirnya, Zino menjeda ucapannya sebelum melanjutkannya.
"Ayo nikah!"
PLAK...
Kina membola, wanita itu juga terkejut saat tangannya spontan menampar pipi pria di depannya.
Menarik tangannya menjauh, Kina memejamkan matanya menyesal.
Sedangkan Zino dibuat terbengong setelah menerima tamparan keras dari wanita yang membuat rasa panas menjalar di pipinya.
Seumur hidup, baru kali ini Zino mendapatkan tamparan dari orang.
"Sorry_ Ah! Lagian lo ngomong aneh sih," desah kesal Kina menurunkan egonya untuk meminta maaf. Lagipula memang dirinya yang salah.
"Aneh?" ulang Zino.
Menatap serius Kina, Zino membasahi bibirnya sebelum kembali berucap.
"Gue serius. Kakak gue bahkan nanti malem mau nemuin lo. Besok pagi kita pulang ke kampung"
Kina mengerjap, menatap tak percaya penghianat di depannya yang membawa-bawa keluarga dalam urusan pribadi mereka.
"LO--!"
Kina mengatur nafasnya sebelum menyelesaikan ucapannya. Mengurai rambut panjangnya ke belakang saat kekacauan dalam dirinya lebih kacau dari rambutnya saat ini.
"Bajingan...!" desis Kina pada akhirnya saat tak mampu berkata-kata panjang dengan keadaannya yang seperti sekarang.
Zino mengangguk tak tersinggung dengan perkataan Kina. "Gue tau, tapi gue gak mau lebih bajingan dengan nurutin kemauan lo buat lenyapin anak gue sendiri"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepasang Sepatu Tanpa Arah [END]
Romance"Lo gak sadar? Kita sama-sama hancur. Gak ada keharmonisan dikeluarga kita. Tapi lo bermimpi buat membangun rumah tangga sama gue? Lo pikir bisa? Lo yakin gak akan buat tuh anak menderita dengan kelakuan kita di masa depan? Lo yakin bisa jadi orang...